hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

Investasi Membaik tapi Semua Sektor Terbuka untuk PMA

Lewat Paket 16/2018, Pemerintah melepas sebanyak 54 bidang usaha ke pihak asing. Itu artinya, modal asing bisa masuk lewat kepemilikan modal sebanyak 100 persen di bidang UMKM dan koperasi.

PENANAMAN modal asing (PMA) di Indonesia mengalami naik dan turun. Penyebabnya, baik faktor internal maupun eksternal. Secara keseluruhan memang dapat dikatakan terdapat peningkatan dari waktu ke waktu. Ditarik dari 2017, misalnya, realisasi tren itu meningkat. Sepanjang 5 tahun ke depan, rata-rata kenaikan itu 6,9%. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi RI pada 2017 berjumlah Rp692,8 triliun.

Dengan investasi dimaksudkan baik penanaman modal langsung (direct investment) maupun penanaman modal tidak langsung (indirect investment) Wujud penanaman modal langsung adalah mendirikan perusahaan sendiri; patungan (joint venture company) dengan perusahaan dalam negeri; kerja sama operasi (joint operation scheme); konversi penyertaan utang menjadi saham pada perusahaan, serta memberikan bantuan teknis dan manajerial (technical and management assistance).

Sedangkan penanaman modal tidak langsung (indirect investment) dilakukan dengan pembelian surat berharga di pasar modal maupun pasar uang; membeli saham maupun obligasi serta valuta asing dengan prinsip mencari keuntungan dan penanam modal tidak ikut terlibat secara langsung dalam kegiatan pengelolaan usahanya.

Investasi pada dasarnya adalah kegiatan untuk jangka waktu yang cukup Panjang. Sehingga, ketika minat investasi para investor menurun, peranan pemerintah memnginisiasi dan mengajak untuk berinvestasi di Indonesia akan dapat membantu menarik minat investor. Dampaknya akan dapat dirasakan negara dan rakyat, ketika proses kegiatan ekonomi telah berjalan dan terjadi peningkatan nilai ekonomi.

Setidaknya dikenali lima faktor yang menentukan apakah investasi tersebut dapat memberikan gain atau justru loss. Pertama, Pendapatan per kapita. Yaitu pendapatan nasional yang dibagi dengan banyaknya jumlah penduduk di dalam suatu negara. Makin tinggi pendapatan per kapita, makin kuat kemampuan masyarakat untuk membeli produk/jasa yang beredar di pasar. Begitu pula sebaliknya.

Kedua, Tren. Ketika orang sering membicarakan sebuah investasi, maka harganya akan meningkat. Begitu pun sebaliknya, saat investasi tersebut mulai jarang diperbincangkan, maka harga (produk/jasanya) akan ikut menurun. Ketiga, Situasi politik dan keamanan. Jika negara tersebut berada di situasi politik dan keamanan yang tidak baik, para investor cenderung untuk menarik investasinya dan hal ini yang membuat nilai investasi menjadi turun.

Keempat, Situasi industri dan ekonomi. Misalnya, saat ini finance technology terus berkembang pesat, banyak orang yang tertarik untuk menanamkan  dana di perusahaan-perusahaan tersebut. Kelima, Kondisi sarana dan prasarana yang tersedia. Semakin baik kondisi sarana dan prasarana yang tersedia di suatu negara, semakin banyak pula investor yang tertarik untuk menyuntikkan dana.

Dari publikasi Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) diketahui, data capaian realisasi investasi (PMA dan PMDN) pada Triwulan I (periode Januari–Maret) untuk Tahun 2022 adalah sebesar Rp282,4 triliun.

Pertumbuhan investasi PMDN pada Triwulan I Tahun 2022 meningkat 25,1% (yoy) menjadi Rp135,2 triliun. Investasi sektor Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi menjadi sektor penunjang terbesar realisasi investasi PMDN. Sedangkan investasi PMA pada Triwulan I Tahun 2022 meningkat 31,8% (yoy) menjadi Rp147,2 triliun. Realisasi PMA terbesar untuk periode Januari-Maret 2022 disumbang oleh sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya.
Ditilik dari polarisasi kewilayahan, realisasi investasi di Pulau Jawa Rp133,7 triliun dan luar Pulau Jawa Rp148,7 triliun. Berdasarkan lokasinya, Kementerian Investasi/BKPM mencatat lima besar realisasi investasi (PMDN & PMA). Yakni DKI Jakarta (Rp40,4 triliun, 14,3%); Jawa Barat (Rp39,5 triliun, 14,0%); Riau (Rp23,7 triliun, 8,4%); Jawa Timur (Rp23,6 triliun, 8,4%); dan Sulawesi Tengah (Rp20,0 triliun, 7,1%).

