hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Wisata  

Panorama Ranah Maninjau dengan Episentrum Danau

Plesiran ke ranah asri Danau Maninjau makin kaya nuansa ketika melalui Kelok 44 (Kelok Ampek Puluah Ampek). Dari ketinggian Puncak Lawang, eloknya panorama danau mulai membelai pandangan mata. Teduh dan menenteramkan.

DANAU ini salah satu ikon klasik Provinsi Sumatera Barat. Sampai dengan akhir tahun 80-an, foto Danau Maninjau merupakan satu dari sedikit ‘identitas’ provinsi Urang Awak ini yang muncul di lembaran postcard. Pilihan populer lainnya—yang memang tak banyak dimunculkan sampai dengan masa itu, dan kini yang namanya postcard itu pun sudah jadi benda antik—adalah Jam Gadang Bukittinggi, Danau Singkarak, dan Ngarai Sianok Payakumbuh.

Inilah danau terluas kedua di Sumatera Barat, setelah Danau Singkarak; terluas ke-11 di Indonesia. Luasnya 129,69 km²; yang berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Di sekitar danau, yang secara geografi berada di ketinggian 461 mdpl, terdapat fasilitas wisata, seperti hotel (di antaranya Maninjau Indah Hotel, Pasir Panjang Permai), penginapan dan restoran. Danau ini sekaligus merupakan intake sungai yang dikenal dengan nama Batang Sri Antokan. Di salah satu bagian danau terdapat generator PLTA Maninjau.

Danau Maninjau terletak di Kecamatan Tanjung Raya, persis di jantung Kabupaten Agam. Jaraknya sekitar 140 kilometer sebelah utara Kota Padang, atau 36 km dari Bukittinggi, atau 27 km dari Lubuk Basung, ibu kota Kabupaten Agam. Danau vulkanik ini berada pada ketinggian hampir setengah kilometer dpl.

Daya tarik Danau Maninjau terletak pada keindahan panorama alamnya yang bisa dilihat dari kejauhan. Karenanya, kurang lengkap jika membahas Danau Maninjau tanpa membahas spot ideal untuk menikmatinya. Terutama bagi para pecinta fotografi, yang niscaya tidak hendak melewatkan keindahan tersebut tanpa mengabadikannya.

Danau Maninjau membentang seluas 100 km² dengan kedalaman rata-rata 105 m. Dengan begitu, Maninjau menjadi danau terluas ke-11 di Indonesia. Kaldera Maninjau (34,5 km x 12 km) ditempati oleh sebuah danau yang berukuran 8 km x 16,5 km (132 km2). Dinding kaldera Maninjau mempunyai 459 m dari permukaan danau yang kedalamannya maksimalnya mencapai 157 m.

Spot terbaik untuk menikmati pemandangan alami Danau Maninjau adalah dari tengah kawasan yang disebut Kelok 44 (baca: Kelok Ampek Puluah Ampek), yaitu dari Kelok 23 hingga Kelok 30. Oya, setiap kelokan (tikungan) dinamai sesuai dengan nomor urutnya. Khususnya di lokasi yang disebut Puncak Lawang. Di sekitar area inilah pemandangan bentangan danau yang dihiasi hamparan sawah nan subur terlihat sangat elok dan ikut menenteramkan hati siapa pun yang bersaksi di sana.

Pengemudi yang melewati Kelok 44 harus ekstrahati-hati. Tikungan hampir 360 derajat itu cukup berbahaya dan menuntut kewaspadaan pengemudi. Jangan abaikan tips untuk melewati Kelok 44 ini. Yakni, pastikan kondisi rem kendaraan anda masih tokcer, klakson dan mesin dalam kondisi baik. Kembang keempat ban mobil masih menggigit. Hindari membawa muatan berlebih dan di luar kemampuan kendaraan. Beri jalan kepada pengemudi yang datang dari arah bawah.

Tempat terbaik lainnya untuk menikmati view Danau Singkarak adalah dari Ambun Tanai. Lokasinya relatif cukup mudah untuk dijangkau. Dari pusat Kota Bukittinggi hanya perlu naik kendaraan pribadi sekitar1 jam perjalanan. Setiap liburan, akhir pecan, hari Sabtu dan Ahad, Ambun Tanai hampir selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan domestik. Bagusnya, di destinasi wisata keluarga ini juga disediakan aneka fasilitas permainan untuk anak-anak.

Rumah di sekitar Danau Maninjau kebanyakan masih berupa rumah adat. Di Minangkabau biasa disebut dengan Rumah Gadang atau Rumah Bagonjong. Danau ini dikelilingi bukit atau dinding kaldera. Dinding kaldera paling tinggi berada tak jauh dari sekitar danau bernama Puncak Lawang. Secara tak sengaja, kata lawang boleh juga diartikan ‘pintu’, sebagaimana dipahami dalam bahasa Jawa dan bahasa Melayu-Palembang.

DANAU Maninjau merupakan kaldera yang terbentuk dari letusan besar gunung api purba sekitar 52.000 tahun silam. Erupsi vulkanik itu menghamburkan 220-250 km3 material piroklastik. Kaldera (wajan) terbentuk akibat letusan gunung api strato komposit yang berkembang di zona tektonik sistem Sesar Besar Sumatera yang bernama Gunung Sitinjau. Kaldera tersebut perlahan terisi air dan berubah menjadi danau. Proses pembentukannya seperti Danau Toba di Sumut dan Danau Batur di Bali.

