
Peluang News, Jakarta – Sebanyak 60% bahan bakar minyak (BBM) berasal dari impor. Realisasi anggaran untuk impor bahan bakar minyak (BBM) hingga Rp250 triliun per tahun.
Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Infrastuktur Dasar Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Kemenko IPK), Rachmat Kaimuddin, dalam acara Strategic Forum Membangun Ekosistem Kendaraan Listrik Nasional di Menara Danareksa, Jakarta, Rabu (12/2/2025).
“Kita hari ini mengimpor 60% dari oil kita. Kita hitung rata-ratanya selama lima tahun, kira-kira kita spend (pengeluaran) Rp250 triliun setiap tahunnya,” kata Rachmat.
Menurut dia, anggaran untuk impor BBM itu cukup membebani neraca dagang Indonesia. Ironisnya anggaran jumbo tersebut masih belum tepat sasaran.
Bank Dunia (World Bank) mengungkapkan bahwa program subsidi BBM hanya 11% dinikmati kelompok masyarakat di desil 1-5. Sedangkan sisa pengguna BBM dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu.
“Jadi memang ada mismatched (ketidaksesuaian) dari subsidi dan tingkat ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Rachmat mengatakan dampak lain dari penggunaan BBM berbasis fosil adalah membawa dampak buruk bagi polusi udara. Khususnya di saat musim kemarau.
“Yang juga tidak kalah menariknya, terutama buat kita-kita yang di Jakarta, kalau di musim kemarau, polusi udara yang buruk, itu kita juga sudah lihat data-datanya sekitar 40 sampai 60% polusi udara itu bersumber dari emisi exhaust, asap knalpot,” tutur dia.
Penggunaan mobil listrik, lanjutnya, dapat menjadi alternatif untuk mengurangi keterangannya impor BBM.
Selain itu, kendaraan listrik juga lebih ramah lingkungan dibandingkan penggunaan bahan bakar fosil.
“Karena itu kita merasa mendorong ekosistem generalisasi ini cocok untuk Indonesia. Tapi kita juga perlu memastikan bahwa kita tidak hanya berpikir penggunaannya. Bahwa orang-orang Indonesia banyak yang berpindah ke EV (kendaraan listrik),” kata dia.
Rachmat menambahkan, pemerintah sendiri telah memberikan sejumlah insentif untuk mendorong pembelian kendaraan listrik. Namun, insentif ini hanya berlaku bagi produsen kendaraan listrik yang telah memenuhi ketentuan penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
“Untuk beberapa tahun ini, kita berikan demand side insentif. Mobil, kita berikan insentif PPN di tanggung pemerintah 10 persem. Tapi syaratnya hanya yang punya TKDN atau ada nilai tambah di Indonesia sesuai peraturan Kemenperin, yaitu 40%,” ucapnya, menambahkan. []