hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Wisata  

Istana Siak Sri Indrapura, Kastil Eropa dengan Sentuhan Citarasa Arab dan Melayu

Sebelum membangun kerajaan ini, Raja Kecil sempat berupaya membalas kematian ayahnya di tangan Magat Sri Rama, tapi tidak membuahkan hasil. Keinginannya untuk meraih kembali Kesultanan Johor juga kandas akibat persekutuan Bugis dan Bangsawan Johor.

BANGUNAN itu megah. Kokoh. Anggun. Berwibawa. Baik tampak luar, maupun tatkala dicermati hingga ke ruang-ruang di dalamnya—yang di sana sini bertatahkan perabot dan aksesori kelas premium. Itulah Istana Siak Sri Inderapura. Bangunan yang terdiri dari dua lantai. Pada dirinya terpadu gaya dari tiga budaya: Eropa, Arab, dan Melayu. Dirancang oleh arsitektur asal Jerman, karenanya corak bangunan berwarna kuning gading itu mirip dengan kastil-kastil di Eropa.

Jalan-jalan sekitaran yang mengelilingi kawasan istana sangat asri.Ada sensasi mundur ke beberapa ratus tahun lamau, tapitetap dalam suasana yang sangat nyaman. Keindahan Istana Siak terasa sejak memasuki pintu gerbang yang dihiasi sepasang burung elang perunggu menyambar dengan pancaan mata yang tajam pada empat puncak pilar istana. Burung elang ini merupakan simbol kebesaran, kemegahan dan kejayaan kerajaan Islam terbesar di Riau pada masanya.

Nama populernya Istana Siak Sri Indrapura. Tapi ia juga dikenali dengan nama lain, yaitu Istana Asseraiyah Hasyimiah (sebagai refleksi hubungan Sultan dengan Bani Hasyim) atau Istana Matahari Timur. Bagaimana mungkin Kerajaan Siak bisa punya istana semegah itu? Jawabnya, mereka memiliki kekayaan yang cukup dari hasil perniagaan. Kegiatan pelayaran tempo dulu memfasilitasi terjalinnya interaksi dengan dunia luar. Dan Siak bersikap proaktif. Keberadaan Istana menjadi salah satu bukti bendawi yang mendukung kiprah internasional kerajaan Islam itu.

Istana ini dibangun oleh Sultan Siak ke-11, Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Dalam rentang waktu masa edarnya, dari abad ke 16 sampai dengan abad ke20, Kesultanan Siak sangat terkenal sebagai kerajaan bahari yang sangat kuat. Cikal bakal terbentuknya Kesultanan Siak tidak lepas dari sosok pendirinya yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah (Sultan Abdul Jalil I)adalah sosok yang berasal dari Pagaruyung, Sumatera Barat.

Rentang usia Kerajaan Siak sekitar empat abad itu berakhir pada abad ke-20. Silsilah dinasti dengan nama Kesultanan Siak Sri Indrapura sejatinya dimulai pada tahun 1723 M, dengan 12 sultan yang pernah bertahta. Meski begitu, secara fisik Istana Siak Sri Indrapura yang kita saksikan hari ini mulai dibangun tahun 1889, semasa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim, dan selesai pada 1893.

Kompleks Istana Siak ini relatif luas, lahan totalnya tak kurang dari 32.000 m². Di dalamnya sebenarnya terdapat empat buah istana, yaitu Istana Siak, Istana Lima, Istana Padjang, dan Istana Baroe. Istana Siak sendiri memiliki luas 1.000 m². Sebagai kediaman resmi Sultan Siak dan keluarganya, (cikal bakal) istana ini mulai dimanfaatkan pada tahun 1723.

Coba simak laporan pandangan mata berikut ini. Pada bagian halaman, anda langsung menjumpai delapan buah meriam yang tersebar di berbagai sisinya. Anda juga dapat melihat sebuah koleksi peninggalan kerajaan berupa perahu kuno yang dinamai “Kapal Kato“. Kendaraan air ini pada masanya digunakan Sultan Siak untuk emantau dan memastikan daerah-daerah kekuasaannya.

Lantai bawah Istana dibagi menjadi enam, yakni ruangan siding, ruang tunggu para tamu, ruang tamu kehormatan, ruang tamu laki-laki, ruang tamu untuk perempuan, satu ruangan di samping kanan adalah ruang sidang kerajaan yang juga digunakan untuk sebagai ruang pesta.

Lantai atas terdiri atas 9 ruangan. Di sini tempat istirahat Sultan dan para tamu. Terdiri dari 5 ruangan besar. Ruangan Depan Istana merupakan ruang tunggu para tamu, di dalamnya terdapat dua bagian, untuk para tamu terhormat disebut ruangan Kursi Gading, dan satu ruang terhormat lainnya untuk kaum perempuan.

