Koperasi seyogyanya tidak hanya membiayai usaha eksisting saja, tetapi harus berani menumbuhkan usaha baru. Hal ini merupakan salah satu model pembiayaan ala Kopsyah BMI atau dikenal dengan Model BMI Syariah
KETIMPANGAN ekonomi merupakan masalah klasik yang hingga kini belum teratasi. Penguasaan aset-aset produktif yang terkonsentrasi pada segelintir orang menjadi biang keladinya. Akibatnya tidak terjadi redistribusi kesejahteraan terutama di lapis akar rumput.
Koperasi yang digadang sebagai sokoguru perekonomian seyogyanya hadir mengatasi masalah tersebut. Hal itu ditegaskan oleh Kamaruddin Batubara, Presiden Direktur Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (Kopsyah BMI). “Koperasi harus berperan untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan anggota serta masyarakat,” ujar Kamaruddin, atau biasa disapa Bara.
Di bawah komando Bara, ungkapan tersebut telah diwujudkan oleh Kopsyah BMI. Melalui lima instrumen pemberdayaan, Koperasi yang berbasis di Provinsi Banten ini terus melayani anggota demi terwujudnya pemerataan dan kemandirian ekonomi.
Seperti diketahui, kelima instrumen pemberdayaan Kopsyah BMI yaitu Sedekah, pinjaman, pembiayaan, tabungan/simpanan dan investasi. Kelima instrumen tersebut berbasiskan nilai dan norma syariah yang menjadi pegangan utamanya.
Dalam hal pembiayaan, Koperasi yang telah menorehkan prestasi tingkat nasional ini ditujukan kepada usaha mikro. Uniknya, anggota tidak perlu menyertakan agunan untuk menerima pembiayaan.
Selain disalurkan kepada anggota yang punya usaha, Kopsyah BMI pun bertindak out of the box dengan memberikan pinjaman terlebih dahulu kepada anggota yang belum memiliki usaha. “Koperasi harus berani menumbuhkan usaha baru, jangan hanya membiayai yang eksisting saja. Istilahnya jangan hanya berburu di kebun binatang, tetapi harus berani ke hutan belantara,” ungkap Bara.
Sebagai pelaku yang lama bergelut dengan usaha mikro, pendampingan menjadi kunci untuk terjaganya kualitas pembiayaan. Ini pun dilakukan Kopsyah BMI untuk memastikan usaha anggotanya berjalan lancar. Sebaran sektor usaha yang dibiayai pun beragam dari perdagangan sampai pertanian.
Meski pembiayaannya tanpa menyertakan agunan, nyatanya angka pembiayaan bermasalah (non performing financing) sangat rendah, hanya 0,3%. Jika dibandingkan ketentuan NPF di industri perbankan yaitu dibawah 5%, jelas pembiayaan Kopsyah BMI sangat berkualitas.
Bara menambahkan, Kopsyah BMI juga memiliki lima pilar pemberdayaan yang meliputi ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan spiritual. Dengan kelima pilarnya tersebut, Koperasi ini menjadi “kiblat” baru bagi koperasi lain. Ini salah satunya dibuktikan dengan banyaknya koperasi yang melakukan studi banding ke Kopsyah BMI. Selain itu, Bara pun kerap diundang berbagai instansi untuk sharing atas keberhasilannya menerapkan model bisnis tersebut yang sejalan dengan prinsip dan jatidiri koperasi.
Kesuksesan Kopsyah BMI menerapkan model bisnisnya untuk pemerataan ekonomi telah diakui banyak pihak. Pemerintah Kabupaten Tangerang pun memberi kepercayaan kepada Kopsyah BMI untuk mengoptimalkan aset Pemkab yaitu Gerai Tangerang Gemilang (GTG). Melalui Koperasi Konsumen Benteng Muamalah Indonesia (Kopmen BMI) yang merupakan bagian dari Kopsyah BMI, GTG disulap menjadi etalase untuk memasarkan produk usaha mikro milik anggotanya.
Sekadar informasi, di GTG selain menjual aneka produk usaha mikro, ada pula Cafe Kopi Rindoe Benteng yang instagramable, aneka kuliner khas Kab. Tangerang, serta panggung seni dan budaya. Bisa dikatakan kini GTG telah menjadi magnet tempat berkumpulnya berbagai komunitas dan sarana pemasaran usaha mikro yang efektif.
