hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Mengapa Komdigi Tak Mampu Tutup Judi Online?

Kegiatan judi online di Indonesia terus eksis bukan hanya karena lemahnya penegakan hukum dan konspirasi aparat, melainkan akibat rendahnya kesejahteraan mayoritas warga negara.

Dua fenomena pemicu masalah sosial signifikan di berbagai negara, termasuk Indonesia, adalah judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol). Kedua praktik ini nyata-nyata berdampak finansial. Lebih jauh bahkan menimbulkan berbagai persoalan sosial yang kompleks—merusak struktur sosial keluarga, menyebabkan kemiskinan, dan memicu tindak kriminalitas.

Judi online telah telanjur menjadi fenomena global yang berkembang pesat dengan hadirnya teknologi digital. Celakanya, Indonesia merupakan negara dengan pemain judi online terbanyak di dunia dengan jumlah sebesar 3,2 juta orang. Sebagian besar para pemain judi online berasal dari kalangan menengah ke bawah dengan 79% nominal transaksi di bawah Rp100 ribu setiap bermain.

Aksesibilitas 24 jam dan privasi yang terjamin menyuburkan perilaku berjudi, penyebab kecanduan. Kecanduan judi (gambling addiction, gambling disorder) merupakan gangguan mental. Kecanduan judol memicu kerusakan hubungan sosial, dan krisis finansial bagi individu yang terlibat. Sementara itu, pinjol menjerat masyarakat dalam lingkaran utang, memperburuk ketidaksetaraan ekonomi, dan menimbulkan tekanan psikologis akibat metode penagihan yang tidak manusiawi.

Masyarakat berpenghasilan rendah yang minim akses ke layanan keuangan cenderung menggunakan pinjol sebagai solusi. Di situlah mereka terperangkap dalam beban bunga tinggi. Peminjam yang gagal bayar kerap menjadi korban intimidasi dan pelecehan. Metode penagihan yang kasar menyebabkan trauma psikologis, menciptakan ketakutan sosial, dan dalam beberapa kasus memicu tindakan bunuh diri.

Coba simak dua kasus miris berikut. Pertama, “kasus K”. Ia meminjam Rp9,4 juta dari platform pinjaman online, tetapi terpaksa harus mengembalikan dua kali lipatnya. Akibat kesulitan membayar, K menghadapi teror dari penagih utang. Telepon berulang-ulang ke kantornya menyebabkan K dipecat. Setelah dipecat, istri dan anaknya pulang ke rumah orangtua. Pada Mei 2023, K memutuskan bunuh diri.

Contoh kedua, kasus polwan Briptu Fadhilatun Nikmah yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Fadhilatun membakar suaminya, Briptu Rian Dwi Wicaksono, hingga tewas setelah pertengkaran mengenai masalah keuangan karena suaminya ketagihan judi online.

Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), nilai transaksi judi online melonjak tajam dari tahun ke tahun. Pada 2021, omzetnya mencapai Rp57 triliun. Naik jadi Rp81 triliun pada 2022. Melonjak tajam di tahun berikutnya menjadi Rp327 triliun dengan total 168 juta transaksi. Pada 2024, nilai transaksi itu sungguh fantastis. Dalam kurun tiga bulan pertama 2024, nilainya melebihi jumlah setahun penuh periode 2023. PPATK mencatat transaksi judi online per Januari—Maret sudah Rp600 triliun.

Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membekukan lebih dari 3.200 rekening bank yang terindikasi judi online dengan total saldo Rp138 miliar. Nominal ini masih sangat kecil bila dibandingkan dengan kerugian negara akibat judol senilai Rp200 triliun pada 2023—yang bahkan mampu menutup defisit investasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun yang sama senilai Rp175 triliun.

Faktanya, sebagian besar platform judi online beroperasi di luar negeri, sehingga keuntungan yang dihasilkan tidak memberikan kontribusi pada pendapatan nasional ataupun pajak lokal. Pada 2019, sekitar US$500 juta digunakan untuk pencucian uang melalui judi online di Indonesia. Jumlah ini meningkat menjadi US$1 miliar pada 2020. Negara-negara kehilangan potensi pendapatan pajak yang signifikan.

Hingga medio September 2024, Kemenkominfo mengklaim telah menutup 3.277.834 konten bermuatan judi online dan berhasil diputus aksesnya. Upaya Kominfo memblokir situs ilegal judi online terus disalip para bandar. Situs judi online selalu diproduksi ulang dengan berbagai macam nama domain dan IP Address yang serupa.

Kendali Mister T & Keterlibatan Institusi Negara

Publik melihat, Kemenkomdigi dan polisi sepertinya kewalahan dan tak berdaya. Tahun lalu, polisi memang menangkap tersangka HE yang sebelumnya masuk DPO, daftar pencarfian orang. Personel mafia akses judol ke Kemenkomdigi (Kementerian Komunikasi dan Digital) masih diburu kepolisian. Pelaku dengan inisial HE terlibat bersama para DPO (dengan rincian A alias M, HF, J, BS, BK, dan B ) dalam mengelola situs judol agar tidak diblokir oleh Kemenkomdigi. Jumlah DPO ini terus bertambah.

