hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

Jalan Panjang Pembentukan Pasar Uang Antar Koperasi

Pengelolaan dana bersama (pooling funds) untuk mengatasi risiko likuiditas bisa dijadikan tahap awal sebelum terbentuknya pasar uang koperasi.

Likuiditas dan permodalan merupakan faktor penting untuk menjaga operasional lembaga ekonomi dan keuangan seperti koperasi. Dengan likuiditas dan modal yang memadai, lembaga sokoguru pereknomian itu bisa mencapai target yang ditetapkan. Ide pembentukan pasar uang antar koperasi (PUAK) dan penerbitan obligasi merupakan salah satu cara untuk menjaga likuiditas dan mempertebal permodalan koperasi.

Halim Alamsyah, mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengatakan, mengacu pada praktik yang sudah ada pasar uang merupakan tempat mencari dana yang jumlahnya besar (wholesale) dan tidak memerlukan jaminan. Pasar uang membutuhkan kecepatan untuk menutup risiko likuiditas di pasar keuangan yang jika terjadi pada suatu lembaga keuangan, akan dapat menimbulkan dampak sistemik. “Transaksi di pasar uang tidak memerlukan agunan, basisnya hanya kepercayaan saja antar pelaku pasar,” ungkap Halim.

Di industri perbankan, dikenal pasar uang antar bank (PUAB). Salah satu keunggulannya adalah suku bunga atau bagi hasil yang lebih rendah dibanding mengambil dana langsung dari masyarakat misalnya melalui instrument deposito. Sehingga bank dapat mengendalikan biaya dana (cost of fund) untuk meningkatkan keuntungan/laba.

Besaran suku bunga di PUAB mengacu pada hasil kredit rating lembaga tersebut yang dikeluarkan lembaga rating independen seperti Pefindo atau Fitch Rating. Semakin bagus rating yang diterima maka suku bunga pinjaman akan rendah. Begitu pula sebaliknya, jika ratingnya buruk maka suku bunga yang dikenakan akan tinggi, bahkan sering diminta menyertakan agunan. Jika ini yang terjadi, pada hakikatnya sudah seperti utang piutang biasa dan bukan lagi pinjaman di pasar uang.

Berkaca pada praktik di PUAB, yang terjadi adalah pinjaman segmented. Artinya, bank-bank besar hanya mau melakukan transaksi dengan bank besar saja. Sementara bank-bank kecil yang ratingnya rendah hanya menjadi pelengkap saja. 

Halim menambahkan, jika praktik di PUAB ingin diadopsi oleh koperasi dengan membentuk PUAK, yang perlu di kedepankan apakan tujuan utama dari pembentukannya. Apakah PUAK akan dijadikan sebagai sarana menutup risko likuiditas tanpa agunan atau hanya sebagai tempat praktik utang-piutang dengan jaminan. Lantas, apakah PUAK ini bisa berlaku untuk seluruh koperasi atau hanya pada koperasi yang setara seperti di koperasi-koperasi besar saja. “Pembentukan PUAK masih perlu diskusi yang panjang,” ujar Halim. 

Tanpa bermaksud menghambat dinamika pembentukan PUAK, Halim lebih memilih agar ada pengelolaan dana bersama (pooling funds) sesama koperasi. Sehingga koperasi yang butuh likuiditas dapat memanfaatkannya. Untuk itu diperlukan Pooling Fund Manager yang andal agar dana yang dipinjamkan aman.

Untuk merealisasikan gagasan pooling funds tersebut, Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) atau Forum Komunikasi Koperasi Besar Indonesia dapat menjadi inisiatornya. Sehingga sesama koperasi dapat saling membantu sesuai dengan prinsip dan jatidiri gerakan koperasi.

Perlu Harmonisasi Regulasi

Sementara untuk penerbitan obligasi koperasi, Sahala Panggabean Ketua KSP Nasari mengatakan, merupakan ide bagus agar permodalan koperasi semakin kuat. “Obligasi koperasi sangat penting untuk mendukung eksistensi koperasi,” ungkapnya.

Meski penerbitan obligasi koperasi dipandang sebagai hal yang penting, namun Sahala mengakui untuk saat ini kondisinya cukup sulit. Selain fakor kurang kondusifnya perekonomian akibat tekanan pandemi Covid-19, masiha ada hambatan regulasi.

Ambil contoh, regulasi OJK yang mensyaratkan adanya Modal Saham bagi penerbit obligasi. Padahal, di koperasi tidak mengenal modal saham. Oleh karena itu, kata Sahala, perlu harmonisasi dan sinkronisasi peraturan antar lembaga Pemerintah.  “Harmonisasi dan sinkronisasi regulasi diperlukan jika koperasi ingin menerbitkan obligasi,” ujar Sahala.

Koperasi yang ingin menerbitkan obligasi juga harus mematuhi peraturan di pasar modal. Beberapa peraturan tersebut antara lain memiliki modal/ekuitas minimal sebesar Rp20 miliar dan mendapatkan peringkat mnimal BBB- (investment grade) dari lembaga pemeringkat yang terdaftar di OJK. Selain itu, Laporan Keuangan 3 tahun terakhir berturut-turut diaudit oleh Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di OJK dengan  pendapat/opini minimal Wajar Dengan Pengecualian.

Sahala menambahkan, yang tidak kalah pentingnya adalah penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik yaitu transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independent, dan kewajaran di internal koperasi. Ini penting karena pada praktinya, masih ada praktik “gagal bayar” oleh koperasi yang berdampak pada menurunnya kredibilitas koperasi di publik. “Penerbitan obligasi koperasi masih perlu waktu karena banyak hal yang perlu diperbaiki baik itu di internal koperasi maupun regulasi,” pungkas Sahala.

pasang iklan di sini