hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Filosofi Majapahit Koperasi Petani Kopi di Banjarnegara

BANJARNEGARA—Sejumlah petani kopi di Desa Badadan, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara sadar bahwa dengan mendirikan koperasi, mereka bisa menentukan harga sesuai dengan keinginan mereka dan tidak dipermainkan tengkulak.

Pada 2019  para petani mendirikan Koperasi Produsen Kopi Sikopel Mitreka Satata dipimpin oleh Turno, mantan kepala desa periode  2007-2013. filosofi yang dipakai juga pada masa Kerajaan Majapahit. Harapannya dengan nama tersebut koperasi adanya kesetaraan petani bersama-sama mengembangkan usaha Bersama.

“Tidak semua petani memang menjadi anggota koperasi. Kami bergerak dengan 42 anggota, tetapi dengan koperasi kami bisa memperkuat brand kopi kami “Java Bismo” yang terkait dengan letak di kaki Gunung Bismo, kawasan Dataran Dieng,” tutur Turno, ketika dihubungi Peluang, Rabu (8/12/21).

Kopi kaliasi demikian nama awalnya  sudah diusahakan  sejak dimulainya pengembangan kopi Arabika di Desa Babadan, bermula dari program konservasi lahan  CSR PLN Pusat dan dengan pendampingan dari Fakultas Pertanian UGM pada 2010.

Sejumlah 7 (tujuh) Poktan yang tergabung dalam Gapoktan Sida Makmur bersama dengan PLN dan Pendampingan dari UGM sepakat  menanam tanaman Kopi dengan jenis arabika. Varietas arabika Lini S 795 berdasarkan kajian dari Puslitkoka Jember dengan mempertimbangkan kondisi Topografi, tanah dan sosial budaya masyarakat petani di Desa Babadan.

Panen perdana Kopi Babadan dimulai pada 2013, pengolahan dilakukan oleh Petani sendiri dan Sebagian dijual ke pedagang pengepul sayuran dengan harga Rp2.000 – Rp2.500 / Kg untuk cherry kopi, harga ini dibawah harga kopi Robusta.  Harga tersebut dikarenakan ketidaktahuan tentang kopi arabika dan pemasaranya, ditambah dengan argumentasi bahwa kadar air cherry kopi arabika lebih tinggi jika dibandingkan cherry kopi robusta, sehingga harga cherry kopi arabika lebih rendah dari harga cherry robusta.

Untuk panen tahun ke-2 yaitu tahun 2014, masih tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Hanya saja petani mulai mengolah kopi menjadi greenbean  dengan harga penjualan dipasar Rp3.000,- / kg buah cherry dan Penjualan Green Bean Rp28.000 per Kg. Dengan harga penjualan tersebut minat petani untuk menanam kopi masih belum menarik perhatian petani.

Panen kopi terus mengalami peningkatan (dalam bentuk kopi greenbean )  pada 2013 :  800 kg,  2014: 1.200 kg,  2015 : 1.600 kg,2016 : 2.300 kg,  2017 : 2.800 kg, 2018 : 3.600 kg, 2019 : 4.700 kg. Kopi greenbean, Kopi roasbean dan Kopi bubuk ( ground kopi ) kemasan.

“Sebelum pandemi kami mampu memproduksi kopi  total 2,3 ton per tahun. Dengan omzet rata-rata Rp15 hingga Rp17 juta per bulannya. Pada masa pandemi sempat anjlok hingga 60 persen dan kini naik lagi antara Rp17 hingga Rp19 juta, bahkan pernah Rp23 juta.” ungkap Turno.

Menurut pria kelahiran 1970 ini, dengan berkopersi terbukti harga yang didapat petani lebih stabil dan bisa membuat produk olahan.  Ke depan peraih magister Hukum dari Universitas Soedirman berjanji akan membuka ekspor ke Singapura yang setahun lalu tertunda akibat pandemi Covid-19 (Irvan).

pasang iklan di sini