hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Pawon Teh Tudung,  Hadirkan Teh Tradisional dan Nasi Jagung di Kaki Gunung Sumbing

MAGELANG—-Sebuah rumah makan bernuansa tradisional hadir di Desa Genito, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Rumah makan ini berada di tengah kebun dengan panorama indah  di kaki Gunung Sumbing.

Rumah makan bertajuk Pawon Teh Tudung ini menawarkan menikmati minum teh yang disajikan secara tradisional, serta hidangan nasi jagung ditemani sayur khas setempat, yaitu sayur lompong, dengan lauk ikan asin atau ayam goreng.

Menurut owner rumah makan ini Tri Fatah Suryono, rumah makan ini cocok bagi  mereka yang ingin bernostalgia pernah menikmati hidangan tradisional ini waktu pernah tinggal di kampung, serta keluarga muda yang ingin kembali ke alam.

Zaman dulu masih jarang orang memiliki termos yang berfungsi mengawetkan air panas. Karenanya, teh yang dibuat di teko atau poci  akan diselimuti dengan tudung. Maksudnya agar panas teh bisa tahan lama. Tudung sendiri terbuat dari kain bentuknya mengerucut.

Teh yang disajikan merupakan teh lokal yang dikeringkan dengan cara disangrai dengan tembikar yang terbuat dari tanah. Teh lokal ini dipanasi dengan kayu bakar di atas tungku yang juga terbuat dari tanah, bukan dengan kompor.

Karena kebiasaan masyarakat adalah minum teh pahit, maka sajian teh utama di  tempat ini teh pahit. Gula biasanya dimakan terpisah. Gula yang pas adalah gula merah (gula Jawa) atau gula Aren. Gula ini dipotong dadu kemudian dibungkus.

“Tehnya dipetik bukan dari kebun teh, namun dari tanaman warga yang sebetulnya merupakan tanaman selingan,” ujar Tri Fatah ketika dihubungi Peluang, Kamis (17/2/22).

Begitu juga dengan nasi jagung  dan lauk pauknya diolah secara tradisional tidak memakai msg. Jadi benar-benar “kembali ke alam”. 

Untuk minuman, tersedia juga berbagai pilihan seperti aneka jus buah. Namun yang menarik, citra tradisional tetap ditonjolkan untuk sajian minuman ini, seperti  wedang jahe sereh, wedang ronde, wedang bunga telang, dan kopi. 

Semua menu dibanderol dengan harga Rp18 ribu hingga Rp20 ribu per paket. Pas dengan kantong mereka yang ingin berwisata yang tidak menguras isi kantong.

Sambutan pasar cukup meriah, karena di tengah pandemi ini banyak orang yang ingin suasana alami.  Menurut alumni Teknik Geodesi Universitas Gajah Mada ini, Pawon teh Tudung pernah meraup omzet sehari hingga Rp2,5 juta bila tamu datang rombongan. “Namun kalau lagi sepi, ya sepi,”  imbuhnya.

Bagi mereka yang ingin menginap tersedia  homestay berupa rumah bambu tradisional hingga kawasan camping ground. Untuk homestay tarifnya Rp400 ribu untuk dua orang dan tenda Rp150 ribu per orang, sudah termasuk sarapan.  

“Memang masih kelas melati, namun iat saya hanya ingin melestarikan warisan adiluhung dan kearifan lokal,” tutup pria kelahiran kampung itu pada 1966 (Irvan).

pasang iklan di sini