YOGYAKARTA-–Gempa yang melanda Yogyakarta pada 2006 boleh jadi memporak-porandakan banyak hal. Masyarakat bangkit membangun kembali kehidupannya, terutama ekonomi yang porak poranda. Banyak dari para perajin batik termasuk yang kolaps.
Menurut Iskandar, suami dari ketua dan pendiri kelompok pembatik Giri Indah, Rusni Wakhidah, pasca gempa para ibu-ibu di Dusun Giriloyo yang mayoritas pekerjaannya sebagai perajin batik tulis adalah di antara yang bangkit. Sayangnya, mereka hanya mampu memproduksi batik mentah.
Batik tersebut jika sudah jadi di sektor di daerah Yogyakarta sekitar kraton. Mayoritas batik kraton Yogja adalah hasil pembatik dari ibu-ibu daerah kami Giriloyo. Setelah gempa. Pembatik semua kolep. Dengan dibantu banyak LSM sedikit demi sedikit pembatik bangkit berkat bantuan bimbingan.
“Pada 2009, istri saya Rusni Wakhidah mengumpulkan ibu-ibu yang masih berusia di bawah 30 tahun. Sebanyak 20 orang ibu membentuk suatu kelompok, yang waktu itu diketuai oleh istri saya,” ujar Iskandar,kepada Peluang, Jumat (20/7/2018).
Pada 2009 akhir kelompok ibu-ibu di Giriloyo itu belum mempunyai apa-apa, kecuali keahlian batik tapi soal pewarnaan para anggota belum bisa. Kemudian ada bantuan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga berupa kain mori 2 pis atau sekitar 26 potong dan alat untuk membatik.
“Berawal dari bantuan tersebut kami membagi kain mori ke masing-masing anggota. Kain tersebut dibawa pulang oleh anggota dan di batik dengam selera masing-masing anggota. Hasil dari batik tersebut dikumpulkan di tempat saya dan istri tinggal kemudian diberi warna dengan pewarnaan alam,” ujar Iskandar
Menurut Iskandar, Giri Indah hingga saat ini tetap bernanggotakan 20 orang ibu Kelompok Giri Indah tidak menutup pada ibu-ibu yang lain di sekitar desa Giriloyo untuk menjual batik hasil pembatik para ibu-ibu selain kelompok Giri Indah.
“Hasil batik yang masih mentah itu kami warna bersama-sama kelompok dengan warna alami. Warna alami itu. Misalnya warna coklat dari kulit kayu mahoni. Wsrna kuning dari kulit buah jolawe. Dari akar kayu pace. Dari indigo akan menghasilkan warna biru. Kami sepesial warna alam. Tapi tak menutup kemungkinan dengan warna kimia seperti naptol indigo sol sogan dan sebagainya,” papar Iskandar.
Kegiatan membatik di Kelompok Giri Indah-Foto: Dokumen Giri Indah,Motif batik ibu-ibu dari Giri Indah ini ada banyak sekali, mulai dri motif tradisional hingga kontemporer. Namun Khas Giri Indah adalah motif suket.(rumput gajah).
Omzet pada 2009 berkisar satu juta hingga tiga juta rupiah. Kini omzet kelompok Giri Indah meningkat antara Rp5 hingga Rp15 juta per bulan. Pasar batik tulis Giri Indah mencapai Jepang, sementara untuk wilayah Indonesia mencapai Kalimantan. Kelompok Giri Indah juga kerap ikut pameran di Jakarta.
Contoh motif Batik karya kaum ibu di kelompok Giri Indah-Foto: Dokumentasi Giri Indah.Menurut Iskandar kebanyakan orang Jepang menyukai warna indigo, warna alami yang tidak terlalu mencolok. (kluwus) kain 2,5 meter, dari harga Rp350 ribu sampai Rp1,8 juta, untuk jenis kain primissima. Sementara kain sutra dibandrol hingga 3 juta rupiah per dua meter setengah. Batiknya tulis halus. Ada juga yang batik cap per dua meter seharga Rp175 ribu.
“Kami rencana buka di depan sentra belajar batik. Tetep mengembangkan batik. Jadi seperti hem rok kulot semua dari batik warna alam,” pungkasnya (Irvan Sjafari)