hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Film Indonesia  Raup Triliunan Rupiah dan Tantangan Bioskop Nasional

Adegan dalam Dilan 1990-Foto: Uzone.

JAKARTA—Film Indonesia sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri sejak beberapa tahun lalu. Jika dihitung  hingga pertengahan Agustus 2018, menurut Filmindonesia.or.id sebanyak delapan film Indonesia meraup penonton di atas satu juta.  Sementara posisi  9-15 (sebanyak 7 film) meraup penonton  antara 682 ribu hingga 935 ribu.

Di bawahnya masih ada puluhan film berkisar 100 ribu hingga 600 ribu penonton.

Puncak Box Office dipegang oleh film bergenre remaja, Dilan 1990 sebanyak 6,3 juta penonton, disusul film horor Maddah 2 : Danur sebanyak 2,5 juta penonton.   Pada kuartal ketiga masih besar kemungkinan bertambahnya jumlah film yang meraih penonton di atas satu juta.

Tampaknya industri film Indonesia pada 2018 mengulang keberhasilan pada 2017 di mana sebanyak 11 film meraih di atas satu juta penonton, dengan puncak tertinggi diraih dua film, yaitu Pengabdi Setan 4,2 juta penonton dan  Warkop Reborn 2: Jangkrik  Bos sekitar 4 juta penonton.  Empat film di bawahnya meraup antara 2-3 juta penonton.

Jumlah yang hampir sebangun juga diraih pada 2016 di mana sebanyak  10 mendapatkan penonton di atas satu juta dengan puncak box office diraih  Warkop Reborn 1 sebanyak 6,8 juta penonton dan menjadi pemegang rekor tertinggi jumlah penonton film Indonesia sepanjang zaman dengan omzet kotor mencapai Rp240 miliar.  Itu artinya dalam setahun  total omzet kotor seluruh film Indonesia menembus satu triliun rupiah, bahkan lebih dari itu.

Sementara Ada Apa dengan Cinta 2 meraih 3,6 juta penonton berada di posisi ke 2. Total penonton dari 116  film Indonesia yang tayang pada 2017, adalah 42 juta penonton.

Bila dihitung dari 124 film Indonesia yang tayang  pada 2016, total penonton menurut Bisnis Indonesia mencapai 34,5 juta penonton. Jumlah itu naik 100 persen dari penonton film Indonesia pada 2015. Dari hitung-hitungan pendapatan dan jumlah penonton sejak 2015, maka secara bisnis film Indonesia sedang tumbuh menjadi peluang ekonomi kreatif yang baru.

Penyebaran Bioskop dan Tantangan

Ketua Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), Djonny Syafruddin mengatakan, penyebaran layar bioskop tidak merata hingga  mempersempit akses masyarakat untuk menonton film nasional. Menurut Djonny hingga akhir 2017 jumlah layar seluruh Indoneia mencapai sekitar 1.500 layar.

“Idealnya harus ditambah sekitar 500 layar.  Jika jumlah layarnya lebih banyak, maka seharusnya penonton film Indonesia sebetulnya jauh lebih banyak,” katanya, ketika dihubungi Peluang, Selasa (14/8/2018).

Untuk itu perlu keterlibatan pemerintah mendorong investor lokal mendirikan bioskop di daerah dengan kemudahan dana, bunga yang murah, atau memberikan kredit seperti UMKM.

“Tetapi tentunya penambahan layar itu harus selektif. Jangan sampai bioskop besar yang masuk justru membunuh bioskop yang kecil yang sudah ada. Pemerintah Daerah  juga harus melakukan proteksi. Regulasi pemda  memberi kesempatan paling lambat tiga  tahun tunda dulu izin bioskop baru di satu daerah, ” ujar Djonny lagi.

Djonny juga mengingatkan, saat ini tantangan yang berat adalah   menghadapi Investasi dari Luar Negeri.  Di satu sisi pengusaha lokal mati-matian mencari modal, tetapi dari pemerintah tidak ada memberikan keringanan pajak, tarif listrik dan bantuan pinjaman ringan.

“Saat ini dibuka Dana Investasi Luar Negeri sebebas-bebasnya di dalam negeri. Padahal tadinya dibatasi. Di bidang bioskop CGV dari Korea kini sudah masuk ke pelosok daerah,” ungkap Djonny khawatir.

Seharusnya seperti halnya hypermarket, jaringan bioskop di luar negeri dibatasi hanya sampai di kota-kota besar saja.   “ Sayangnya  ada yang bangga membuka Dana Investasi Luar Negeri. Sementara  kami yang pas-pasan modal yang  mereka  tidak mau tahu,  tapi paling nyaring suarain Merah Putih,” pungkas Djonny (Irvan Sjafari)

 

 

pasang iklan di sini