hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Kepak Sayap Kupu Sutera Pasuruan Berdayakan Petani dan Disabilitas

Kolaborasi buruh tani, disabilitas, pekerja ecoprint, hingga perguruan tinggi membuat Kupu Sutera bisa mengepakan sayapnya menuju produk bernilai sosial yang tinggi.

Kupu Sutera ini  berasal dari Gang Merpati di perumahan Patal Dusun Popohan, Sentul, Kecamatan Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur.  Dari gang ini kepak sayap komunitas ini  memberdayakan ratusan petani budidaya sutera tidak saja di Pasuruan, tetapi juga di Malang, Lamongan, Blitar di Jawa Timur, hingga Sleman, Boyolali dan dua kota lagi di Jawa Tengah.

Itu baru di sektor hulu, di sektor tengahnya ratusan pemintal dari kalangan disabilitas, yang jumlahnya di Malang saja mencapai sekitar 250 orang.  Usaha produk sutera ini ramah lingkungan dan melibatkan pelaku UKM ecoprint dan jangkauan terbangnya sudah menyentuh kawasan wisata di Lombok.

Keberadaan Komunitas Kupu Sutera ini digagas seorang sarjana akuntansi bernama Arianto Nugroho yang sadar bahwa 98 persen kain sutera impor. Padahal menurut pria kelahiran 1975 ini, Indonesia kaya akan sutera dan bisa menghasilkan produknya sendiri.  Bak kepompong, lahirlah Kupu Sutera pada 2015 dengan konsep kemitraan dan kolaborasi.

“Saya melawan tengkulak yang memainkan harga kapas sutera petani, padahal nilai jualnya tinggi. Saya menjadikan petani mitra saya,”ucap Arianto yang belajar budidaya sutera di negeri gajah putih Thailand.

Ilmu negeri dari seberang ini ditulari kepada 800 petani yang menjadi mitranya, yang karena terdampak pandemi pernah menyusut hingga sekitar 200.  Sebelum pandemi produknya terjual hingga Jepang dan Amerika Serikat.

Kupu Sutera memproduksi serba manual, pre order menciptakan baju, selendang, craft dan sudah membuat inovasi sepatu sutera. Produk yang merupakan satu-satunya di Indonesia ini seperti halnya produk lain sudah dipatenkan dan juga ramah lingkungan.

“Setelah pandemi kami berjualan setengah jadi. Kita mendapatkan pembeli  kapas dari Jerman. Selebihnya produk kita lokal. Untuk sepatu dibandroll dengan harga Rp1,1 juta hingga Rp3 juta, sudah meraup omzet Rp10-20 juta per bulan,” papar Arianto.

Kupu Sutera menjalankan bisnis dengan sistem kolaborasi.  Arianto mengaku kekuatan bisnisnya adalah kolaborasi. Dia punya mimpi Indonesia bisa menghadirkan sutera sendiri dan dia butuh dukungan pemerintah terutama peralatan.

Dia bersyukur saat ini sutera sedang bangkit setelah termasuk yang terpuruk masa pandemi. Arianto menggandeng berbagai perguruan tinggi di Malang. Di antaranya Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas Negeri Malang (UM) untuk membuat sabun sutera.

Ke depan sistem  kolaborasi, Kupu Sutera menargetkan mengepak sayapnya ke seluruh Indonesia. Arianto berharap  pemerintah di provinsi lain bergabung memajukan sutera, misalnya saja mengembangkan kain songket. Tekadnya karya anak bangsa bisa menjadi kuat bila semua pihak mau berkolaborasi (Irvan).

pasang iklan di sini