
PeluangNews, Jakarta – Sudah bukan rahasia kalau pemerintahan yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto, akan menghentikan impor berbagai komoditas seperti daging, beras, gula bahkan garam.
Sejak awal kampanye Pilpres 2024 lalu, Prabowo menunjukkan sikap anti terhadap barang-barang impor. Dia selalu mengatakan bertekad untuk mengabdi kepada bangsa dan negara.
Memberdayakan produk dalam negeri bagian dari pengabdian kepada bangsa dan negara. Karena Indonesia dinilainya memiliki kekayaan alam yang melimpah, dengan wilayahnya yang luas.
Prabowo mengatakan Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri atau mandiri alias tidak bergantung pada negara lain. Kekayaan alam kita jangan sampai dibawa kabur keluar negeri. indonesia jangan menjadi kacung “asing” dan “aseng”. Begitu cuplikan salah satu sambutan saat Prabowo sebelum menjadi presiden.
Ternyata paradoks, lain ucapan dengan kenyataan. Setelah berkuasa, kini pemerintahannya tidak menghentikan impor pangan secara menyeluruh. Beberapa komoditas seperti gula, daging kerbau, dan daging sapi tetap dilakukan.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengakui bahwa sebelumnya pemerintah sudah memutuskan untuk menutup keran impor pangan pada 2025.
Namun tidak butuh lama, pemerintah mengumumkan untuk mengimpor raw sugar atau Gula Kristal Mentah (GKM) sebanyak 200.000 ton secara bertahap.
“Tadinya nggak ada yang direncanakan impor (gula), orang kita nggak mau impor kok,” kata Arief di Kantor Bapanas, Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Menurut dia, alasan kembali dibukanya keran impor gula adalah untuk penguatan stok cadangan pangan pemerintah (CPP) di BUMN Pangan.
“Jadi ini (gula) masuk stok ke BUMN, digiling, simpan jadi cadangan. Yang stok yang ada, gula kristal putihnya sekarang lepas karena mau Lebaran. Ini stok, kita punya 200.000 ton, kalau ini kita keluarin, ya ini masuk, simpan,” kata Arief
Meski begitu itu, dia memastikan pemerintah tidak mengimpor pangan lainnya di tahun ini, kecuali gula, daging kerbau, dan daging sapi. Sebab, produksi daging sapi dan daging kerbau tidak mencukupi stok di dalam negeri.
“Nggak (impor lagi), cuma gula, kerbau, sapi. Sapi dan kerbau karena produksi dalam negeri, sapi hidupnya hanya sekitar 60% sapi bakalan yang bisa dipotong. Sapi bakalan itu sapi datang, kecil, terus gemukin,” tuturnya.
Berdasarkan catatan, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan persetujuan impor daging sapi dan kerbau untuk mempercepat impor komoditas itu sekaligus memenuhi stok daging dalam negeri.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shofan Shofwan menyampaikan, persetujuan impor yang dikeluarkan yakni untuk daging sapi dan daging kerbau sebanyak 117.000 ton.
Ketua Asosiasi Pengusaha Protein Hewani Indonesia (APPHI) Ahmad Fahmi mengatakan, persetujuan impor untuk pengusaha swasta juga sudah terbit.
“Jadi pelaku usaha yang sekitar 80.000 ton hari ini keluar,” kata Fahmi.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat secara khusus adanya peningkatan impor yang signifikan terhadap komoditas kakao sebesar 119% secara bulanan pada Januari 2025.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, pada Senin (17/2/2025), menyampaikan total impor komoditas Kakao dan Olahannya (HS 18) senilai US $304,41 juta, naik dari Desember 2024 yang senilai US $140 juta.
Impor bahan baku kakao yang meningkat ini tercatat dilakukan dengan tujuan mendukung produksi olahan kakao Indonesia dalam kegiatan ekspor.
“Sebagian besar impor adalah bijih kakao, utuh/pecah, mentah/sangrai, difermentasi [HS 18010010] total US$266,51 juta,” kata dia.
Melihat dari sisi negara pemasok, Indonesia melakukan impor komoditas itu, khususnya dari Ekuador senilai US $136,79 juta.
Akibatnya lonjakan impor ini membuat Ekuador menjadi negara ketiga yang menyumbangkan defisit terbesar, yakni US $133,6 juta, terhadap neraca perdagangan Indonesia periode Januari 2025.
Secara volume pun importasi kakao dari Ekuador juga mencatatkan lonjakan dari 2.000 ton pada Desember 2024 menjadi 15.800 ton pada Januari 2025.
Pasalnya, kakao olahan merupakan salah satu produk ekspor unggulan Indonesia, utamanya untuk AS, India, dan China berupa mentega kakao, lemak, dan minyak kakao.
Indonesia juga melakukan impor kurma dengan volume mencapai 16.426 ton pada Januari 2025, dengan nilai US $20,68 juta atau sekitar Rp335,37 miliar (asumsi kurs Rp16.220 per dolar AS).
Jika dibandingkan dengan Desember 2024, volume impor kurma hanya mencapai 10.555 ton. Ini artinya, impor kurma melonjak 55,62% secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Januari 2025.
Amalia mengungkap kurma yang diimpor Indonesia didominasi dari Mesir dengan kontribusi sebesar 61,8% dari total impor pada Januari 2025.
“Kalau kita lihat dari negara asalnya, impor kurma terbesar berasal dari Mesir sebanyak 10,15 ribu ton dengan kira-kira share 61,8% terhadap total impor kurma Indonesia,” kata Amalia dalam rilis BPS, Senin (17/2/2025).
Menyusul, Arab Saudi dengan volume impor mencapai 1.880 ton kurma atau share 11,42%. Serta, Uni Emirat Arab (UEA) sekitar 1.760 ton kurma dengan share sebesar 10,71%.
Masalah impor komoditas tampaknya akan terus menjadi persoalan siapapun pemerintahan yang berkuasa kelak. Konsistensi pemerintah atas apa yang diucapkan dengan detail sangatlah dibutuhkan publik agar lebih jelas.
Untuk komoditas tertentu impor memang sangat dibutuhkan seperti kurma, tetapi untuk gula, beras dan daging sapi atau daging kerbau, Indonesia sangatlah mampu memproduksinya sendiri.
indonesia memiliki wilayah yang luas rasanya dapat menciptakan lahan produksi sendiri dengan membangun peternakan, dan perkebunan tebu untuk gula, sehingga tidak perlu membutuhkan komoditas impor. []