hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Kritik Pedas Dirut Koperasi BMI Group di Diskusi Prisma: Kebijakan Ekonomi Belum Berpihak ke UMKM

Kritik Pedas Dirut Koperasi BMI Group di Diskusi Prisma: Kebijakan Ekonomi Belum Berpihak ke UMKM
Kambara (kaos putih kerah merah) tengah memaparkan dalam diskusi di Prisma, Selasa (6/5)/dok.peluangnews/HO

Peluangnews, Depok – Presiden Direktur Koperasi BMI Group, Kamaruddin Batubara, turut serta dalam diskusi penting yang diselenggarakan oleh Jurnal Pemikiran Sosial Ekonomi Prisma pada (6/5/2025). Diskusi yang bertajuk “Masa Depan Ekonomi dan Lingkungan Hidup serta Masa Depan Demokrasi Menuju Indonesia Emas 2045” ini menjadi wadah refleksi strategis menjelang satu abad kemerdekaan Republik Indonesia.

Bertempat di Kantor Bineksos/LP3ES/Prisma Depok, forum ini dipandu oleh Pemimpin Redaksi Prisma, Rustam Ibrahim. Lebih dari 20 tokoh penting dari kalangan akademisi, peneliti, dan pengamat lintas disiplin ilmu, termasuk ekonomi, lingkungan, dan politik, hadir untuk menyampaikan analisis kritis mereka. Metode brainstorming digunakan untuk menjaring beragam perspektif dan gagasan yang diharapkan dapat memperkaya tema dan topik edisi mendatang Jurnal Prisma.

Dalam kesempatan tersebut, Kamaruddin Batubara menyampaikan pandangan yang tajam dari sudut pandang pelaku ekonomi mikro. Ia menyoroti kurangnya keberpihakan kebijakan ekonomi nasional terhadap pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM), terutama dalam menghadapi dinamika perkembangan teknologi dan implementasi kebijakan yang mendukung UMKM, seperti pada sektor kendaraan listrik.

“Dalam tiga tahun terakhir, fokus utama kami adalah menjadi distributor sepeda dan motor listrik. Penjualan bulanan kami bisa mencapai 4.000 unit, namun ironisnya, seluruh komponen, bahkan hingga bannya, masih diimpor dari Cina. Ini sangat memprihatinkan,” ungkap pria yang dikenal akrab dengan sapaan Kambara ini.

Lebih lanjut, Kambara menilai bahwa kondisi ini mencerminkan ketidaksiapan fundamental industri nasional dalam menopang transformasi ekonomi yang berkelanjutan. Ia juga mengkritik orientasi pemerintah yang cenderung memprioritaskan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi dengan pemerataan yang signifikan.

“Kita terlalu terpaku pada angka pertumbuhan, sementara dampaknya terhadap pemerataan sangat minim. Seperti yang pernah disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto bahwa ketimpangan penguasaan lahan masih sangat mencolok, di mana sebagian besar dikuasai oleh sebagian kecil penduduk. Ini adalah realitas yang menyakitkan,” ucapnya dengan tegas.

Kambara juga menarik perbandingan dengan kebijakan ekonomi di Tiongkok, yang menurutnya lebih responsif terhadap kebutuhan rakyat. Ia mencontohkan kemampuan sektor UMKM di sana dalam memproduksi komponen kendaraan listrik secara mandiri.

“Sejak kemerdekaan, arah kebijakan ekonomi kita belum sepenuhnya pro-rakyat. Kita masih terlalu dipengaruhi oleh oligarki. Saatnya kita beralih dari sekadar mengejar pertumbuhan statistik menuju pembangunan yang berkeadilan dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat,” pungkasnya.

Diskusi ini menjadi tonggak penting dalam merenungkan kembali arah kebijakan nasional dan mengevaluasi strategi untuk mewujudkan Indonesia yang lebih adil, demokratis, dan berkelanjutan menjelang tahun emas 2045. (RO/Aji)

pasang iklan di sini