Ruangan di sisi kanan adalah ruang sidang kerajaan dan sekaligus ruang pesta. Di sisi kiri, ruang upacara adat untuk pelantikan, perwakilan, upacara menjunjung Duli dan upacara hari hari besar keagamaan. Di bagian depannya terdapat pelantaran atau tempat peranginan yang menghadap ke taman bunga Panca Wisada dan Sungai Siak. Di puncak bangunan terdapat enam patung burung elang sebagai lambang keperkasaan Istana.

Ruangan belakang Istana digunakan untuk bersantap para tamu umum, raja dan pembesar kerajaan. Di ruangan ini terdapat tangga besi spiral yang indah buatan Jerman berfungsi tangga naik ke lantai atas. Adapun pelataran (koridor) sepanjang 500 m berbentuk huruf T dimanfaatkan untuk jamuan makan bagi rakyat umum.

Dekorasi istana ini tak pelak lagi bergaya Eropa. Benda benda koleksi kerajaan tersedia hampir utuh. Antara lain, Mahkota Kerajaan yang dibuat semasa pemerintahan Sultan Siak X, yaitu Syarif Kasim I. Mahkota ini berlapis emas bertaburkan permata; yang asli tersimpan di Museum Nasional Gajah Jakarta; Singgasana Kerajaan Siak, Kursi keemasan yang penuh dengan ukiran indah dari bahan kuningan berbalut emas; Lambang dan Bendera Kerajaan Siak; patung perunggu Ratu Belanda Wilhemina dan patung pualam Sultan bermata berlian.

Tak ketinggalan, tentu saja, senjata dan benda-benda kerajaan berupa tombak, keris, meriam, serta alat nobat, cermin mustika, kursi-kursi kristal buatan tahun 1896, lampu lampu kristal seberat 1 ton, barang barang keramik dari Cina dan Eropa, diorama, benda benda upacara lain, serta piring piring, cangkir, gelas kermik, dan sendok yang bermerek lambang kerajaan.

Khazanah laiunnya, Setanggi (tempat pembakaran yangmengeluarkan aroma wangi) pengharum ruangan istana. Canang untuk memanggil pelayan istana. Komet, yaitu sejenis gramafon raksasa terbuat dari tembaga dengan piring garis tengah 1 meter. Ini alat pemutar musik besar lagu-lagi karya klasik Mozart, Beethoven dan Strauss, yang dibawa oleh Sultan dari kunjungan ke Eropa pada tahun 1896. Orang-orang mengatakan, hanya ada dua yang tersisa di dunia. Konon barang ini hanya ada dua di dunia; satunya lagi di Negara pembuatnya: Jerman. Cermin mustika/Ratu Agung milik permaisuri Sultan.

NAMA kesultanan ini disesuaikan dengan keadaan alamnya yang banyak dikelilingi tumbuhan Siak-siak. Nama Siak juga terdapat dalam catatan Tomi Pireh dan Kitab Nagarakartagama. Kiprah kerajaan ini menyemarakkankan catatan sejarah Islam di Indonesia sekitar abad ke-18 dan 19. Patut dikatakan bahwa Kerajaan Siak masih satu rumpun dengan Kerajaan Malaka dan Kerajaan Kampar.

Adalah Raja Kecil yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah yang mendirikan Kesultanan Siak Sri Indrapura, pada tahun 1723. Sebelum membangun kerajaan ini, Raja Kecil sempat berupaya membalas kematian ayahnya di tangan Magat Sri Rama, tapi tidak membuahkan hasil karena bendahara istana berkhianat. Keinginannya untuk meraih kembali Kesultanan Johor kandas akibat persekutuan Bugis dan Bangsawan Johor.

Memiliki garis keturunan Johor membuat kehidupan Raja Kecil tak harmoni. Sebab, sang raja lahir dan dewasa di tengah perebutan tahta yang menggiringnya ke pelarian. Pada tahun 1723, Raja Kecik menemukan Bintan dan mendirikan negeri baru di tepi Sungai Buantan (anak Sungai Siak). Kedudukan Kerajaan Siak tidak tetap karena mengalami perpindahan dari Kota Buantan ke Mempura, lalu beralih ke Senapelan Pekanbaru, kembali ke Mempura, dan akhirnya mantap di Kota Siak Sri Indrapura.

Dalam fungsi terbarunya sebagai destinasi wisata historis, Istana Siak Sri Indrapura ini berlokasi di Jl. Sultan Syarif Kasim, Kabupaten Siak, Riau. Untuk perjalanan 120 km berkendara dari Pakanbaru, perlu waktu 2-3 jam. Di dekat istana tersebut, di tepi Sungai Siak, berdiri Masjid Royal. Jarak Istana Siak dari Pelabuhan Siak hanya sekitar 500 meter. Lokasi Istana Siak berdekatan dengan alun-alun Kabupaten Siak, berjarak hanya 180 meter.(dd)

pasang iklan di sini