Surakarta (Peluang) : Reformasi perkoperasian menjadi bentuk perubahan struktural yang strategis untuk mendukung perkembangan koperasi.
Untuk menyempurnakan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKopUKM) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama para guru besar bidang hukum dan ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) di Surakarta, belum lama ini.
Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM, Ahmad Zabadi mengatakan, KemenKopUKM membutuhkan masukan dari berbagai pihak, baik para pelaku koperasi maupun akademisi serta para ahli yang berkompeten untuk memberikan pandangannya terkait draf RUU Perkoperasian yang sedang dalam proses penyusunan.
“Dalam rangka reformasi perkoperasian perlu dilakukan sosialisasi RUU Perkoperasian karena perubahan zaman memberi tantangan strategis yang berbeda bagi koperasi dan bagi seluruh pelaku usaha menjadi semakin kompleks, canggih, cepat, dan mudah,” kata Zabadi.
Zabadi menegaskan, reformasi perkoperasian menjadi bentuk perubahan struktural yang dilakukan melalui pembaharuan atau perubahan regulasi (reforma regulasi).
Tujuannya untuk menyesuaikan anatomi kelembagaan dan usaha koperasi agar lebih adaptif dengan perubahan zaman, serta perkembangan ekosistem perkoperasian yang mendukung tumbuh kembangnya koperasi.
“Perkembangan aneka teknologi merupakan keniscayaan dan harus direspons sebagai peluang bagi koperasi menjadi wahana untuk tumbuh dan berkembang,” kata Zabadi.
Guru Besar Ekonomi UNS, Izza Mafruhah mengatakan, draf RUU Perkoperasian telah mengatur hal-hal yang diperlukan untuk tumbuh kembangnya koperasi. Seperti sistem pengawasan, tata kelola koperasi, pengelolaan aset, kewajiban, dan permodalan koperasi.
“Draf RUU ini telah menutupi aneka celah kelemahan dari UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Diperlukan pula pengaturan yang berkaitan dengan pemberdayaan, peningkatan partisipasi anggota, dan mempertahankan sifat kerakyatan dari koperasi,” jelas Izza.
Pada kesempatan yang sama, guru besar hukum perdata, Pujiono menyoroti definisi koperasi dan menguraikan unsur-unsurnya. Pujiono menyatakan bahwa telah ada perbaikan dan tambahan unsur dalam definisi koperasi dibandingkan Undang-Undang terdahulu, terutama unsur asosiat orang dan perusahaan.
“Dari sisi politik hukum, draf RUU Perkoperasian menggambarkan kemajuan pengaturan, baik dalam aspek konsideran, asas, definisi, norma pengaturan dan penjelasannya. Perlu ditekankan bahwa koperasi adalah kegiatan ekonomi, yang berwatak sosial dan bernapaskan kebudayaan. Sehingga perlu dikaji kesejajaran kata ekonomi, sosial, dan budaya dalam definisi koperasi,” papar Pujiono
Guru besar hukum pidana Sentot Sudarwanto juga mengapresiasi draf RUU Perkoperasian, sekaligus menyarankan perlunya pengaturan sanksi administratif dan pidana bagi koperasi yang memiliki izin, tetapi melanggar prinsip koperasi.
“Perlu adanya pengaturan mengenai ganti rugi bagi korban usaha simpan pinjam koperasi. Karena itu yang lebih diperlukan oleh para korban. Sanksi pidana bersifat ultimum remedium,” ujar Sentot.
Sementara itu, guru besar hukum administrasi negara, I Gusti Ayu Ketut Rachmi mengatakan, perlunya partisipasi publik dalam penyusunan undang-undang agar tidak mudah di-judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MA).
Ia mengapresiasi upaya KemenKopUKM untuk melibatkan pemangku kepentingan termasuk akademisi di kampus UNS adalah bentuk meaningful participation penyusunan RUU Perkoperasian.
“Fakultas Hukum UNS siap menjadi mitra KemenKopUKM dalam penyusunan RUU Perkoperasian dan mendukung proses sosialisasinya,” tandas I Gusti Ayu Ketut Rachmi.