
Peluang News, Jakarta – Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan bahwa Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah ada dalam Undang-undang (UU) dan bersifat sukarela.
“Karena asal muasalnya begitu ya, ini untuk yang namanya menabung dipaksa nggak? Kata menabung itu bukan kata yang punya definisi memaksa,” kata Suharso, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Namun, jelas Suharso, pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk membahas kembali terkait kebijakan Tapera.
“Jadi misalnya, saya pernah ditanya begini saya kasih contoh tabungan haji, orang yang mau naik haji, dia nabung, satu ketika dia bisa naik haji, kalau ini ya untuk bisa beli rumah sesuai kapastias dia menabung,” ungkap Suharso.
Ide Tapera, menurut Suharso, merupakan kepercayaan publik kepada pemerintah. Dengan demikian, pemerintah harus memproduktifkan tabungan tersebut sehingga masyarakat menabung memiliki arti.
Tapera, kata Suharso, merupakan akumulasi modal oleh masyarakat yang bersifat sukarela. Suharso menyampaikan hal tersebut juga dipelajari olehnya dari Singapura.
“Saya belajar dari Singapura yang punya CPF itu, tapi untuk penduduk yang sudah establish dari hal penghasilan pendapatan dan pekerjaannya, dan kita jauh lebih besar dari Singapura backlog kekurangnya bisa 2-2,5 kali jumlah penduduk Singapura tiap tahun,” ucap Menteri PPN Suharso dengan tegas.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda menilai kalau Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) akan lebih menguntungkan pihak pemerintah dibanding para pelaku usaha dan pekerja.
Menurutnya, permasalahan Tapera ini mencuat setelah Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.
Sebab, kebijakan tersebut dianggap memberatkan pekerja yang harus diwajibkan ikut dalam kepesertaan Tapera. Iuran kepesertaannya pun cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah.
“Jika pekerja berpendapatan di atas UMR, maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5 persen. Di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, tentu potongan tersebut sangat memberatkan. Wajar terdapat penolakan dari dunia usaha hingga asosiasi driver ojek online,” kata Huda, dalam keterangan persnya, yang dikutip pada Rabu (5/6/2024).
Sebelumnya, Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menegaskan bahwa program Tapera bukan bersifat iuran atau memotong gaji pekerja. Moeldoko mengklaim bahwa Tapera merupakan program dengan sistem menabung sehingga pekerja yang sudah mempunyai rumah pun bisa mencairkan dana ketika pensiun.
“Jadi saya ingin tekankan Tapera ini bukan potong gaji atau bukan iuran, Tapera ini adalah tabungan. Dalam UU memang mewajibkan. Bentuknya nanti bagi mereka yang sudah punya rumah bagaimana apakah harus membangun rumah? Nanti pada ujungnya pada saat usia pensiun selesai, bisa ditarik dengan uang atau pemupukan yang terjadi,” kata Moeldoko dalam jumpa awak media tentang program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di Gedung Bina Graha, Jakarta Pusat, Jumat (31/5/2024).
Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini masih menggodok dalam merancang skema terbaik dalam memenuhi kebutuhan rumah rakyat. Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa ke depan pemerintah juga akan melakukan komunikasi dengan pemangku kepentingan terkait sebelum kebijakan yang tengah menjadi sorotan itu terlaksana pada 2027.
“Kami masih ada waktu sampai 2027. Jadi masih ada kesempatan untuk konsultatif, nggak usah khawatir,” ucapnya. (Aji)