Dari sisi pemerataan ekonomi, pertumbuhan investasi di luar Jawa cukup stabil dan terus membaik. Pada periode Triwulan I Tahun 2022 realisasi investasi di luar Jawa sebesar Rp148,7 triliun. Hal itu terlihat dengan masuknya dua daerah: Provinsi Riau dan Sulawesi Tengah ke dalam lima besar lokasi investasi PMA dan PMDN pada Triwulan I Tahun 2022 ini.

Berrdasarkan negara asalnya, ada 10 negara dengan investasi asing terbesar di Indonesia pada 2022. Mereka adalah Singapura: US$10,54 miliar; Tiongkok: US$5,18 miliar; Hong Kong, RRT: US$3,91 miliar; Jepang: US$2,76 miliar; Malaysia: US$2,21 miliar; Amerika Serikat: US$2,12 miliar; Korea Selatan: US$1,66 miliar; Belanda: US$1,09 miliar; Bermuda: US$761,18 juta; Inggris: US$507,65 juta.

Khusus tentang penyerapan tenaga kerja, realisasi penyerapan tenaga kerja Indonesia pada Triwulan I Tahun 2022 mencapai 319.013 orang yang berasal dari proyek PMDN sebanyak 190.728 orang dan proyek PMA sebanyak 128.285 orang. Angka serapan tenaga kerja domestik seperi ini sebenarnya tidak proporsional. Hal ini terkait dengan investasi ala Cina yang bermazhab Turnkey project—uang, bahan baku dan tenaga kerja dibawa sendiri dari negaranya.

Dengan logika sederhana, masuk dan meningkatnya penanaman modal asing mestinya makin mampu menyerap tenaga kita. Berbaik-baik dengan pihak asing memang perlu. Tapi jangan sampai kebablasan sehingga menganaktirikan rakyat sendiri. Pada kenyataannya, itulah yang terjadi. Khususnya setelah pemerintah merilis Paket kebijakan ekonomi ke-16 tahun 2018 lalu—menyusul 15 paket sebelumnya yang praktis tidak menunjukkan hasil bagus.

Lewat Paket 16/201 tersebut, Pemerintah melepas (menyerahkan) tak kurang dari 54 bidang usaha ke pihak asing. Itu artinya, PMA bisa masuk lewat kepemilikan modal sebanyak 100 persen di bidang UMKM dan koperasi. Tentu tak sulit menduga, mereka akan dengan mudah menjadi pemenangnya dalam persaingan pasar bebas, menyisihkan entitas bisnis pribumi yang lemah dalam banyak hal.

Pihak (modal) asing leluasa untuk terlibat penuh dalam jasa survei panas bumi, jasa pemboran migas di laut, jasa pemboran panas bumi, jasa pengoperasian dan pemeliharaan panas bumi. Bahkan industri rokok kretek, industri rokok putih dan jasa sistem komunikasi data, penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap, penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bergerak.

Kebijakan supermewah yang memanjakan modal asing secara berlebihan itu, bahkan tak logis, langsung menjadi buah bibir di dunia maya. Kritikan keras dating dari sejumlah warganet, termasuk ahli ekonomi. Bagaimana netizen tidak memprotes keras, di tengah isu asing dan aseng yang mencederai nasionalisme, pemerintah justru membuat kebijakan yang superbaik dan mewah kepada pihak luar—dengan mengabaikan peran entitas domestik untuk ikut menikmati kue pembangunan. Ekonom senior Rizal Ramli dalam tulisan di akun twitternya langsung ‘nyerocos’ mengkritik kebijakan yang membuat angin supersegar bagi asing. Bagi Rizal, pembukaan semua sektor untuk asing itu, termasuk sektor ekonomi rakyat dan UKM, sebetulnya merupakan pelaksanaan “Ini namanya bukan membangun Indonesia tetapi membangun di Indonesia. Kok tega-teganya ladang bisnis untuk rakyat dan UKM mau diberikan 100% sama asing?”

pasang iklan di sini