JAKARTA— Badan Pusat Statistik dalam rilisnya Kamis (15/7/21) mengungkapkan volume ekspor kopi 2020 mencapai 379.354 ton dengan nilai 821.937.000 dollar AS.
Sementara produksi kopi Indonesia pada 2020 angka sementaranya sekira 753 ribu ton dengan luas areal 1,2 juta hektar dengan produktivitas 806 kg/ha,
Jumlah ini meningkat dibanding 2019 di mana angka tetap produksi 752.511 ton dengan luas areal 1.245.358 ha dan produktivitas 803 kg/ha.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian Dedi Junaedi mengatakan, selama 13 tahun terakhir (2008-2020) volume ekspor mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,5 persen/tahun. Sedang laju pertumbuhan 10 tahun terakhir 2,01 persen.
“Produksi kopi Indonesia 72 persen robusta, 27 persen arabika dan 1 persen liberika,” ujar Dedi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/7/21).
Laju pertumbuhan konsumsi kopi dunia pada 2014-2020 adalah 1,91 persen sedang laju pertumbuhan produksi kopi dunia 2,9 persen.
Konsumsi kopi dunia paling besar adalah Uni Eropa 2.415.060 atau 24 persen dari total konsumi kopi dunia, Amerika Serikat 1.618.920 (16 persen), Brazil 1.344.000 (14 persen), Jepang 443.160 ton (5 persen), Indonesia 300.000 ton (3 persen), Rusia 280.680 ton (3 persen), Kanada 240.660 ton (2 persen) dan Ethiopia 227.800 ton (2 persen).
Sedang konsumsi kopi di negara-negara eksportir adalah Brazil 1.344.000 ton atau 52 persen total konsumsi negara-negara eksportir, Indonesia 300.000 ton (11 persen), Ethiopia 227.880 ton (9 persen), Filipina 198.720 ton (8 persen), Vietnam 162.000 ton (6 persen), Meksiko 145.200 ton (6 persen), Kolombia 122.700 ton (5 persen), India 89.100 ton (3 persen).
Dedi mengungkapkan, tantangan pengembangan kopi adalah adanya kampanye hitam mencakup isu-isu lingkungan, sustainability, HAM, kesehatan, persaingan komoditas, tuntutan mutu dan labeliing.
“Alat mesin masih terbatas upaya mengatasinya adalah fasilitasi alat pasca panen dan pengolahan untuk nilai tambah; pembangunan infrastruktur dan penerapan Good Handling Practise,” ujar dia.
Dia mencatat aspek kelembagaan dan SDM masih lemah. Pemerintah berupaya mengatasi dengan peningkatan kapabilitas dan dan kapasitas petani lewat bimbingan teknis dan pelatihan.
“Kondisi pertanaman banyak tanaman tua, rusak, produktivitas rendah upaya mengatasi dengan penggunaan benih unggul dan GAP,” tambahnya.
Masalah lainnya menurut Dedi, terbatasnya akses pembiayaan dan regulasi pembiayaan yang belum mendukung. Akses pasar dan promosi masalahnya adalah hambatan tarif dan non tarif.
“Upaya mengatasinya dengan promosi, standarisasi mutu produk, melakukan branding, rantai pasok, pemasaran, distribusi dan logistik,” tutup dia.