Sebagaimana tadi disinggung, Danau Maninjau punya ikatan yang erat dengan Gunung Tinjau/Sitinjau. Letusan Gunung purba jutaan tahun lalu itulah yang menghasilkan danau seluas 99,5 km². Jika diukur dengan teknologi saat ini, letusan gunung itu menghamburkan 220-250 km³ material piroklastik. Karenanya, keberadaan gunung tersebut secara periodik tetap dipantau. Meski statusnya mati, Gunung Tinjau bisa saja dapat tiba-tiba aktif. Tahun 2010 lalu, smpat ada aktivitas vulkanik penyebab kematian ratusan ikan di Danau Maninjau.

Bagi para wisatawan yang memiliki hobi memancing, Maninjau tentulah bukan tempat yang asing. Ikan yang dapat ditangkap para pemancing sangat bervariasi. Namun, biasanya para pemancing sering mendapatkan ikan nila dan ikan mas. Jenis ikan khas di sini adalah ikan Bilih. Selain di Maninjau, ikan yang rasanya luar biasa nikmat ini hanya terdapat di Danau Singkarak. Dengan populasi ikannya yang kaya, di danau ini masyarakat membudidayakan ikan dengan metode Keramba Jaring Apung.

Perairan danau ini terukti menjadi tumpuan penghasilan masyarakat sekitar. Pernah suatu masa kawasan ini mengalami cuaca buruk, sehingga tangkapan para nelayan jauh lebih sedikit dari jumlah yang biasa mereka dapatkan. Mereka jelas merugi. Total kerugian mencapai 50 ton atau senilai Rp1,5 miliar. Angka yang sangat fantastis yang dihadiahkan oleh kedermawanan Danau Maninjau, bukan?

Sebagai salah satu destinasi yang cantik di antara banyak destinasi fantastis di Provinsi Sumatera Barat, Danau Maninjau tak pernah sepi pengunjung. Suasana di sekitar Danau Maninjau yang masih virgin alami dan rapat ditumbuhi aneka pepohonan sangat cocok untuk pelancong yang butuh menyepi, menyingkir sejenak dari hingar bingar rutinitas untuk meraih ketenangan jiwa atau kenyamanan batin di sini.

Silakan cermati Taman Muko-Muko. Ini fasilitas baru yang sengaja dibangun di dekat PLTA. Kawasan yang mempunyai spot cantik ini selalu dijadikan kawasan wajib kunjung. Di sini  tersedia arena bermain untuk anak-anak yang pastinya akan membuat anda sekeluarga betah berlama-lama menikmati kawasan ini.

Tak boleh lupa, jika hadir di sini, mengunjungi Museum Buya Hamka. Tepatnya berada di tepi danau. Museum ini merupakan hasil renovasi dari rumah masa kecil Buya Hamka. Di tempat ini bisa ditemui koleksi tokoh pendiri Majalah Panji Masyarakat dan ulama terhormat yang sebagian besar pengabdiannya dicurahkan di Masjid Agung Al-Azhar, Blok M, Jakarta Selatan.

Lanjut ke Desa Wisata Kota Malintang. Inilah kawasan terakhir yang amat layak dikunjungi bila anda berada di sini. Desa itu terletak di kaki Bukit Barisan. Keistimewaan Desa ini jadi istimewa karena merupakan penghasil durian yang sangat nikmat. Bagusnya pula, di sini dikenal tradisi balanggae yang tujuannya untuk menghindari pencurian durian. Jadi, warga yang tidak memiliki pohon durian hanya boleh mengambilnya pada pukul 4 pagi hingga pukul 6 pagi.

Berada di ketinggian 461,5 meter dari permukaan laut, Danau Maninjau merupakan latar belakang fisik-sosial untuk berbagai karya pustaka anak bangsa. Mulai dari lukisan hingga berbagai kisah fiksi (erpen, roman/novel). Keelokan ranah Maninjau diabadikan dengan akurat sebagai latar cerita novel dan film karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), yaitu Tenggelamnya Kapal van der Wijck .

Buya Hamka, atau lengkapnya Prof DR H Abdul Malik Karim Amrullah gelar Datuk Indomo, adalah putra daerah asli Maninjau. Buya Hamka lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, 17 Februari 1908, meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun, adalah seorang ulama besar dan sastrawan terkemuka di ranah Nusantara, termasuk Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura.

Upaya pengembangan pariwisata di Danau Maninjau adalah langkah positif yang patut didukung. Khususnya oleh pemerintah. Rencana pembangunan cable car (kereta gantung) misalnya adalah terobosan bagus. Dipopulerkan Desa Wisata yang, selain memiliki makanan khas, juga punya pemandangan alam nan rancak. Desa Wisata itu punya produk unggulan ekonomi kreatif seperti tenun, songket, dan produk-produk kerajinan tangan lainnya. “Apalagi di sini ada kuliner khas Danau Maninjau yakni Rinuak/Bilih. Ini perlu makin dikembangkan dengan mengadaptasi pemanfaatan teknologi,” ujar Menparekraf, Sandiaga Salahuddin Uno.●(dd)

pasang iklan di sini