Modusnya, HE setor Rp24 juta per situs tiap bulan agar website judol tak diblokir Komdigi. Tersangka HE bertindak sebagai bandar sekaligus pemilik situs judi online. Dia juga menjadi agen yang mencari situs judol lainnya supaya tidak diblokir Komdigi. “Berdasarkan keterangan HE, grup mereka telah mengelola ribuan web judi online,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi.

HE mengakui dirinya sebagai bandar atau pemilik salah satu web keris123. Ia juga berperan sebagai agen untuk mencari website judi lainnya agar tidak terblokir oleh Komdigi. Sebelum membekuk HE, polisi telah menangkap 18 tersangka terkait kasus mafia akses judol di Komdigi ini. Dari 18 orang tersangka, 10 orang adalah pegawai Komdigi dan 8 lainnya warga sipil.

Dalam persepsi masyarakat, istilah bandar dipahami sebagai julukan tidak istimewa dan mengejutkan. Bandar hanya identik dengan pemegang kendali atas suatu kegiatan operasional yang terbatas. Secara struktur, di atas HE terdapat personel dengan kewenangan yang lebih luas. Semacam superbandar, atau the big boss judi online. Siapakah dia? Pernyataan Benny Rhamdani, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tahun lalu mengejutkan publik dan pemerintah.

Benny mengungkap, bisnis judi online di Tanah Air ternyata dikendalikan oleh orang Indonesia berinisial T. Sosok T terungkap setelah BP2MI mengusut kasus penempatan pekerja ilegal ke Kamboja. Tidak hanya dari kalangan menengah ke bawah, pekerja asal Indonesia yang ditempatkan secara ilegal di Kamboja juga berasal dari kalangan berpendidikan bahkan oknum di BP2MI terlibat dalam sindikat penempatan ilegal pekerja migran Indonesia,” ujar Benny.

Masih menurut Benny, sosok ini memiliki pengaruh cukup besar, bahkan tidak pernah sekalipun tersentuh hukum di republik ini. “Saya menyatakan di depan Presiden, Panglima TNI, dan Kapolri; sebetulnya sangat mudah untuk menangkap siapa aktor di balik bisnis judi online di Kamboja. Siapa aktor di balik scamming online? “Saya cukup menyebutnya, inisial depannya T. (Inisial) yang kedua saya enggak perlu sebut,” ujar Benny saat pidato pada acara Pengukuhan dan Pembekalan Komunitas Relawan Pekerja Migran Indonesia (KAWAN PMI) di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 2024.

Benny mengklaim, saat mengungkap sosok T dalam Rapat Terbatas (Ratas) yang digelar di Istana Negara, Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kaget. “Saatnya negara mengambil tindakan tegas. Tidak hanya menyeret para calo, kaki tangan, tapi mampu hukum menyentuh para bandar, para tekong. Mereka yang kita kategorikan sebagai penjahat, penjual anak bangsa, yang selama ini mengambil keuntungan dan pesta pora dari bisnis haram perdagangan manusia,” kata Benny Rhamdani.

Dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), lembaga yang bergerak dalam kajian isu militer, pertahanan, keamanan, dan strategis lainnya, Bambang Rukminto menyebut, pengusutan kasus judi online di internal Polri akan sangat susah dilakukan. Pasalnya, hubungan saling menguntungkan antara Polri dan pelaku judi online telah berlangsung lama. Ada simbiosis mutualisme yang sudah mengakar dan bahkan menjadi sub kultur sebelum ada platform online. Apalagi pucuk pimpinan institusi itu hanya keras di jargon.

Bambang menyoroti kinerja Direktorat Siber Polri yang masih menyasar konsumen. Tak pernah menyentuh pengelola platform judi online. Hal ini memunculkan persepsi adanya keterlibatan aparat penegak hukum sebagai backing bandar judi online. Isu konsorsium 303 yang mensinyalir sejumlah petinggi kepolisian melindungi bisnis ilegal termasuk perjudian. Terkait isu ini, kata Bambang, nyaris tak pernah terkonfirmasi kebenarannya oleh Polri.

Seperti mengelaborasi pernyataan Bambang, PPATK menemukan data 97.000 anggota TNI-Polri diduga terlibat dalam transaksi judi online (judol). Angka besar yang terungkap oleh PPATK merupakan mayoritas aparat kelas bawah pengguna judol. Sedangkan aparat level menengah dan ke atas berperan sebagai sebagai ‘backing’ atau pelindung judol. “Aktor di balik bisnis judi online di Kamboja dan siapa aktor di balik scamming online dan dia berinisal T. Tokoh ini tidak bisa disentuh oleh hukum,” tuturnya.

Naasnya, aktivitas ini masih terus ada dan mengakar di Indonesia. Kegiatan judi online di Indonesia terus eksis bukan hanya karena lemahnya penegakan hukum dan konspirasi aparat, melainkan akibat rendahnya kesejahteraan warga negara.●(Zian)

pasang iklan di sini