hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

Pariwisata Diguyur Dana Hibah Rp3,3 Triliun

Meski mendapatkan bantuan dari pemerintah cukup besar, namun pengelola hotel dan restoran menilainya hanya untuk sekadar bertahan hidup.

Untuk mencegah kebangkrutan pelaku usaha di sektor pariwisata akibat terjangan pandemi Covid-19, pemerintah menggelontorkan dana jumbo sebesar Rp3,3 triliun. Dana hibah itu ditujukan untuk pengelola hotel dan restoran serta pemerintah daerah.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio, dalam keterangan tertulis menyatakan dana hibah pariwisata melalui Kementerian Keuangan merupakan bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).  “Untuk memanfaatkan program ini, para pelaku industri hotel dan restoran perlu memahami kriteria dan mekanisme dalam memperoleh dana hibah pariwisata ini,” kata Wishnutama.

Sebelum mendapatkan dana hibah tersebut, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi calon penerima yaitu  beroperasi di wilayah yang tercakup dalam 10 Destinasi Super Prioritas (DSP), 5 Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP), Ibu Kota Provinsi, Destinasi Branding, Daerah dengan Realisasi Pajak Hotel dan Restoran minimal 15 persen dari total PAD Tahun anggaran 2019, dan Daerah yang termasuk 100 Calender of Event.

Adapun pembagian dana hibah tersebut diberikan kepada pemerintah daerah sebesar 70 persen untuk dialokasikan sebagai bantuan langsung kepada industri hotel dan restoran. Sedangkan, 30 persen digunakan pemerintah daerah untuk penanganan dampak dari pandemi COVID-19 di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Hotel dan restoran penerima dana hibah adalah mereka yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan, antara lain sesuai database wajib pajak hotel dan restoran 2019 di daerah penerima hibah, masih berdiri dan masih beroperasi hingga pelaksanan dana hibah pariwisata pada Agustus 2020. Kemudian, hotel dan restoran yang memiliki perizinan berusaha yaitu Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) yang masih berlaku, serta yang membayarkan dan memiliki bukti pembayaran PHPR pada 2019.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, dana hibah pariwisata itu akan digunakan hanya untuk  bertahan hidup. Jika dihitung, jumlah dana hibah pariwisata tersebut sebenarnya tak banyak. “Nilainya pasti kecil jika dibandingkan biaya operasional ang sudah dikeluarkan selama lebih dari enam bulan ini,” kata Maulana dalam sesi webinar “Strategi Pemulihan ‘Bounce Back Quickly’ Pariwisata di Masa Pandemi”.

Biaya operasional yang harus dikeluarkan hotel sehari-harinya begitu besar karena okupansi yang sangat rendah. Dalam satu tahun, hotel biasa menghadapi periode low season selama tiga bulan. Selama tiga bulan tersebut, okupansi hotel berkisar antara 30-40 persen. oleh karenanya, bukan berarti hotel bisa mendapat keuntungan meski tetap buka pada masa pandemi. Bisa jadi tetap rugi, hanya saja kerugiannya lebih sedikit jika dibandingkan hotel tersebut tutup. (Kur).

pasang iklan di sini