hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

Menyoal Regulasi Mangkrak

Rentang 75 tahun usia Gerakan Koperasi Indonesia bukan waktu yang singkat. Jika referensinya merujuk pada kemajuan koperasi di mancanegara, maka sudah sepantasnya koperasi di negeri ini jadi tulang punggung perekonomian nasional.  Sayangnya koperasi kita masih kedodoran di sektor tata kelola, sumber daya manusia dan regulasi yang tumpang tindih.

Di rentang waktu relatif panjang itu, regulasi koperasi mengalami bongkar pasang tak berkesudahan. Sejak Undang-undang koperasi  pertama terbit pada 1958, hingga kini koperasi sudah mengalami perubahan 5 Undang-undang melalui kebijakan tiga rezim pemerintahan. Era Orde Lama adalah UU No. 79 Tahun 1958 yang disempurnakan jadi UU No. 14 Tahun 1965. Saat Orde Baru bangkit, diubah dengan UU No. 12 Tahun 1967 dan dilengkapi dengan UU No. 25 Tahun 1992. Memasuki Era Reformasi, diganti lagi dengan UU No. 17 tahun 2012. Namun sayangnya Undang-undang terakhir ini berusia pendek. Mahkamah Konsitusi menganulir Undang-undang Koperasi terbaru ini karena sarat dengan kepentingan pemodal (kapitalis).

Maka, sambil menunggu lahirnya Kembali Undang-undang yang baru, kini tengah dalam pembahasan Tim Pokja yang dibentuk Kementerian Koperasi UKM, untuk sementara masyarakat koperasi harus puas kembali ke rezim UU No. 25/1992.

Seiring peringatan 75 tahun Gerakan Koperasi Indonesia, Majalah Peluang menghimpun pendapat dari para pelaku dan pemerhati perkoperasian tentang seperti apa bangun usaha koperasi ke depan. Terbitnya regulasi baru pengganti UU No. 25 Tahun 1992 sudah merupakan keinginan bersama karena dalam konteks era digitaliasi, Undang-undang berumur 30 tahun ini sudah out of date. Ada keinginan perlunya dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi seperti halnya di perbankan. Hal itu guna membangun posisi tawar koperasi sektor simpan pinjam ke arah lebih bermartabat.

Koperasi juga dinilai rentan dari infiltrasi kepentingan politik, bahkan sudah pemandangan biasa. Jika koperasi acap jadi objek kampanye para politisasi yang akan menunu ke kursi parlemen. Kendati campur tangan pemerintah masih kuat di perkoperasian, namun kebijakan itu dipandang perlu, mengingat masih sangat sedikit jumlah koperasi hebat dan yang sadar tata kelola usahai.

pasang iklan di sini