NAZIR WAKAF TERBAIK
Konsistensi dan kompetensi Kopsyah BMI dalam menjalankan pilar pemberdayaan sosial menuai prestasi. Penghimpunan dana zakat, infak, sedekah dan wakaf (Ziswaf) telah diakui oleh Pemerintah. Ini dibuktikan dengan diterimanya penghargaan dari Kementerian Koperasi dan UKM sebagai Nazir Wakaf Terbaik. Adapun nilai penghimpunan dana Wakaf sebesar Rp7,2 miliar. Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki kepada Bara.
Menkop dan UKM Teten menyampaikan, saat ini struktur ekonomi berbentuk piramida, yang puncaknya diisi oleh usaha besar, paling bawah justru banyak usaha kecil. Kondisi ini harusnya dibalik, bagaimana usaha yang menengah ini naik ke usaha besar, supaya strukturnya lebih adil.
Upaya itu harus didorong dari sisi pembiayaan dengan pemberdayaan melalui komunitas sistem kluster kelompok berdasarkan jenis usaha, komunitas atau wilayah, agar realisasi pembiayaan bisa lebih masif.
Selain itu, Kemenkop dan UKM juga mendorong peran KSPPS dalam pengembangan unit tamwil (bisnis) dan unit mal (sosial), antara lain melalui pendayagunaan Ziswaf. Hal itu sejalan dengan agenda yang sudah dilakukan Kopsyah BMI sejak lama.
Dalam pengelolaan Wakaf ini, Kopsyah BMI memiliki cita-cita besar untuk membangun rumah sakit gratis; sekolah TK hingga Perguruan Tinggi; lahan sawah seluas 100 Ha; dan masjid. “Percayakan dana wakaf Anda kepada kami agar cita-cita tersebut terealisasi,” ungkap Bara.
HIBAH RUMAH SIAP HUNI
Tanggung jawab sosial Kopsyah BMI untuk pemerataan ekonomi juga diwujudkan melalui Hibah Rumah Siap Huni. Saat ini, rumah hibah yang sudah diserahkan kepada yang berhak mencapai 228 unit. Sebagian sumber dana pembangunan rumah ini berasal dari Dana Kebajikan.
Perlu diketahui, sebelum direnovasi kondisi rumah sangat tidak layak huni. Kopsyah BMI hadir untuk membangun rumah agar bisa layak huni. “Hibah rumah ini merupakan ikhtiar kami untuk pemerataan ekonomi,” ungkap Bara.
Program hibah rumah layak huni itu juga sejalan dengan agenda global yaitu tujuan pembangunan berkelanjutan. Dimana salah satu tujuannya adalah tersedianya hunian yang layak bagi masyarakat.
AGAR SYARIAH LEBIH BERGAIRAH
Sebagai salah satu pelaku ekonomi dan keuangan syariah, Bara memiliki pandangan tersendiri terhadap perkembangan industri syariah. “Perlu dilakukan terobosan agar keuangan syariah lebih cepat berkembang,” ujar Bara, Tokoh Koperasi yang sarat prestasi ini.
Pertama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus melahirkan kebijakan yang membedakan perlakuan sistem syariah dengan konvensional. Sampai saat ini, kata Bara, perbedaan baru sebatas akad.
Perlakuan itu adalah fokus pinjaman/pembiayaan yang tepat sasaran untuk produksi dan infrastruktur melalui pendampingan. Lebih dari hanya sekadar penyaluran pinjaman/pembiayaan.
Kedua, sejatinya jika sistem syariah dijalankan dengan benar, maka lembaga yang pas untuk mengimplementasikannya adalah Koperasi. Sebab, syariah itu mengedepankan gotong royong dan kekeluargaan dalam upaya pemerataan ekonomi yang sesuai dengan jatidiri koperasi.
Kopsyah BMI telah membuktikan dengan mendirikan koperasi retail (Kopmen BMI) yang modalnya secara gotong royong hanya 100 ribu perorang dari 75.000 orang sehingga terkumpul Rp7,5 miliar. Saat ini Kopmen BMI mengelola 4 unit toko bangunan dengan omzet Rp3 miliar perbulan dan terus bertumbuh. Selain itu mengelola 3 unit minimarket, 3 unit grosir dan 1 unit kafe.
Ketiga, pemerataan bisa diwujudkan jika pembiayaan yang disalurkan dipastikan untuk memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggota atau debitur.
Ini berarti koperasi/bank “menciptakan” pilihan usaha bagi anggota/debitur melalui pelatihan dan pendampingan. “Ini sudah kami jalankan,” pungkas Bara. (Kur)