
Peluang News, Jakarta – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman memaparkan kriteria UMKM yang memenuhi syarat untuk masuk dalam daftar penghapusan piutang berdasarkan regulasi terbaru yang disahkan di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan ini merupakan bentuk affirmative action sekaligus komitmen negara untuk meringankan beban rakyat.
Menteri Maman menjelaskan bahwa meskipun kebijakan ini sangat positif, Kementerian UMKM juga memiliki tanggung jawab untuk mencegah terjadinya moral hazard. Hal ini penting agar pengusaha UMKM tetap menjaga disiplin dalam pengelolaan keuangan mereka dan tidak hanya bergantung pada kebijakan serupa di masa depan.
“Sebanyak sekitar 1 juta nasabah pengusaha UMKM yang sebelumnya tercatat dalam daftar hapus buku Bank Himbara akan mendapatkan fasilitas penghapusan piutang,” kata Menteri Maman di Jakarta, Rabu (08/01/2025).
Menurut Menteri Maman, ada tiga kriteria utama bagi UMKM yang dapat menerima fasilitas penghapusan piutang ini:
1. Batas Maksimal Piutang
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet pada UMKM, piutang maksimal yang dapat dihapus adalah sebesar Rp500 juta.
2. Masa Daftar Hapus Buku
UMKM tersebut harus telah masuk dalam daftar hapus buku Bank Himbara setidaknya 5 tahun sebelum PP ini diberlakukan.
3. Ketidakmampuan Membayar dan Tanpa Agunan
Pengusaha UMKM yang masuk dalam daftar ini adalah mereka yang sudah tidak mampu membayar utang dan tidak lagi memiliki agunan.
Menteri Maman juga menekankan bahwa bagi UMKM yang tidak memenuhi kriteria penghapusan piutang, Kementerian tetap memberikan dukungan berupa akses ke fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mendorong pertumbuhan usaha mereka.
“Bagi yang sudah mengakses KUR, mereka tidak dapat masuk dalam daftar penghapusan piutang karena fasilitas KUR sudah dilengkapi dengan asuransi atau jaminan,” jelasnya.
Maman menjelaskan, penerima KUR dengan nominal di bawah Rp100 juta tidak diwajibkan memberikan agunan, dan hanya dikenakan bunga flat sebesar 6 persen. Jika terjadi pelanggaran terhadap aturan tersebut, masyarakat diimbau untuk melapor langsung ke Kementerian UMKM.
Untuk mencegah ketidaksesuaian dalam implementasi kebijakan ini, Kementerian UMKM juga telah mengajukan inovasi ke OJK berupa sistem Innovative Credit Scoring (ICS).
“Ke depan, proses pengajuan pembiayaan UMKM tidak hanya akan didasarkan pada agunan, tetapi juga menggunakan data alternatif seperti pemakaian listrik, aktivitas telekomunikasi, kepesertaan BPJS, dan transaksi e-commerce,” ujar Menteri Maman.
Dengan berbagai langkah tersebut, pemerintah berupaya memastikan bahwa kebijakan penghapusan piutang tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga mendukung keberlanjutan usaha UMKM di Indonesia. (Aji)