hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Tajuk  

Implikasi Beras

Indonesia ekspor beras antarbisnis (business to business/B-to-B) ke Malaysia. Yang minta Menteri Pertanian dan Keterjaminan Makanan Malaysia, Datuk Seri Haji Mohamad bin Sabu. Volumenya 2 ribu ton/bulan (24 ribu ton/tahun), untuk kategori kualitas medium hingga premium. Itu produksi Kalimantan Barat. Dimungkinkan karena Indonesia punya momen bagus. Per 19 Desember 2024, pemerintah rilis policy stop impor beras, karena sediaan dalam negeri lebih dari cukup

Toh produksi beras nasional medio 2025 naik 39%–berkat hamparan lahan baku sawah seluas 7,4 juta hektare. Jagung juga meningkat 51%, hingga layak ekspor. Bareng dengan dikuncinya keran impor beras dan jagung, juga distop impor gula dan gula konsumsi. Wajar jika pengekspor negara tetangga tradisional—Thailand, Vietnam, Myanmar, Pakistan—rada nangis Bombai. Keputusan ini ikut memengaruhi harga secara global.

Beras turun dari USD700 menjadi USD400. Dari perkembangan harga beras putih 5 persen (free on board) yang dihimpun tim NFA, rata-rata harga beras asal Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Myanmar pada Januari 2024 adalah USD655 sampai USD622; kini menjadi USD640—USD590, bahkan USD490. Tren harga beras putih pun berkisar USD430—USD490 pada 8 Januari 2025.

Kebijakan stop impor ini berbuah positif. Ya melindungi petani. Ya menjaga harga gabah tetap tinggi serta menekan ketergantungan pada impor. Namun, risiko ekonomi makro tetap perlu diwaspadai, terutama jika terjadi gangguan produksi. Misalnya, gagal panen atau cuaca ekstrem. “Harga dunia memang turun, tetapi harga domestik tetap tinggi sehingga konsumen masih menanggung beban,” ujar pakar perdagangan internasional, Arie Kusuma Paksi, Ph.D. Kebijakan ini berpotensi mengurangi fleksibilitas Indonesia ketika cadangan beras menipis.

Turunnya harga beras global disorong setidaknya oleh lima pemicu. Pertama, produksi dunia tengah melimpah, terutama dari India. Kedua, India mencabut larangan ekspor beras sehingga pasokan global naik signifikan. Ketiga, melemahnya permintaan impor dari negara-negara besar, termasuk Indonesia dan Filipina. Keempat, persaingan ketat di antara pengekspor utama: Thailand, Vietnam, dan Pakistan. Kelima, stok global yang menumpuk sehingga memicu oversupply.

Solusi terbaik adalah impor terbatas untuk cadangan, sambil tetap melindungi petani pada masa panen. Kebijakan stop impor, kata Arie Kusuma, membawa dampak berbeda. Petani diuntungkan karena harga gabah terjaga; sedangkan konsumen tetap menghadapi harga beras eceran yang tinggi. Stabilitas harga sangat bergantung pada distribusi Bulog serta efektivitas tata niaga pangan nasional.

Pemerintah didorong untuk memperkuat strategi jangka panjang, demi mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi pasar dunia. Upaya tersebut mencakup peningkatan produktivitas dan infrastruktur irigasi, pembenahan tata niaga dan logistik pangan, penerapan kebijakan impor berbasis indikator (rule-based), pemanfaatan cadangan regional ASEAN+3, dan menjaga keterjangkauan harga bagi rumah tangga miskin.

Monggo diamini dan diimani.●

 

Salam,

 

Irsyad Muchtar

pasang iklan di sini