
Peluang News, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa konsep iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) merupakan tabungan peserta yang dikelola untuk menyediakan pendanaan jangka panjang dan sustainable.
“Ini dalam rangka untuk membiayai perumahan karena kondisi backlog yang ada di Indonesia yang masih sangat tinggi,” kata Direktur Sistem Manajemen Investasi, Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, Saiful Islam, yang dikutip pada Ahad (2/6/2024).
Pemerintah, sebagaimana diketahui telah menetapkan setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah kawin yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta Tapera.
Pembiayaan untuk sektor perumahan itu, sambung dia, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi rakyat sekaligus untuk mengemban misi yang diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945.
“Jadi ini adalah landasan kenapa kemudian program ini didesain, dipikirkan dan terus disempurnakan tentunya,” ungkap Saiful.
Lebih lanjut, Saiful menjelaskan bahwa semenjak BP Tapera didirikan dengan Undang-undang Nomor 4 tahun 2016, setidaknya ada tiga dana yang dikelola oleh BP Tapera.
“Yang pertama adalah BP Tapera ini membawa dana atau mengelola dana yang tadinya itu dikelola oleh eks Bapertarum. Jadi ini adalah lembaga yang juga mengelola dana, potongan untuk kebutuhan rumah bagi ASN, sipil yang kemudian pada saat lahirnya undang-undang ini kemudian dialihkan ke BP Tapera. Pada saat pengalihan di 2018 lalu setelah undang-undang ini diterbitkan, dana semula sekitar Rp11,8 triliun,” jelasnya.
Dana kedua yang dikelola BP Tapera adalah alokasi dana modal awal yan digunakan untuk modal awal BP Tapera sejumlah Rp2,5 triliun yang bersumber dari APBN 2018.
“Mandatnya adalah hasil pengelolaannya itu digunakan untuk pemenuhan biaya operasional dan investasi dari BP Tapera. Jadi pada saat start beroperasi BP Tapera sudah dikasih modal awal sehingga dia bisa tenang untuk memikirkan bagaimana mereka bisa bekerja, beroperasi, menjalankan program-program yang dimandatkan sesuai dengan undang-undang,” imbuh Saiful.
Berikutnya, dana ketiga yang dikelola BP Tapera adalah dana fasilitas, likuiditas, pembiayaan perumahan. Adapun skema dana tersebut adalah pemerintah menginvestasikan dana yang sebelumnya dikelola oleh Bapertarum dan karena Bapertarum saat ini tidak beroperasi lagi maka pengelolaan dana tersebut dikelola oleh BP Tapera.
“Dari tahun 2010, dana yang dikelola dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan ini sampai dengan kuartal pertama 2024 itu sekitar Rp105,2 triliun. Jadi 3 dana ini yang dikelola oleh BP Tapera yang bisa dianggap sumber dana dan masing-masing itu sudah ada tata kelola sendiri-sendiri,” ujar Saiful.
Saiful juga menegaskan bahwa dana simpanan peserta Tapera tidak digunakan untuk kegiatan pemerintah dan tidak masuk ke dalam postur APBN. Dana Tapera tersebut nantinya tercatat berdasarkan individual account pada bank kustodian per masing-masing peserta dan selalu diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara reguler.
“Yang terjadi adalah justru penjelasan saya yang pertama tadi APBN setiap tahun paling tidak sampai dengan tahun 2024 ini mengalokasikan sebagian dari investasi non permanennya dalam bentuk fasilitas, likuiditas, pembiayaan perumahan yang diharapkan itu bisa dirasakan manfaatnya bagi masyarakat dalam bentuk rumah murah,” ungkapnya. (Aji)