Pemerintah dinilai abai dalam perkuatan kelembagaan koperasi. Padahal, lembaga ini memiliki peran penting dalam mendukung literasi keuangan.
Eksistensi koperasi sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk pelaku usaha bermodal mini kini dipertanyakan menyusul maraknya program pinjaman bersuku bunga rendah yang digagas pemerintah. Sebut saja seperti program kredit usaha rakyat (KUR) dan kredit ultra mikro (UMi).
Ketua Umum Kospin Jasa Andi Arslan Djunaid mengatakan, peluncuran kredit program hanya memperkuat pelaku usaha UMKM saja. Sedangkan perkuatan kelembagaan koperasi diabaikan. “Akibatnya, KSP berada dalam kondisi mengenaskan,” ujar Andi saat menjadi salah satu pembicara di acara Dialog Interaktif tentang KSP di Jakarta.
Dengan digebernya program pinjaman seperti KUR dan UMi, praktis sebagian pangsa pembiayaan KSP ikut tergerus. Pasalnya, target pasar dari program tersebut beririsan dengan usaha koperasi. Apalagi suku bunga kredit program yang ditawarkan lebih rendah dibandingkan dengan KSP. Saat ini bunga KUR sebesar 9 persen dan kredit UMi 4 persen.
Rendahnya suku bunga kredit program tersebut tentu tidak bisa ditandingi oleh KSP. Sebab, rata-rata biaya dana (cost of fund) KSP saja sebesar 18 persen. Oleh karenanya, sangat mustahil jika ada KSP yang berani menawarkan suku bunga kredit seperti KUR.
Untuk mengatasi masalah ini, kata Andi, dibutuhkan insentif dari pemerintah. Keberpihakan sebaiknya tidak hanya diberikan kepada pelaku UMKM saja tetapi juga untuk kelembagaan koperasi. “Perkuatan koperasi akan memberi keuntungan bagi banyak pihak termasuk kepada UMKM,” ujar Andi.
Harapan pegiat koperasi tersebut sebenarnya sebagian sudah terpenuhi. Ini terlihat dari dilibatkannya koperasi yang telah memenuhi persyaratan sebagai lembaga penyalur KUR. Kospin Jasa sendiri merupakan salah satu koperasi yang dipercaya sebagai penyalur KUR.
Sedangkan untuk kredit UMi, pemerintah melibatkan tiga perusahaan pelat merah yang memiliki pembiayaan ultra mikro, yaitu Perum Pegadaian, PT Permodalan Nasional Madani (PNM), dan Bahana Artha Ventura. Ketiga perusahaan itu nantinya akan menyalurkan pembiayaan kepada koperasi kemudian diteruskan kepada pelaku usaha mikro.
Namun demikian, kebijakan tingkat suku bunga kredit tentu tidak terlepas dari biaya dana. Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan sekitar 65 persen sumber dana KSP berasal dari bank atau sumber lain. Padahal, mengacu PP Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi sumber permodalan telah diatur. Dalam Pasal 16 Ayat 1, Koperasi wajib menyediakan modal sendiri dan ditambah modal penyertaan.
Besarnya porsi modal yang bukan berasal dari modal sendiri inilah yang membebani biaya dana KSP. Akibatnya, koperasi kesulitan untuk menawarkan suku bunga pinjaman yang kompetitif.
Yang Penting Kualitas Layanan
Alih-alih menekankan KSP untuk menurunkan suku bunga pinjaman, Kementerian Koperasi dan UKM justru lebih menyoroti profesionalitas layanan koperasi. “Selama koperasi berkualitas dan profesional melayani anggota, maka tingkat suku bunga bukan hal yang utama,” ujar Sekretaris Kemenkop dan UKM Agus Muharram pada kesempatan yang sama.
Pertimbangan utamanya adalah karena masih tingginya permintaan dari masyarakat terhadap layanan koperasi. Apalagi tidak semua pelaku usaha memenuhi persyaratan yang ditetapkan perbankan (unbankable). Akibatnya, banyak juga proposal bisnis yang sebenarnya layak namun tidak bisa dibiayai oleh perbankan.
Dibandingkan dengan perbankan, koperasi memiliki keunggulan seperti layanan yang lebih cepat dan kemudahan administrasi. Selain itu, koperasi juga lebih mengenali karakter debiturnya sehingga dapat mendeteksi potensi kredit bermasalah. Keunggulan ini yang seharusnya dikapitalisasi Koperasi untuk melakukan penetrasi pasar.
Agus juga menolak membandingkan KSP dengan perbankan. Sebab, karakter keduanya sangat berbeda, baik dilihat dari sisi regulasi atau pun sistem pengelolaannya. Dalam bahasa yang lebih lugas, perbandingan bunga di KSP dengan bank tidak apple to apple. “Meskipun bunga pinjaman di KSP lebih tinggi daripada bank, namun tetap dapat bersinergi secara sehat dalam memenuhi kebutuhan modal para pelaku usaha,” jelasnya.
Pada praktiknya, koperasi tetap dibutuhkan oleh masyarakat sebagai salah satu sumber permodalan. Selain itu, eksistensi koperasi dengan penetrasinya yang menjangkau hingga ke pelosok dibutuhkan untuk mendukung financial inclusion. Oleh karenanya, kegalauan pegiat koperasi sudah semestinya mendapat respons yang memadai dari pemerintah jika tidak ingin koperasi tinggal sejarah. Pun demikian, KSP harus terus berbenah meningkatkan kualitas layanan. (drajat).