checkup-dokter keuangan
checkup-dokter keuangan
octa vaganza

[Album] Kisah Koperasi Desa Cibodas Melawan Tengkulak pada 1950-an

Ilustrasi Perempuan desa menumbuk padi di Kabupaten Bandung 1950-an-Foto: https://tatangmanguny.wordpress.com/kasundaan-jaman-baheula/

Pikiran Rakjat edisi 15 Maret 1954 mengungkapkan sebuah artikel tentang  koperasi di Desa Cibodas, Kabupaten Bandung  yang mampu membendung ekspansi para tengkulak.

Pada masa itu kekurangan modal, belum adanya kecapakapan berpikir dan bertindak secara ekonomis membuat rata-rata  rakyat di desa tidak mampu menggapai kehidupan yang layak.

Keadaan ini dimanfaatkan oleh para tengkulak dan pemodal bangsa asing untuk memperdaya para petani.  Tanah mereka terpaksa disewakan kepada para tengkulak.

Kalau pun para petani masih bisa berusaha di tanah mereka, bibit, rabuk (pupuk pada masa itu) hingga uang dari tengkulak, yang harganya ditetapkan sewenang-wenang oleh para tengkulak.

Akibatnya rakyat menjadi terikat pada para tengkulak, mereka harus membeli barang kebutuhan dan sekaligus juga menjual barang kebutuhan para tengkulak, tentunya dengan harga yang ditetapkan secara sepihak oleh tengkulak.

Kaum tengkulak menguasai pasar dan hidup mewah di kota-kota,sementara rakyat desa hidup miskin di tanahnya sendiri.

Kondisi ini mendorong beberapa warga desa berinisiatif mengikuti kursus kader koperasi. Bertepatan dengan peringatan Hari koperasi pada 12 Juli 1952, berdirilah Koperasi Rakyat Desa Cibodas.

Para pelopornya Suparman, anggota DPRDS Kabupaten Bandung, Lurah Desa Cibodas Danu, Wiratmana keluarahn kursus kader koperasi dan dua lagi adalah warga desa bernama Okom dan Usi.

Tugas Koperasi Rakyat Desa ini ialah:

  1. Membebaskan anggota-anggotanya dari penyewaan tanah oleh golongan asing
  2. Membebaskan desa dari tengkulak dan ijon.
  3. Menarik petani-petani yang tidak bertanah  dalam pengolahan dan penguasaan bersama dalam usaha-usaha pertanian, untuk menambah produksi makanan dan perbaikan kehidupannya.

Untuk mencapai maksud tersebut Koperasi Rakyat Desa Cibodas mempunyai beberapa usaha di bagian perkreditan dan bagian pertanian.

Bagian perkreditan bertugas memberikan kredit bagi anggotanya dengan cara mudah dan tujuan produktif.  Sementara bagian pertanian mempunya dua bgaian, bagian distribusi dan usaha tani.

Bagian distribusi ini berkewajiban mengupayakan kebutuhan alat pertanian, rabuk, obat-obatan, sekaligus menampung hasil produksi anggota dan mencarikan pasarnya.

Sementara bagian usaha pertanian mengerjakan pengolahan tanah dan petani yang tidak bertanah bisa bekerja di atasnya, serta memberikan contoh bagaimana teknik pertaian seharusnya.

Hasil yang Telah Dicapai dalam Dua Tahun

Pemberian kredit pada tahap pertama diperuntukan pada petani kecil selama enam bulan pada 1952.  Dalam kurun wkatu itu sebanyak 55 orang pertani diberikan pinjaman Rp3.637,50.  Pada 1953 banyaknya orang yang diberikan pinjaman meningkat menjadi 217 orang dengan nilai totalpinjaman Rp25.445.

Para petani menggunakan pinjaman ini untuk mengolah usaha petaniannya sendiri yang besar pinjamannya antara Rp25 hingga Rp500 dalam jangka waktu mingguan hingga bulanan. Jumlah pinjaman yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan penghasilan petani.

Bagaian usaha pertanian mendapatkan keuntungan bersih Rp11.358,94 pada 1952 dan Rp34.875,05 pada 1953 atau naik tiga kali lipat.

Setelah hadirnya koperasi, maka diketahui selisih harga tengkulak dan koperasi begitu menyolok. Harga bibit kentang  untuk tanah 200 hektar x 1200 kg, tengkulak menjual Rp3,50 maka didapati angka Rp210.000. Sebaliknya koperasi menjual Rp2,50 maka angkanya menjadi Rp150.000 atau dapat selisih Rp60.000.

Harga rabuk DS untuk luas tanah 200 hektar tengkulak menjual Rp135.050, koperasi menjual Rp98.550. Sementara harga rabuk jenis ZA tengkulak menjual Rp1,55 per kilogram, koperasi menjual Rp1,26.  Hingga dihitung total selisih harga tengkulak dan koperasi Rp88.350 dan Rp71.820.

Sementara dari segi hasil penjualan produksi kentang dengan hasil 6 ton per hektare, maka hasil 200 hektare adalah 1.200 ton.  Tengkulak membeli Rp.1500.000, namun dengan koperasi penjualan Rp1.800.000 menjadikan selisih Rp300 ribu.

Koperasi menyediakan pengadaan Kentang bibit diadakan oleh koperasi. Sementara untuk pembelian pupuk koperasi dan petani dibagi 50:50. Koperasi membayar lebih dahulu dan petani membayar sisa hutangnya setelah pembagian keuntungan kotor.  Keuntungan bersih yang didpat anggota dibagi rata dengan koperasi.

Dengan demikian kehadiran koperasi membuat kehidupan petani di Desa Cibodas menjadi lebih ekonomis (Irvan Sjafari)