Jumlah turis yang berkunjung ke Indonesia sejak Januari-Oktober 2020 turun sebesar 72,35 persen secara tahunan. Kondisi ini memukul pelaku usaha di sektor pariwisata dan menggerus devisa negara.
Pandemi Covid-19 meluluhlantakan industri pariwisata di Indonesia. Ini terlihat dari anjloknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Tanah Air. Adanya penutupan wilayah di negara asal dan risiko kesehatan merupakan dua faktor yang menyebabkan wisman enggan melancong.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, kunjungan wisman ke Indonesia melalui seluruh pintu masuk per Oktober 2020 berjumlah 158.189 kunjungan atau melorot sebesar -88,25% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang berjumlah 1.346.434 kunjungan. Secara kumulatif (Januari–Oktober 2020), jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 3,72 juta kunjungan. Angka itu turun sebesar 72,35 persen jika dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman pada periode yang sama tahun 2019 yang berjumlah 13,45 juta kunjungan.
Kunjungan wisman pada 3 (tiga) pintu besar dari 26 pintu masuk utama Oktober 2020 dibandingkan Oktober 2019, yaitu: Ngurah Rai mengalami penurunan sebesar -100%; Soekarno-Hatta mengalamipenurunan sebesar -94,46%; sertaBatam+Hang Nadim mengalami penurunan sebesar -98,85%. Dari sumber yang sama, berdasarkan kebangsaan, jumlah kunjungan wisman di seluruh pintu masuk tercatat jumlah kunjungan tertinggi, yaitu Timor Leste sejumlah 82.810 kunjungan, Malaysia 46.040 , Tiongkok 6.676, Amerika Serikat 3.124 , dan Belanda sejumlah 2.924 kunjungan.
Kebijakan Pemerintah
Selama ini sektor pariwisata merupakan salah satu leading sector yang diandalkan untuk mendulang devisa negara. Oleh karenanya, Pemerintah terlihat mati-matian mempertahankan sektor ini agar tidak kolaps. Ini terlihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan baik sebelum pandemi maupun setelah pandemi.
Menjelang diumumkannya secara resmi pandemi masuk ke Indonesia pada akhir Februari, pemerintah menyatakan akan memberi insentif berupa diskon perjalanan untuk mengoptimalkan pariwisata. Ini dilakukan untuk mengantisipasi penurunan wisman asal Cina sebagai negeri pusat pandemi global.
Saat itu, Menteri Perhubungan menargetkan diskon sebesar 30–40 persen di 10 destinasi yaitu antara lain Bali, Kupang, Sulawesi Utara, Bintan, Batam, Yogyakarta, Lombok, dan Labuan Bajo.
Kemudian, Pemerintah juga menganggarkan dana sebesar Rp72 miliar untuk mendanai pengguna media sosial atau influencer dalam paket insentif pariwisata. Tujuannya agar orang tetap mau melancong di tengah pandemi. Selain itu, ada untuk anggaran promosi sebesar Rp103 miliar dan juga untuk kegiatan turisme sebesar Rp25 miliar.
Ada pula insentif berupa diskon tiket pesawat yang diberikan mulai 1 Maret 2020 hingga sebesar 50 persen dari harga normal. Potongan harga untuk 25 persen kursi per pesawat yang terbang ke sepuluh destinasi pilihan selama tiga bulan sejak 1 Maret-31 Mei 2020.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas urusan pariwisata juga telah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lainnya untuk menindaklanjuti berbagai insentif tersebut.
Insentif berupa pajak hingga kebijakan sektor keuangan oleh Industri Keuangan Bank (IKB) dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) bagi para debitur industri parekraf. Kemudian ada juga, relaksasi kebijakan pemerintah daerah untuk wajib pajak di sektor pariwisata, relaksasi tarif listrik, dan penghapusan iuran BPJS Tenaga Kerja hingga tiga bulan setelah masa tanggap darurat dicabut.
Kemenparekraf juga telah mengucurkan dana hibah pariwisata sebesar Rp3,3 triliun. Dana Hibah Pariwisata merupakan hibah dana melalui mekanisme transfer ke daerah yang ditujukan kepada pemda serta usaha hotel dan restoran di 101 daerah kabupaten/kota. Beberapa kriteria yang disyaratkan, yaitu ibukota 34 provinsi, berada di 10 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP) dan 5 Destinasi Super Prioritas (DSP), daerah yang termasuk 100 Calendar of Event (COE), destinasi branding, juga daerah dengan pendapatan dari Pajak Hotel dan Pajak Restoran (PHPR) minimal 15 persen dari total PAD tahun anggaran 2019. Dana Hibah Pariwisata ini akan dilaksanakan hingga bulan Desember 2020.
Selain itu, Kemenparekraf mengeluarkan Panduan Protokol Kesehatan, Kebersihan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan atau yang lebih dikenal dengan Panduan Protokol berbasis CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environment Sustainability) bagi pelaku industri Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE). Panduan Protokol CHSE MICE ini menekankan pada penerapan prosedur standar pelaksanaan kegiatan wisata MICE yang disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan sehingga sektor ini dapat beradaptasi di tengah pandemi Covid-19.
Untuk memastikan protokol kesehatan berbasis CHSE berjalan dengan baik, Kemenparekraf menargetkan setidaknya 1.000 pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif di Bali tersertifikasi protokol kesehatan berbasis CHSE pada tahun ini.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio, dalam keterangan tertulisnya mengatakan prioritas kesehatan menjadi hal yang paling utama saat ini, maka pelaksanaan sertifikasi CHSE sangat penting untuk sektor pariwisata khususnya bagi pelaku usaha hotel dan restoran untuk memulihkan kepercayaan wisatawan. “Sampai saat ini, sebanyak 666 pelaku usaha di Bali sudah selesai disertifikasi secara gratis. Terdiri dari 313 hotel dan 352 restoran, dari 1.000 target pendaftar,” ujar Wishnutama.
Ia menjelaskan sertifikasi CHSE ini bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa produk dan pelayanan yang diberikan sudah memenuhi protokol kesehatan. Hal ini penting dilakukan untuk memulihkan kepercayaan wisatawan dan menciptakan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan saat berkunjung ke destinasi wisata yang sudah melakukan sertifikasi protokol kesehatan.
Salah satu upaya mendorong industri parekraf untuk melakukan dan memanfaatkan sertifikasi secara gratis, Kemenparekraf bersama dengan Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) menggelar sosialisasi panduan pelaksanaan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan dalam penyelenggaraan kegiatan.
Berbagai terobosan Pemerintah untuk mendongkrak pariwisata kenyataannya belum memberi hasil signifikan. Isu kesehatan terkait masih belum terkendalinya pandemi Covid-19 masih menjadi penghalang utama wisman untuk berkunjung. Oleh karenanya, keseriusan menangani pandemi menjadi kunci. (Dja).