hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Manfaatkan Dana Bergulir LPDB-KUMKM, Berdayakan Ekonomi Akar Rumput

“Berkat bantuan dana bergulir LPDB-KUMKM, usaha saya dapat berjalan lancar, terima kasih LPDB-KUMKM.” Ungkapan itu disampaikan Rahman (40), petani semangka dan nanas di Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Lampung Tengah. Tinggal di pedesaan dan sekaligus mengandalkan hidup dari sektor pertanian memang tidak mudah bagi Rahman mendapatkan pinjaman modal kerja. Terlebih  jika permintaan buah sedang tinggi, ia perlu biaya untuk mengangkut produk hasil kebunnya ke Pasar Serang di Kabupaten Serang dan Pasar Kramat Jati di Jakarta Timur.

Rohman mengaku bukannya tidak mendapat tawaran dari lembaga keuangan lain, mulai dari perbankan flat merah hingga bank keliling yang dikenal dengan sebutan bank plecit, alias rentenir pelepas bunga tinggi. Tapi hatinya lebih tentram jika mengambil pinjaman dari badan usaha koperasi. Tentu saja bukannya tanpa alasan.

“Saya merasa ada kepedulian yang tulus, saat meminjam uang ke koperasi karena faktornya semata kepercayaan dan mudah dalam angsuran, ”ujar petani muda tamatan sekolah Aliyah di Lampung Tengah ini. 

Koperasi dimaksud Rohman adalah Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) BMT Assyafi’iyah Berkah Nasional yang berkantor di Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Kota Gajah Lampung Tengah. Dalam proses kelahirannya pada 1995, koperasi yang semula dimaksudkan untuk menyelamatkan ekonomi santri di Ponpes Assyafi’iyah Lampung Tengah, justru lebih eksis berada di luar ponpes. Anggotanya tersebar,  dari kalangan petani, pedagang, hingga karyawan dan pegawai pemerintah. Saat bergabung dengan BMT Assyafi’iyah pertama kali pada 2013, Rohman langsung mendapat pinjaman sebesar Rp25 juta. Dana tersebut langsung digunakan untuk menambah biaya usaha taninya dengan pengembalian sesuai nisbah bagi hasil sesuai syariah. Rohman terbilang petani muida cukup beruntung di kabupaten yang dikenal sebagai sentra produsen nanas di Lampung. Kebun nanasnya yang cukup luas di belakang rumah merupakan warisan dari orangtuanya, sedangkan budi daya  semangka mulai ditekuninya sejak tahun 2010. Selain itu ayah dua anak ini juga bertenak kambing yang prospeknya cukup menjanjikan. Jika produk semangka sesuai dengan jadwal musimnya, yaitu masa panen dua bulanan, Rohman bisa mengantongi dana Rp7 juta hingga Rp10 juta. 

Menurut Ketua KSPPS BMT Assyafi’iyah Rohmat Susanto, koperasinya termasuk salah satu koperasi berbasis syariah yang mampu bertahan di tengah ekonomi sulit dalam lima tahun terakhir. Resepnya adalah dengan memperketat manajemen dan pemberdayaan SDM unggul serta penguasaan teknologi digital yang terus ditingkatkan. Masa sulit itu, kata Rohmat berhasil dilalui dengan selamat, bahkan LPDB-KUMKM ikut membantu dengan pinjaman pembiayaan baru sebesar Rp11 miliar. “Bantuan LPDB-KUMKM menguatkan kami dalam memulihkan rasa percaya diri sehingga BMT ini makin eksis sebagai yang terbesar di Provinsi Lampung. Kendati demikian, Rohmat menilai proses pinjaman di LPDB-KUMKM agak memberatkan lantaran adanya jaminan fix aset dan cash collateral 10%. “Mestinya persyaratannya diperingan agar koperasi kelas bawah juga bisa mengakses dana bergulir,” tuturnya.

Melayani Kelas Akar Rumput

Mitra LPDB-KUMKM yang juga berhasil melewati tahun sulit adalah Kopsyah Baitut Tamwil Muhammadiyah Bina Insan Masyarakat Utama (BTM Bimu),  berlokasi di kota Bandar Lampung.

Saat dikunjungi di kantornya,  Ketua BTM Bimu Jamhari mengatakan koperasinya mendapat kucuran dana bergulir LPDB-KUMKM Rp10 miliar pada 2010, dan ketika pinjaman tersebut lunas, pihaknya belum lagi mengajukan repeater (pinjaman ulang). Namun tahun lalu ia diminta mengajukan kembali pinjaman, yang kemudian dipenuhi sebesar Rp5 miliar lagi.

Bantuan dana tersebut, kata Jamhari yang didampingi Sekretaris Ahsanal Huda dan Direktur Elly Kasim dimanfaatkan maksimal untuk membiayai pedagang kecil di pasar tradisional Way Halim Bandar Lampung. Saat berbincang dengan salah seorang pelaku usaha home industri roti bakar yang dibiayai BTM Bimu, terlihat bahwa koperasi ini menyasar pembiayaan kepada sektor usaha kecil. Sunaryo (53), pemilik usaha roti bakar mengaku mendapat pinjaman dari BMT BImu sebesar Rp1 juta yang digunakan untuk menambah pembelian alat cetak roti. “ Saya mendapat pinjaman Rp1 juta dengan tempo pengembalian lima bulan,” ujar Sunaryo didampingi istri yang merangkap mitra kerjanya. Dibantu dengan lima karyawan, Sunaryo dapat memproduksi 1.000 potong roti per hari. Ia menjual rotinya kepada para pedagang dengan harga Rp3.500 per potong, sehingga dalam sehari ia mengantongi omset sekitar Rp3,5 juta.

Seperti diakui Jamhari, koperasinya lebih mengedepankan bantuan kepada para pedagang kecil ketimbang sekadar cari untung. Karenanya, jika koperasi mendapat bantuan dana murah dari pemerintah, hal itu sangat membantu kelangsungan ekonomi kelas bawah, yang selama ini memang lemah akses modal.  Selain bantuan kepada Sunaryo yang hanya Rp1 juta, BTM ini juga menyalurkan pinjaman dengan jumlah ratusan ribu rupiah kepada pedagang kecil lainnya. Jumlah anggota dilayani sekitar 14 ribu usaha mikro kecil dengan total pembiayaan per 2018 sebesar Rp63 miliar. Aset koperasi yang berdiri pada 2004 ini mencapai Rp73 miliar.

Jamhari  merasa galau ketika baru-baru ini pemerintah menurunkan suku bunga Kredit Usaha Rakyat hingga 6 persen, hal itu jelas sangat memukul kelangsungan usaha perkoperasian. “Jika kebijakan bunga rendah ini terus berlangsung, maka tak salah jika kita katakan nasib usaha perkoperasian di tanah air tengah memasuki era sunset industri. Belum lagi pukulan dari fintech walaupun belakangan kurang gencar karena ditengarai banyaknya unsur penipuan,” pungkas putra Yogyakarta yang hijrah ke Lampung sejak 1988.  (Irm)

pasang iklan di sini