Oleh: Kamaruddin Batubara
Itikad baik Pemerintah dan DPR untuk membahas final Draf RUU Perkoperasian pada 26 Agustus ini, yang telah digodok begitu lama pasca pembatalan UU Nomor 17 Tahun 2012 perlu didukung terlepas adanya beberapa pasal yang perlu dikaji ulang.
Hal ini mengingat Undang-Undang yang berlaku yaitu UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, sudah sangat tidak relevan. Jika kita ikuti pembahasan draf RUU itu, terdapat sejumlah kemajuan, di antaranya pada pasal-pasal yang terkait dengan definisi, tujuan, fungsi dan penambahan bab baru, yaitu Bab II tentang Nilai dan Prinsip yang sudah mengadopsi ratifikasi International Co-operative Alliance (ICA).
Pada UU yang lama belum tercantum tentang nilai-nilai koperasi dan nilai-nilai etika, yang mana nilai-nilai dalam RUU ini sarat dengan ajaran-ajaran syariah.
RUU baru ini juga telah memiliki prinsip-prinsip yang sangat mencirikan jati diri koperasi, yaitu pasal 6 ayat (4d) yang berbunyi otonomi dan kemandirian, dan menyempurnakan prinsip-prinsip koperasi dalam pasal 6 ayat (4g) yang berbunyi kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.
Kemajuan lain adalah masuknya Koperasi Syariah pada pasal tersendiri yang mengakomodir 5.600 koperasi syariah dan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Jumlah ini belum termasuk unit syariah yang dibentuk oleh koperasi-koperasi non syariah mengingat animo dan minat masyarakat untuk mengakses pinjaman/pembiayaan secara syariah.
Koperasi syariah memiliki peran lain yang tidak diperankan oleh koperasi konvensional, yaitu pengelolaan zakat, infak, sedekah dan wakaf (Ziswaf).
Ziswaf ini sangat membantu koperasi dan masyarakat dalam rangka mewujudkan peran fungsi dan koperasi di bidang sosial.
Ambil contoh, Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia (Kopsyah BMI) telah mengelola Ziswaf untuk membantu anggotanya yang kurang beruntung dan lingkungan wilayah kerjanya, tanpa membedakan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
Sebagai catatan hingga 21 Agustus 2019, Kopsyah BMI telah membangun rumah anggota secara gratis seharga Rp46 Juta per unitnya, serta pembangunan sarana sanitasi dan tempat wudhu masjid dan musholla, bedah pesantren dan musholla.
Kosyah BMI juga memberikan santunan biaya hidup kaum dhuafa, beasiswa dan santunan pendidikan untuk yatim dan yatim piatu mulai dari jenjang SD hingga perguruan tinggi, santunan terhadap seribu yatim setiap tahun, sunatan massal, santunan bencana alam, serta berbagai aktivitas sosial lainnya.
Semua kegiatan sosial tersebut akan menjadi program tahunan seluruh koperasi syariah dan BMT karena sudah termaktub dalam UU Perkoperasian yang baru. Dan dapat dipastikan keberadaan koperasi akan makin diterima masyarakat karena kiprahnya dengan karya nyatanya untuk semua golongan.
Hingga per Agustus 2019 ini Kopsyah BMI memiliki anggota lebih dari 155.000 orang ( 1.000 di antaranya non muslim) dengan program sosial yang belakangan ini fenomenal yaitu hibah rumah layak huni kepada anggota dan juga kepada non anggota.
Kopsyah BMI memiliki model pelayanan khusus yang diberi nama MODEL BMI SYARIAH untuk optimalisasi pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat.
Dan ini merupakan pengejewantahan ajaran syariah tentang kesetiakawanan, tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap sesama. Ketiga ajaran tersebut telah diakomodir RUU ini yang dituangkan dalam Pasal 6 ayat 2 dan ayat 3.
Menilik pada iklim keterbukaan dewasa ini, RUU ini seyogyanya memberi keleluasaan kepada koperasi membentuk organisasi sendiri yang akan memperjuangkan kepentingannya sebagai konsekuensi lembaga otonom dan mandiri seperti termaktub pada Pasal 6 ayat (4d) tentang prinsip-prinsip koperasi.
Organisasi yang dibentuk harus bergerak dan bermodalkan kekuatan sendiri, diurus oleh orang-orang yang memang sedang berkiprah dalam koperasi. Tentu saja merupakan gambaran kekuatan koperasi itu sendiri dalam memperjuangkan martabatnya sebagai soko guru perekonomian bangsa yang tersirat dalam UUD 1945 pasal 33.
Namun pasal-pasal yang tak sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi wajib digugat di Mahkamah Konstitusi, misalnya ketentuan pendirian koperasi yyang cukup didirikan oleh 9 orang (Pasal 10 ayat (1)). Dengan pendirian hanya 9 orang itu, dikhawatirkan koperasi hanya dimiliki para pemodal dan mengabaikan semangat dari nilai koperasi itu sendiri yaitu persamaan dan keterbukaan.
Penulis : Ketua Pengurus Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia, alumni Magister Ekonomi Syariah Universitas Ibnu Khaldun, Bogor.