hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Mantan Ahli Geologi Banting Stir Jadi Eksportir Ubi

Menolak untuk tidak ‘mati angin’  di tengah pandemi Adji Gutomo terus bergerak mengintip berbagai peluang usaha yang tahan banting.   Sambil terus mengembangkan café kopinya, kini ia mencoba jadi petani ubi jalar dengan sasaran ekspor.

Pilihan, Adji Gutomo   memang pas, lantaran komoditas ubi jalar belakangan tengah naik daun dengan kian terbukanya ekspor ke  sejumlah negara. Dalam lima tahun terakhir, sejak 2017 hingga 2020 ekspor produk ubi Jalar meningkat.  Asosiasi Agribisnis Petani Ubi Jalar Indonesia mencatat ekspor ubi   mencapai 15-18 ribu ton per tahun.

Potensi besar tanaman budidaya  ini dilirik Adji sebagai peluang usaha yang cukup menjanjikan lantaran produksinya tak terimbas pandemi covis-19. Bagi mantan ahli geologi jebolan Universitas Trisakti  ini, bisnis budi daya ubi terbilang baru yang mulai digelutinya sejak awal tahun lalu, namun dunia pertanian dan budidaya tidak asing karena ia sudah melakoninya sejak lama. 

“Sebetulnya saya terjun ke dunia pertanian karena hobi bercocok tanam. Saya mulai masuk ke pertanian skala 2 sampai 3 hektar, yaitu mulai tanam cabe, sayuran, tomat dan melon sekitar 2005,” ujarnya.   

Adji merintis usaha barunya dengan cara menanam ubi ungu dalam karung. Ia memanfaatkan   tanah seluas 5.000 m2 dengan sekitar 4.000 karung dimana jumlah tanaman uni tiap karung sebanyak 25 batang/stek.

Proyeksinya, panen ubi ungu  per karung sekitar 15 kilogram. Jadi untuk 4.000 karung total sekitar 50 – 60 ton. Sedangkan tanam di tanah hasilnya per hektar sekitar 20-25 ton dan waktu tanam selama 105 hari.

Dari lahan terbilang mini itu, Adji menanam 3 jenis Ubi, yaitu ubi cilembu, ubi ungu dan ubi merah. Sebagian besar produksinya untuk ekspor ke Singapura dan sebagian lagi untuk pasar lokal. Dia jelaskan, nilai penjualan per kontainer sekitar Rp250 juta hingga Rp300 juta. Setiap bulan kirim ke Singapura minimal 6 kontainer dengan omset untuk tahun pertama ini ditaksir mencapai Rp1,5 miliar.

 Saat ditanya ketertarikan menanam ubi, menurut Adji ide itu muncul setelah dia mengamati  potensi komoditas tersebut di pasar ekspor yang cukup lumayan. Indonesia sendiri, lanjut dia, termasuk produsen ubi kayu nomor enam terbesar di dunia. “Jika mengacu pada data Badan Pusat Statistik ekspor ubi jakar kita per Januari 2021 masih dikisaran 8 ribuan ton setara 6,6 juta dollar AS. Kita masih bisa meningkatkan ekspor mengingat produksi ubi mencapai 1,8 juta ton per tahun, “ tukasnya. Selain itu pasarnya pun sangat menjanjikan dengan tingginya permintaan dari sejumlah negara importir.

Ke depan, Adji berencana akan membuat pabrik tepung ubi ungu dan ubi merah. Targetnya, tidak hanya menjual ubi segar tapi juga tepung yang pasti nilai tambahnya tinggi. Agar nilai tambah ekonomi petani ubi meningkat, dia sarankan membentuk koperasi dan sekaligus koperasi bertindak sebagai off-taker  sehingga harga jual selalu stabil bahkan meningkat dan  petani  dapat merasakan keuntungan yang lebih baik.  (Irvan/Irm)

pasang iklan di sini