JAKARTA—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mengadakan pertemuan di Gedung OJK, Wisma Mulia, Jakarta, Jumat (14/12/2018). Kedua kembaga ini membahas 1.330 korban pengguna pinjaman daring (online) yang ditampung Pos Pengaduan Pinjaman Online oleh LBH, Jakarta.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Hendrikus Passagi meminta lBH Pengaduan konsumen mau bekerja sama untuk mengungkap fintech nakal dengan memberikan data lengkap. Dia menegaskan, OJK akan mencabut izin penyelenggara pinjaman berbasis daring alias financial technology (fintech) peer to peer lending nakal.
“Prinsipnya adalah siapa pun yang bersalah, harus mendapat tindakan yang tegas. Kalau ada fintech peer to peer lending kami yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran, kami tidak akan ragu untuk mencabut tanda terdaftarnya. Kami membangun fintech peer to peer lending yang sehat, kuat, dan benar-benar membawa manfaat kepada masyarakat luas bukan yang menyakiti masyarakat, ” cetus dia geram.
Menurut dia saat ini, ada sebanyak 78 penyelenggara fintech peer to peer lending yang berizin dan terdaftar di OJK. Sementara data Satgas Waspada Investasi menyatakan ada 404 penyelenggara pinjaman daring yang sudah dibekukan. Bahkan Satgas Waspada Investasi kembali menemukan puluhan penyelenggara pinjaman daring ilegal.
Hendrikus menyatakan, temuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta berdasar atas laporan dan aduan korban pinjaman daring, ternyata sebanyak 25 fintech berizin melakukan pelanggaran. Namun dari hasil diskusi antara OJK, LBH Jakarta, dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), menyepakati nama-nama penyelenggara fintech nakal diberi inisial.
“Kami ingin mengambil tindakan tapi kami harus memiliki informasi (pelanggaran fintech) yang selengkap-lengkapnya lebih detail,” pungkasnya.