Perputaran dana di judi online sudah mencapai Rp600 triliun. Meningkat pesat dari total Rp327 triliun pada 2023.Literasi keuangan yang rendah menjadi salah satu pemicu maraknya judi online.
Drone Emprit (perusahaan media monitoring berbasis kecerdasan buatan) mempublikasikan bahwa pada tahun ini Indonesia menempati posisi pertama di dunia sebagai negara dengan pemain judi online terbanyak yakni 201.122 orang. Judi online semakin merebak karena iklan yang begitu masif dan kemudahan masyarakat dalam mengakses platform judi online tersebut. Pelaku judi online yang umumnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
“Walau tidak secara langsung muncul di laman setiap orang, iklan judi online tetap muncul dengan mengikuti algoritma pengguna internet,” kata Pengajar di Program Studi Administrasi Keuangan dan Perbankan, Program Pendidikan Vokasi, UI, Vindaniar Yuristamanda Putri. Jika seseorang pernah mencari informasi tentang judi online di mesin pencarian, tidak menutup kemungkinan iklan-iklan judi online muncul di media sosialnya. Iklan tersebut tidak secara eksplisit bertuliskan judi online,”
Dengan tampilan dan animasi yang menarik, iklan tersebut membuat orang tertarik untuk masuk ke dalam aplikasi dan bermain tanpa menyadari bahwa permainan tersebut termasuk judi. Modusnya hampir sama. “Awalnya pemain selalu menang hingga mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Sampai pada satu titik pemain akan dibuat ketagihan dan menghabiskan seluruh aset yang dimiliki untuk modal bermain judi,” kata Vindaniar.
Pada triwulan pertama 2024, berdasarkan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran dana di judi online sudah mencapai Rp600 triliun. Angka tersebut meningkat pesat dari total perputaran dana pada 2023 yaitu sebesar Rp327 triliun. Berdasarkan angka tersebut, disimpulkan bahwa perputaran dana pada judi online sangat masif.
Dana tersebut dihimpun dari para pemain ke bandar judi yang kecil, baik melalui transfer maupun dompet digital. Kemudian, bandar kecil tersebut mengirimkan ke bandar besar. Untuk menutupi praktik judi tersebut, bandar meminjam rekening orang lain untuk mengumpulkan dana dari para pemain. Hal ini yang membuat para bandar dengan mudah melarikan uang para pemain ke luar negeri dan juga membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kesulitan dalam menelusuri transaksi yang terjadi.
Rendahnya literasi keuangan di kalangan masyarakat Indonesia masih problem besar. “Literasi keuangan ini perlu dukungan para pihak; baik pemerintah, akademisi, maupun tokoh masyarakat sekitar. Pemerintah selayaknya harus dapat bertindak lebih cepat dalam memberantas praktik judi online ini. Mulai dari menutup platform-nya agar tidak dapat diakses oleh masyarakat, hingga menindak dengan tegas seluruh bandar dan admin judi online,” kata Vindaniar.
Peningkatan literasi keuangan dalam bentuk pemberdayaan masyarakat harus terus dilakukan hingga ke setiap lini masyarakat. Sebab, dampak negatif yang ditimbulkan dari judi online sangat beragam. Secara ekonomi akan menyebabkan kerugian finansial yang cukup besar, bahkan hingga bangkrut. Tidak sedikit mereka terjebak dalam utang yang sangat besar. Dampak lainnya adalah meningkatkan angka kemiskinan dan kejahatan, sehingga praktik ini akan menghasilkan efek snowball ke berbagai lingkungan.
Vindaniar mengimbau agar masyarakat sebaiknya tidak tergiur dengan praktik mendapatkan uang secara instan. Vindaniar juga mengajak agar masyarakat mulai memperhatikan pengelolaan keuangan mereka. Pengalokasian dana dapat dilakukan mulai dari keperluan sehari-hari selama sebulan, pembayaran tagihan dan cicilan, alokasi untuk menabung, dana darurat, hingga investasi di instrumen surat berharga yang legal seperti saham, obligasi, atau reksadana.●(Zian)