Perkembangan kinerja perbankan syariah di Indonesia memang terlihat cukup menjanjikan. Per Desember 2024, pangsa pasar perbankan syariah mencapai 7,72%, meningkat dibandingkan dengan posisi Desember 2023 yaitu sebesar 7,44%. Toh, jika melihat besarnya potensi pasar keuangan halal di Indonesia, ruang bagi industri perbankan syariah untuk tumbuh masih sangat terbuka lebar.
Meningkatnya kesadaran dan trend sustainability dalam dunia bisnis menjadi angin segar bagi industri perbankan syariah. Prinsip keberlanjutan, pemberdayaan Masyarakat, tanggung jawab sosial dan lingkungan, integritas merupakan kata kunci terdapat pada nilai sustainability, atau ESG, tetapi juga menjadi nilai sentral dalam prinsip keuangan syariah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae mengatakan meski harus menghadapi tantangan ekonomi global dan domestik yang masih cukup kuat, OJK melihat bahwa peluang keuangan syariah, termasuk perbankan syariah masih terbuka lebar dengan memanfaatkan niche market dan mendorong terus produk keuangan alternatif yang memiliki keunikan syariah.
Sebagian pelaku industri perbankan syariah bahkan optimistis untuk dapat mendorong peran ekonomi syariah agar tak lagi diperlakukan sebagai niche (ceruk pasar), tetapi menjadi mainstream alias pasar utama. Dengan begitu, layanan perbankan syariah tak lagi dianggap sebagai pelengkap perbankan konvensional.
OJK sendiri telah menetapkan lima arah kebijakan yang akan didorong untuk meningkatkan economic of scale sekaligus keunikan model bisnis industri perbankan syariah.
Pertama, Konsolidasi Bank Syariah dan penguatan UUS dilakukan dengan mendukung proses spin-off melalui koordinasi dengan stakeholders dalam proses perizinan serta kemudahan BUS hasil spin-off untuk melakukan sinergi dengan Bank Induk.
Kedua, Finalisasi pembentukan Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS) sebagai bentuk komitmen OJK dalam memperkuat tata kelola syariah pada industri keuangan syariah nasional.
Ketiga, melanjutkan penyusunan pedoman produk perbankan syariah sehingga memberikan kesamaan pandang dalam implementasinya. Pengembangan produk dengan karakteristik syariah juga akan terus dilakukan sejalan dengan poin penguatan keuangan syariah.
Keempat, mendorong penguatan peran perbankan syariah dalam ekosistem ekonomi syariah melalui perluasan akses layanan perbankan syariah dalam ekosistem ekonomi syariah, diantaranya melalui sinergi dengan Lembaga Jasa Keuangan Syariah lainnya, Pemerintah, dan industri halal.
Kelima, peningkatan peran perbankan syariah di sektor UMKM dengan peningkatan akses dan pendampingan perbankan syariah di sektor UMK unbankable melalui instrumen keuangan sosial syariah.
“Kelima kebijakan ini diharapkan menjadi game changer bagi pengembangan industri perbankan syariah,” ujar Dian Ediana Rae.
Hingga Desember 2024, total aset yang dibukukan perbankan syariah di Indonesia mencapai Rp980,30 triliun, tumbuh 9,88% secara year-on-year.
Dari sisi intermediasi, total penyaluran pembiayaan tercatat sebesar Rp643,55 triliun atau tumbuh 9,92% yoy sejalan dengan pertumbuhan industri perbankan nasional. Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun sebesar Rp753,60 triliun atau tumbuh sekitar 10% yoy, jauh di atas pertumbuhan industri perbankan nasional yang berada dalam kisaran 4-5%.
Sebagian besar pembiayaan disalurkan ke sektor perumahan (KPR) dengan proporsi sekitar 23%. Sebagiabn lain disalurkan sebagai pembiayaan UMKM, mencapai sekitar 16-17%.
Perkembangan Ekosistem Syariah
Sejalan dengan tumbuhnya perbankan syariah, Bank Indonesia mencermati kinerja ekonomi dan keuangan syariah Indonesia terus menunjukkan tren positif sepanjang 2024 sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor unggulan halal value chain (HVC) terus tumbuh dan menopang lebih dari 25% ekonomi nasional, didorong oleh kinerja sektor Makanan-Minuman Halal dan Fesyen Muslim, Pariwisata Ramah Muslim, dan Pertanian.
Bank Sentral juga mengungkapkan capaian intermediasi perbankan syariah terus mencatat pertumbuhan positif dan menunjukkan ketahanan industri keuangan syariah tercermin dari pembiayaan perbankan syariah yang mencatatkan pertumbuhan 9,87% (yoy) pada Desember 2024 dan kinerja keuangan sosial syariah pada 2024 tumbuh 4,7% (yoy).
Di samping itu, Indeks Literasi ekonomi syariah 2024 berdasarkan survei yang dilakukan BI juga meningkat menjadi 42,84% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 28,01%.
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti mengatakan BI berkomitmen mendukung pengembangan ekonomi syariah melalui bauran kebijakan BI. Kebijakan yang ditempuh BI untuk mendorong pengembangan ekonomi syariah pada 2025 adalah pertama, penguatan operasi moneter syariah diantaranya dari sisi instrumen, pelaku pasar, dan regulasi untuk memengaruhi kecukupan likuiditas di pasar uang dan pasar valas syariah. Untuk ini BI telah menerbitkan Blueprint Pengembangan Pasar Uang dan Pasar Valas (BPPU) 2030 yang juga mencakup pengembangan pasar uang syariah.
Kedua, BI menjaga kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) bank umum syariah untuk mendorong peningkatan likuiditas perbankan syariah, masing-masing sebesar 7,5% dan 3,5%, lebih longgar dibandingkan kewajiban pada bank umum konvensional sebesar 9% dan 5%.
Selain itu, perbankan syariah juga turut memeroleh manfaat dari instrumen Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial.
Semangat untuk mendorong penguatan perbankan syariah dan ekonomi syariah ini ditandai dengan Kick Off Bulan Pembiayaan Syariah 2025 yang dilakukan pada 21 Februari lalu. Ini menandai dimulainya kolaborasi dan sinergi seluruh mitra ekosistem nasional untuk mendorong linkage pembiayaan syariah, baik pembiayaan komersial maupun sosial.
Sebagai negara dengan ekosistem halal yang termasuk paling besar di dunia, tentu ruang untuk tumbuh bagi industri perbankan syariah dan ekonomi syariah masih sangat terbuka. Keyakinan ini memang sudah lama digembar-gemborkan, tetapi seberapa besar dan seberapa cepat bisa tumbuh lagi? Ini tentu menjadi pertanyaan yang harus terus dilontarkan. (drp)