YOGYAKARTA—Tiga bulan sudah pandemi Covid-19. Beberapa wilayah mulai menunjukan kesiapannya membuka kembali destniasi wisatanya, bahkan sudah ada yang membukanya, Namun tidak demikian dengan di Yogyakarta.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Maryustion Tonang menyampaikan kesiapan industri wisata dinilai tidak bisa parsial melainkan harus terintegrasi di tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Kemasan wisata dari aspek destinasi berwujud paket yang saling terintegrasi antara satu daerah dengan daerah lain. Pasalnya dalam satu hari wisatawan tidak hanya di kota, tetapi juga ke pantai atau ke luar kota,” ujar Maryustion, seperti dilansir Kedaulatan Rakyat, Rabu (17/6/20).
Itu sebabnya dalam waktu dekat DIY akan menerbitkan regulasi yang bisa dijadikan panduan dalam menghadapi new normal. Regulasi itu meliputi berbagai aspek tatanan di masyarakat termasuk industri pariwisata, termasuk sanksi bagi pengelola maupun pengunjung yang melanggar aturan.
Lanjut dia, tahapan saat ini ialah menyiapkan standar pengelolaan dari sisi kesehatan, kebersihan dan keamanan. Baik yang dilakukan oleh pengelola destinasi, akomodasi maupun usaha pariwisata lainnya pada sebelas industri wisata di kota Yogyakarta. Dia menyatakan kesiapan jajarannya.
“Pengelolaan di Malioboro yang dijadikan percontohan destinasi wisata dalam menyambut ‘new normal’. Mulai dari kelengkapan sarana pendukung protokol kesehatan hingga sanksi berupa penghalauan pengunjung yang tidak menggunakan masker,” pungkas Maryustion.
Sementara Novi, staf tata usaha Benteng Vredeburg mengakui bahwa destinasi wisata itu memang direncanakan akan buka dalam waktu dekat. Namun Peraturan Gubernur DIY Yogyakarta belum keluar, hingga benteng masih ditutup untuk pengunjung.
“Ketika buka nanti kami akan menggunakan protokol kesehatan standar, pengunjung harus pakai masker, sudah disiapkan fasilitas cuci tangan hingga pembatasan jumlah pengunjung dalam satu jam hanya seratus orang,” katanya ketika dihubungi Peluang, Kamis (18/6/20).
Sementara Wibowo, menantu pemilik usaha gudeg Bu Djati menuturkan hal senada bahwa pembukaan rumah makan di Malioboro menunggu keluarnya Pergub New Normal. Sekalipun sebetulnya masih boleh buka dengan protokol Covid-19, tetapi pengunjung sepi.
“Kami langsung knock out hingga tutup sementara dan buka warung di rumah. Omzet anjlok dari Rp30 juta per bulan menjadi Rp3 juta per bulan. Sementara keenam karyawan kami dirumahkan,” ungkap Wibowo dengan getir.
Ke depannya, Wibowo menyampaikan usahanya akan mematuhi Pergub DIY yang akan keluar. Sementara untuk pemanggilan karyawan akan disesuaikan dengan omzet. Saat ini protokol malioboro ketat, seperti wajib masker dan cuci tangan, serta scan QR Code.
“Pintu masuk ke Yogyakarta dibatasi. Sabtu dan Minggu lalu sempat ramai. Bila pengunjung malioboro tidak mengindahkan protokol, maka Malioboro akan ditutup,” ucap Wibowo.
Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Yogya Heroe Poerwadi menyampaikan pelengkapan fasilitas di Malioboro minggu ini terus dimaksimalkan. Di antaranya, menyediakan berbagai fasilitas seperti ‘QR Code’ di pintu masuk pedestrian, jalur searah bagi pengunjung, penanda jarak antar pengunjung, penunjuk arah hingga sebaran petugas.
“Kami mengevaluasi penerapan protokol kesehatan Covid-19 di kawasan Malioboro. Angka kepatuhan sudah cenderung tinggi dan disiplin. Terbukti dari berkurangnya angka teguran kepada pengunjung yang masuk kawasan tersebut,” pungkas Wakil Wali Kota Yogyakarta ini (Irvan Sjafari)