hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

MenKopUKM : Pentingnya Percepatan Program Pengembangan Ekosistem KUMKM

Jakarta (Peluang) : Diperlukan kolaborasi  untuk peningkatkan produktivitas koperasi dan usaha mikro kecil menengah (KUMKM) dalam rantai pasok.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenKopUKM) Teten Masduki menekankan pentingnya percepatan program pengembangan ekosistem bagi KUMKM). Di antaranya meningkatkan kemitraan usaha antara UMKM dengan usaha besar, serta  kapasitas usaha dan akses pembiayaan.

“Sebanyak 93 persen usaha mikro dan kecil belum menjalin kemitraan dengan usaha besar. Akses pembiayaan juga dirasa masih cukup sulit bagi UMKM,” kata MenKopUKM Teten Masduki saat membuka acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Koperasi, UMKM, dan Kewirausahaan Tahun 2022, di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (13/10/2022).

Teten menegaskan, hal tersebut menjadi tantangan besar bagi UMKM untuk meningkatkan produktivitas ataupun masuk ke dalam rantai pasok. 

Maka itu, diperlukan dukungan serta kolaborasi dari seluruh stakeholder untuk mengatasi tantangan tersebut. 

Dengan kolaborasi itu, Teten berharap dapat memaksimalkan output potensial, sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat secara berkelanjutan.

Lebih lanjut Teten mengatakan, akses pembiayaan bagi koperasi dan UMKM akan diperbesar dengan target  30 persen kredit perbankan untuk pelaku UMKM. 

“Memang, ada  kredit usaha rakyat (KUR) Rp100 juta yang tanpa agunan. Namun, praktiknya di lapangan masih sulit,” ucap mantan Ketua Dewan Pembina Bulog ini.

Oleh karena itu, Teten meminta pihak perbankan untuk mengubah pendekatan kredit, dari agunan ke kelayakan usaha. “Harus dengan sistem digital dalam menilai kinerja UMKM, sehingga memudahkan bagi credit scoring UMKM,” tambahnya.

Maka, MenKopUKM mendorong laporan keuangan UMKM dengan sistem digital. Sebab, selama ini  masih banyak UMKM dengan model laporan keuangan keluarga. “Dengan sama-sama digital, maka akan klop bertemu antara UMKM dengan perbankan,” ujarnya.

Lebih dari itu,  Teten juga mendorong UMKM untuk memiliki business plan agar memudahkan investor masuk. Selain memudahkan bank menyalurkan kredit. 

“Kami sudah membangun Smesco Hub Timur di Bali untuk mengembangkan pasar produk UMKM wilayah Timur Indonesia,” kata MenKopUKM.

Untuk UMKM naik kelas, Teten meminta agar lebih selektif. Terutama UMKM yang memang memenuhi syarat untuk bisa scalling up. 

“Harus bisa menjadi bagian dari rantai pasok yang terintegrasi dengan industri besar. Tanpa itu, UMKM susah untuk naik kelas,” tegas Teten

Saat ini, baru sekitar 4,1 persen UMKM yang masuk ke dalam Global Value Chain. Maka, ekspor UMKM pun terbilang masih rendah. “Tapi, dengan kemitraan tadi, bila industri meningkat maka UMKM pun ikut terkerek naik,” sambungnya.

Sementara untuk meningkatkan kualitas produk UMKM setara dengan industri, MenKopUKM sudah menggulirkan program Rumah Produksi Bersama (Factory Sharing) untuk sektor-sektor usaha seperti kuliner, kosmetik, dan fesyen. 

Perguruan tinggi juga didorong untuk membangun inkubator bisnis yang terintegrasi dengan risetnya.

 “Jadi, kami akan mendorong UMKM yang naik kelas itu yang berbasis high tech,” kata Teten.

Program percepatan lainnya adalah memberikan kemudahan perizinan dari informal ke formal, termasuk di dalamnya izin edar produk UMKM dari Badan POM. 

Selain itu menurutnya, kementerian juga  akan lebih mengefektifkan program belanja pemerintah 40 persen untuk produk UMKM dalam e-Katalog dan katalog daerah. Termasuk belanja BUMN agar bisa masuk rantai pasok industri. 

“Jangan sampai e-Katalog didominasi produk-produk usaha besar. Maka, UMKM perlu pendampingan,” ucap MenKopUKM.

Terkait koperasi bermasalah, Teten menegaskan akan memperketat pengawasan koperasi, khususnya KSP. 

Bagi MenkopUKM, usaha besar tidak boleh ikut mendirikan koperasi. Karena, sejatinya, koperasi adalah close loop system, yakni wadah usaha untuk pelaku usaha kecil. 

Jika ada koperasi yang melakukan praktik shadow banking, Teten mendorong mereka untuk berubah menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Di samping itu, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKopUKM) juga terus memperkuat koperasi di sektor pangan lewat Program Korporatisasi Petani. Salah satunya, mendorong petani sawit membangun koperasi untuk mendirikan industri atau pabrik minyak makan merah.

Di sektor kelautan, akan dibangun banyak SPBU khusus untuk melayani kebutuhan BBM bersubsidi yang dibutuhkan nelayan di seluruh Indonesia. Saat ini, dari 11 ribu desa nelayan yang ada, hanya memiliki sekitar 388 SPBU nelayan.

“Para nelayan akan terdata secara digital by name, by address dan by volume, lewat platfrom MyPertamina.Sehingga, nantinya tidak akan ada lagi penyelundupan solar bersubsidi,” pungkasnya. (S1).

pasang iklan di sini