Badan kecil namun nyali besar. Ini ditunjukkan ketika banyak rekannya yang ragu saat diajak mendirikan koperasi. Meski banyak yang menolak bergabung bahkan menentang pendirian koperasi, namun Wahyudi berprinsip the show must go on, pertunjukan harus terus berjalan. Terlebih tujuannya sangat mulia yaitu agar umat mandiri secara ekonomi dan hasilnya di kontribusikan untuk perjuangan “Koperasi dengan semangat gotong royong dan berwatak sosial dapat menjadikan anggota mandiri secara ekonomi dan peduli terhadap sesama lewat koperasi,” ungkap Wahyudi, Presiden Direktur BMT NU Ngasem Bojonegoro.
Perkenalan pria kelahiran Pasuruan, 24 Oktober 1974 dengan koperasi sebenarnya sudah dimulai sejak duduk di bangku sekolah menengah pertama/MTs. Saat itu ia diminta gurunya untuk membantu dalam mengelola koperasi sekolah. Hal itu terus berlanjut saat dirinya bersekolah di tingkat menengah atas/Aliyah. Meski tidak melanjutkan urusan perkoperasian saat kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya, namun aktivitas sosial dan intelektualnya tidak pernah pudar. Sembari kuliah ia memberikan privat mengaji Al-Quran dan menulis buku-buku agama. Kebiasaan itu berlanjut hingga selesai menamatkan kuliahnya. Sebelum mendirikan BMT NU Ngasem, pria penghafal Al-Quran itu sempat mendirikan lembaga swadaya masyarakat pengelola dana umat (sejenis Dompet Dhuafa). Selain itu ia juga menyebarkan ilmu Al-Quran hingga ke pelosok desa di beberapa daerah baik di Jawa Timur maupun di Jawa Tengah. Dari sinilah jaringannya terbentuk di banyak komunitas pengajian. Sempat mendapat tawaran beasiswa untuk melanjutkan kuliah S2 di luar negeri, namun ia lebih memilih bergulat dengan aktivisme sosialnya.
“Berjuang itu kenikmatan tersendiri,” ujarnya. Sebagai intelektual, Wahyudi telah melahirkan metode Yahqi, yakni metode membaca dan menghafal Quran dan Hadits yang efektif dan komprehensif untuk anak-anak (sejenis metode pengajaran dan pembelajaran Al-Qur’an). Kini sejarah metodenya di tulis di buku Ensiklopedi Metode Pembelajaran Al-Qur’an yang ada di Indonesia, hingga sekarang metode ini sudah digunakan di lebih dari 1.000 lembaga pendidikan yang ada di Indonesia Wahyudi menambahkan, dalam memperjuangkan suatu hal yang bermanfaat selalu berpegang pada tiga hal, yakni: Yakin Bisa, Harus Bisa, Pasti Bisa. Tiga prinsip itu diterapkannya di pondok pesantren yang diasuhnya, yaitu Pesantren YAHQI, sebuah Pesantren leadership and enterpreneurship dengan bekal hafalan Al-Quran, Al Hadits, ulumul Qur’an, Qiratus Sab’, Public Speaking, dan komunikasiharian dengan 4 bahasa Internasional (Arab, Inggris, Mandarin, dan Jepang), juga setiap santri wajib punya pasport dan wajib keluar negeri. Bahkan, ia juga mendidik santri-santrinya untuk berkoperasi, bagaimana menjalankan praktek koperasi dengan management yang handal dan profesional, “Hidup itu harus terus menebar maslahat untuk kebaikan di dunia dan akhirat,” pungkasnya.