hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Kantongi SNI Minyak Makan Merah, Koperasi Petani Sawit Siap Produksi

Jakarta (Peluang) : Diharapkan produksi minyak makan merah pada Januari 2023 dengan kapasitas 10 ton per hari.

Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk minyak makan merah telah selesai disusun oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). Atas SNI ini, koperasi petani sawit memiliki acuan dalam memproduksi minyak tersebut.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKopUKM) tengah fokus mendorong koperasi memproduksi minyak makan merah. Piloting atau uji cobanya akan dilakukan pada Januari 2023.

Maka menurut Teten , dengan dikeluarkannya SNI ini, tidak perlu lagi ada yang meragukan minyak makan merah ini layak dikonsumsi atau tidak.

Apalagi  syarat untuk membangun pabrik percontohan atau piloting sudah tercukupi. Sebelum SNI, KemenKopUKM telah menerima rancangan detail teknis DED (detail engineering desain) untuk pabrik minyak makan merah, termasuk mesin yang digunakan.

Dengan mengantongi kedua hal tersebut, Teten mengatakan, akan memulai groundbreaking pabrik pada minggu ke-3 atau minggu ke-4 Oktober 2022.

“SNI sudah keluar, jangan ragukan lagi minyak makan merah layak untuk dikonsumsi. Kita sudah lengkap semuanya, insya Allah untuk mulai groudbreaking (pabrik minyak makan merah) pada minggu ketiga atau keempat Oktober,” ujar Teten Teten saat menerima dokumen SNI Minyak Makan Merah dari BSN  di Kantor KemenKopUKM, Jakarta, Selasa (4/10/2022). 

Teten menegaskan, produksi  minyak makan merah tidak akan mundur, yakni tetap pada Januari 2023. Pada tahap awal atau piloting, produksi akan dilakukan di tiga lokasi di Sumatera Utara, yakni di Deli Serdang, Asahan, dan Langkat.

Untuk piloting selanjutnya akan menyasar Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

Lebih lanjut, Teten mengatakan, SNI Minyak Makan Merah hanya dikeluarkan untuk produksi koperasi petani sawit. Sebagaimana afirmasi awal yakni untuk meningkatkan kesejahteraan petani sawit. 

“Setelah DED selesai, sekarang dalam tahap PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) pembuatannya. Sehingga paralel juga izin lokasi digarap. Insya Allah Januari 2023 tidak akan mundur produksi. Ini sudah banyak untuk produksi minyak makan merah,” kata Teten.

Adanya SNI Minyak Makan Merah ini selanjutnya akan menunggu izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 

MenKopUKM menyebut, sejak awal BPOM sudah terlibat langsung pembuatan DED menyangkut higienitas, serta keamanan pangan. 

“Dari mulai jenis logam mesin yang digunakan sampai tidak boleh ada lekukan detail pun sedemikian rupa diatur. Jadi insya Allah kalau dari awal desain pabrik, permesinannya sampai material yang dipakai izin edar tidak ada kesulitan by design semua,” ucap Teten.

Pembangunan pabrik oleh petani koperasi sawit ini diharapkan bisa lebih murah dan efisien dari sisi biaya logistiknya, karena pabrik terintegrasi dekat suplai Tandan Buah Segar (TBS) sawit. 

“Diharapkan kalau produksi 10 ton per hari dari 1.000 hektare bisa diserap di dua kecamatan,” kata MenKopUKM.

Kepala BSN Kukuh S Achmad menambahkan, SNI yang sudah disusun nantinya diberikan ke koperasi petani sawit dan menjadi acuan dalam memproduksi minyak makan merah yang aman, bergizi, sehat, dan bermutu. Berbagai pedoman itu tertuang dalam SNI nomor 9098:2022.

“Intinya dijadikan acuan petani sawit yang akan produksi minyak makan merah, tapi tidak cukup hanya terapkan SNI yang sudah disusun. Jadi tentu dengan pembinaan dari pemerintah,” jelas Kukuh.

Kendati begitu, ia mengungkap tak berhenti pada pemberian SNI semata, perlu ada pembinaan dari pemerintah sesuai standar juga sertifikasi, dan pengujian laboratorium.

BSN menyiapkan laboratorium lembaga sertifikasi yang kompeten, untuk melakukan pengujian minyak makan merah. 

Dalam  membuat SNI, BSN menggunakan azas konsensus dan menggunakan standar kesepakatan para pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang standarisasi. Para pemangku kepentingan meliputi pakar dan konsumen. 

“Dalam kancah standardisasi, perlu ada tindak lanjut dengan langkah sertifikasi. BSN siap untuk melakukan sertifikasi tersebut,” kata Kukuh.

Lebih lanjut, ia mengatakan, dalam konsensus tersebut, BSN membagi klaster menjadi empat kelompok yakni, pemerintah, industri asosiasi, kelompok pakar (akademisi), dan konsumen. 

“Keempat stakeholder ini sudah kompak, Alhamdulillah SNI ini sudah tepat waktu,” ucapnya.

Kukuh menjelaskan, pemberlakuan SNI begitu ditetapkan penerapannya sukarela. Namun untuk kepentingan kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan dan kepentingan nasional, SNI bisa diwajibkan. 

Namun demikian menurutnya lagi, itu tergantung Kementerian yang mengatur produk tersebut. “Karena BSN bukan regulator, kita sediakan infrastrukturnya. Kalau ke depannya SNI diwajibkan, maka semua minyak makan merah yang beredar harus sesuai SNI,” kata Kukuh.

Sementara untuk pengawasan peredarannya nanti di pasar, merupakan kewenangan Kemendag. “Mereka juga hand in hand dengan BSN. Apalagi kalau diwajibkan, Kemendag siap mengawasi,” pungkasnya.

pasang iklan di sini