hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Kaum Miskin Dilarang Punya Bank

Bank-bank bermodal cekak sedang memutar otak untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum sebesar Rp3 triliun sampai akhir tahun ini agar terhindar dari degradasi menjadi bank perkreditan rakyat.

Tahun ini merupakan masa akhir bagi seluruh bank umum di Indonesia untuk memenuhi ketentuan modal inti minimal sebesar Rp3 triliun. Saat tos-tosan ini, jika ada bank yang gagal memenuhi ketentuan tersebut, maka akan terdegradasi menjadi bank perkreditan rakyat (BPR).

Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum mengenai pemenuhan Modal Inti Minimum yang mengatur hal tersebut. POJK ini mewajibkan bank untuk memiliki modal inti minimal Rp2 triliun pada 2021 dan meningkat menjadi sebesar Rp3 triliun per 31 Desember 2022. Sementara untuk Bank dalam kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD) masih diberi kelonggaran waktu sampai akhir 2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa keuangan (OJK) Heru Kristiyana menjelaskan, proses bank-bank tersebut meningkatkan modal inti terus berjalan.

“Semua bank itu sudah mengarah untuk memenuhi aturan kita. Kalau tidak penuhi sanksi berat, turun kelas menjadi BPR,” kata Heru Kristiyana, beberapa waktu lalu.

Meski aturan OJK sudah sangat jelas, namun setidaknya masih ada 31 bank umum swasta yang belum memenuhi ketentuan tersebut (lihat tabel). Untuk menghindari turun kelas, bank-bank tersebut sibuk melakukan persiapan untuk menambah modal inti antara lain menerbitkan saham baru (right issue) , private placement, mengajak mitra strategis maupun mencari pemilik baru alias akuisisi.  

Setidaknya sudah ada dua bank yang diakuisisi yaitu Bank Mayora dan Bank Fama Internasional. Bank Mayora diakuisisi oleh bank pelat merah yaitu Bank BNI dengan nilai sebesar Rp3,5 triliun. Keputusan ini sudah disahkan oleh pemegang saham dalam RUPS Tahunan pertengahan Maret 2022. BNI melakukan langkah akuisisi ini untuk memperkuat posisinya di ranah perbankan digital.

Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, persetujuan akuisisi Bank Mayora yang didapat dalam RUPS Tahunan adalah langkah awal bagi perusahaan.

“Dengan adanya izin RUPS kita bisa tindaklanjuti. Kemudian baru kita selesaikan dengan tech partner. Sambil jalan saya nggak ngomong namanya, yang saya bilang tech partner. Jadi mudah-mudahan sebelum nanti kalau kita IPO, tech partner sudah jadi partner baru dari Bank Mayora yang kami akuisisi,” ungkap Royke.

Pasca akusisi, nantinya kepemilikan saham berubah di mana Bank BNI menguasai 63,92% saham Bank Mayora sementara Mayora Inti Utama sebesar 36,08%.Modal inti Bank Mayora pun otomatis akan bertambah untuk mengejar ketentuan dari regulator.

Bank kecil lain yang diakuisi adalah Bank Fama International. Bank ini dicaplok oleh PT Elang Media Visitama atau EMV. Pemilik stasiun televisi Indosiar dan SCTV itu telah menandatangani akta jual beli saham dan efektif mengakuisisi 93% saham Bank Fama pada 22 Desember 2021 lalu. Nilai akuisisi ini mencapai Rp909,95 miliar yang berasal dari kas internal perusahaan.

Sama seperti tujuan BNI mencaplok Bank Mayora, Grup Emtek pun ingin menjadikan Bank Fama sebagai bank digital. Untuk itu, Emtek menggandeng Grab Holdings Limited dan Singtel Telecommunications Limited. Kedua perusahaan asal Singapura itu dinilai memiliki jam terbang dalam mengelola bank digital.

Grab dan Singtel, melalui anak usahanya masing-masing telah melakukan penyertaan modal dengan mengambil bagian atas 2,35 miliar saham baru Bank Fama atau 16,26% dari modal perusahaan yang telah ditingkatkan.

Selain akuisisi, upaya bank agar tidak turun kelas menjadi BPR adalah menerbitkan saham baru. Salah satunya dilakukan oleh Bank Oke yang telah menyampaikan rencana penerbitan saham baru (rights issue) sebesar Rp500 miliar pada triwulan ke-4 tahun ini. Hal itu dinyatakan dalam rencana bisnis bank yang disampaikan kepada OJK.

“Sebagaimana komitmen APRO Financial Co., Ltd. [pengendali DNAR] yang telah disampaikan ke OJK pada tahun 2018. Dengan adanya rencana tersebut, per Desember 2022 jumlah modal inti perseroan diproyeksi akan memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun,” ungkap manajemen Bank Oke dalam keterangan tertulis.

Bank lain yang akan menambah modal inti melalui right issue adalah Bank Neo Commerce Tbk. Bank yang dikendalikan oleh fintech Akulaku ini akan melakukan right issue VI untuk mendapatkan dana segar sebesar Rp5 triliun.  Tambahan dana ini akan digunakan untuk memperkuat modal inti minimum hingga mencapai Rp3 triliun.

Era konsolidasi bank umum oleh OJK sekaligus menandakan berakhirnya kelompok dengan modal pas-pasan untuk memiliki bank. Pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp3 triliun diyakini akan membuat usaha bank berkelanjutan. (Kur).

pasang iklan di sini