Pemerintah membuka lebar bagi masuknya arus investasi asing ke dalam negeri. Sayangnya kebijakan tersebut belum diiringi dengan perbaikan taraf kesejahteraan masyarakat, terutama di lapisan paling bawah.
Investasi merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya, pemerintah dengan segala daya upaya berusaha keras menarik dana investor, terutama dari asing. Usaha itu tidak sia-sia karena realisasi investasi sepanjang tahun lalu melampaui dari yang ditargetkan.
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi mencapai Rp1.207,2 triliun sepanjang 2022, melebihi target yang ditetapkan sebesar Rp1.200 triliun dan naik sebesar 34% dari periode yang sama pada 2021. “Realisasi investasi pada 2022 melebihi dari yang ditargetkan oleh Presiden,” ungkap Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Sejak tahun lalu, pemerintah membuka pintu lebar-lebar bagi masuknya modal asing. Berbagai kemudahan diberikan mulai dari keringanan pajak. lokasi lahan, hingga izin tinggal berupa pemberian second home visa. Visa khusus ini dilaunching Desember 2022 lalu untuk menyasar investor dan miliarder global agar nyaman tinggal di Indonesia sebagai rumah keduanya. Kemudahan di sektor regulasi juga disiapkan dengan terbitnya Perppu No 2 Tahun 2022 yang materinya beda tipis dengan UU Cipta Kerja yang pada November 2021 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Alhasil dengan segala kemudahan tersebut pemerintah memang tengah menggelar karpet merah bagi para investor asing. Menteri Investasi dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia tidak menampik hal itu, namun dia tegaskan bahwa Indonesia tidak membeda-bedakan perilaku bagi investor asing. Menurutnya, realisasi investasi saat ini sudah sangat berimbang.
Secara rinci, realisasi investasi terdiri atas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp552,8 triliun atau 45,8% dari total investasi. Angka tersebut naik 23,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp654,4 triliun atau 54,2% dari total investasi, naik 44,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Secara wilayah, luar pulau Jawa masih mendominasi investasi yang masuk sepanjang tahun lalu. Porsinya mencapai 52,7% atau setara Rp636,3 triliun. Sementara itu, investasi di pulau Jawa sebesar Rp570,9 triliun. Realisasi tersebut setara dengan 47,3% dari total investasi.
Sementara secara sektoral, industri logam dasar masih menguasai investasi dengan nilai sebesar Rp171,2 triliun. Disusul industri pertambangan sebesar Rp136,4 triliun, industri transportasi, gudang, dan telekomunikasi sebesar Rp134,3 triliun. Selanjutnya industri perumahan, kawasan industri dan perkantoran sebesar Rp109,4 triliun, dan industri kimia dan farmasi sebesar Rp93,6 triliun.
Berdasarkan lokasinya, Jawa Barat menjadi provinsi dengan PMA dan PMDN terbanyak yakni Rp174, 6 triliun. Kemudian disusul DKI Jakarta sebesar Rp143 triliun, Sulawesi Tengah Rp111,2 triliun, Jawa Timur sebesar Rp110,3 triliun, dan Riau sebesar Rp82,5 triliun.
Berdasarkan negaranya, Singapura menjadi negara dengan investasi ke Indonesia terbesar sebesar US$13,3 miliar. Kemudian Tiongkok sebesar US$8,2 miliar, Hong Kong sebesar US$5,5 miliar, Jepang sebesar US$3,6 miliar, dan Malaysia US$3,3 miliar.
Meski gelontoran dana investasi melonjak, namun tidak berarti persoalan klasik seperti ketimpangan dan kemiskinan terselesaikan. Faktanya, berdasarkan data BPS, pada September 2022, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini Ratio sebesar 0,381, atau masih sama dengan posisi September 2021.
Kondisi memprihatinkan justru terjadi di perkotaan dimana Gini Ratio pada September 2022 tercatat sebesar 0,402; naik dari September 2021 yang sebesar 0,398. Dari data tersebut, naiknya investasi tidak selalu berbanding lurus dengan distribusi kesejahteraan, terutama di kawasan perkotaan.
Secara spasial fenomana menarik terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) yang menempati peringkat ketiga daerah tujuan investasi tertinggi di Indonesia. Selain itu, di sana juga terdapat pabrik pengolahan nikel terbesar tepatnya di Kabupaten Morowali.
Dari Laporan Perekonomian Daerah yang dirilis Bank Indonesia, tercatat pada Maret 2022, jumlah penduduk miskin sebanyak 388.350 jiwa atau mencapai 12,33% dari total penduduk Sulteng. Jumlah itu meningkat dari September 2021 sebanyak 381.210 jiwa atau 12,18% dari total penduduk.
Ironi di tengah Banjir Modal
Masih banyaknya orang miskin di daerah kaya sumber daya alam tersebut merupakan ironi di tengah banjirnya investasi terutama di sektor pertambangan. Ini merupakan pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan, terutama oleh pemerintah. Sebab, investasi di suatu daerah seharusnya memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar seperti turunnya angka kemiskinan.
Kondisi serupa terjadi di Provinsi Jawa Barat sebagai daerah tujuan investasi tertinggi di Indonesia. Gini Ratio daerah yang dipimpin oleh Ridwan Kamil ini tercatat sebesar 0,412 atau di atas rata-rata nasional.
Secara jumlah, penduduk miskin di Jawa Barat pada Maret 2022 mencapai 4,07 juta orang. Jika dibandingkan dengan September 2021, jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan sebesar 66,1 ribu orang. Secara persentase, tingkat kemiskinan Jawa Barat pada Maret 2022 mengalami peningkatan sebesar 0,09% terhadap September 2021.
Secara spasial, peningkatan angka kemiskinan di Jawa Barat terjadi baik di perkotaan maupun perdesaan.Tingkat kemiskinan di wilayah perkotaan pada Maret 2022 tercatat sebesar 7,57% atau meningkat dibandingkan periode September 2021 sebesar 7,48%.
Sedangkan pada wilayah perdesaan, pada Maret 2022 tingkat kemiskinan yang ditunjukkan oleh persentase penduduk miskin meningkat menjadi 9,88%. Rasio tersebut meningkat jika dibandingkan periode September 2021 yang berada pada 9,76%.
Di Jawa Barat, tingkat kemiskinan yang tinggi cenderung terjadi di wilayah dengan dominasi ekonomi sektor pertanian, sementara cenderung lebih rendah pada wilayah dengan sektor utama sektor industri, perdagangan dan jasa. Padahal sektor pertanian merupakan sektor penting untuk mewujudkan kedaulatan pangan.
Ke depan, menggenjot investasi penting untuk diteruskan guna menopang roda perekonomian. Namun yang tidak kalah penting, atau bahkan yang utama adalah mengentaskan kemiskinan dan perbaikan ketimpangan ekonomi masyarakat sesuai amanat konstitusi. (Kur).