hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

HARAPAN BARU ITU BERNAMA FINTECH

Usaha Fintech terus tumbuh dan semakin mendapat tempat di hati konsumen mikro di tengah sulitnya mengakses pembiayaan perbankan. Fleksibilitas dan kecepatan eksekusi pencairan pinjaman dinilai merupakan kelebihan Fintech.

Perkembangan teknologi informasi yang melahirkan perusahan financial technology (fintech) ibarat oase di tengah keringnya gurun pasir. Fintech dinilai memberi asa baru bagi pelaku usaha kecil mikro yang sampai saat ini masih sulit mengakses pembiayaan dari lembaga perbankan.

Berdasarkan data International Finance Corporation (IFC), pelaku UMKM di Indonesia masih kesulitan mendapatkan kredit pembiayaan dari sumber-sumber konvensional. Kesulitan yang dihadapi di antaranya terlihat dari kesenjangan pembiayaan untuk sektor usaha kecil dan menengah yang mencapai USD166 miliar, sekitar 19% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2017 lalu. Dalam satu tahun terakhir, data IFC tersebut belum banyak mengalami perubahan. Pinjaman perbankan ke sektor usaha mikro rata-rata baru mencapai sekitar 13% sampai 14%.

Ada banyak faktor yang menyebabkan minimnya guyuran kredit perbankan ke sektor usaha mikro. Faktor profil risiko maupun regulasi seperti persyaratan agunan menjadi penghalang bagi bank untuk jor-joran membiayai sektor usaha di tingkat akar rumput. Pada sisi lain, debitur mikro umumnya tidak memiliki agunan yang memadai.

Di tengah situasi deadlock itulah, Fintech hadir menawarkan proses yang nggak ribet dan eksekusi pencairan pinjaman yang cepat. Hal itu cocok dengan karakter usaha mikro yang mengedepankan kecepatan proses bisnis dibanding tingkat suku bunga pinjaman. Fleksibilitas menjadi salah satu keunggulan Fintech yang disukai pelaku usaha mikro. Sehingga kini menjadi harapan baru untuk membiayai sektor yang digeluti mayoritas pelaku usaha di Tanah Air.

Data Otoritas Jasa Keuangan, membuktikan Fintech peer to peer lending  kian digandrungi masyarakat. Dalam lima bulan terakhir (Juni 2018-Oktober 2018), pertumbuhan pinjaman  mencapai 109,24% menjadi sebesar Rp15,99 triliun. Mayoritas peminjam masih berasal dari Pulau Jawa.

Laju kencang pinjaman diiringi dengan kualitas aset yang baik dimana rasio pinjaman macet hanya 1,20%. Hal ini menandakan para peminjam memiliki kesadaran yang tinggi dalam menunaikan kewajibannya selain strategi collection yang tepat dari perusahaan Fintech.

Ke depan, diprediksi laju bisnis Fintech akan tetap kencang meski sedang diterpa isu tak sedap terkait cara penagihan kepada konsumen. Menghadapi laju eksponsial Fintech, perbankan pun memilih berkolaborasi ketimbang berhadapan secara diametral.

Nasabah mikro pun kini gembira karena tersedia alternatif untuk mendapatkan dana segar pengembangan usahanya. Alih-alih meminjam ke lintah darat, Fintech jauh lebih aman dan dilindungi otoritas keuangan. (Drajat).

pasang iklan di sini