Siapa sosok paling pas pengganti Djoko Susilo yang tahun ini menyelesaikan tugasnya memimpin Induk Koperasi Kredit (Inkopdit)? Sejumlah nama calon sudah bermunculan dan di usung pendukung masing-masing.
Pertengahan Juni ini ratusan pegiat Koperasi Kredit (Kopdit) dari berbagai pelosok di Tanah Air menghelat Rapat Anggota Tahunan Nasional (Ratnas) yang berlangsung di Pontianak, Kalimantan Barat. Tak sekadar pesta kumpul-kumpul dan kangenan sambil menyimak laporan perkembangan Inkopdit sepanjang tahun lalu, RAT kali ini simultan dengan agenda khusus, pemilihan pengurus baru, pelanjut periodesasi di lima tahun ke depan.
Sepanjang dua periode kepemimpinan Djoko Susilo, Inkopdit mencatat berbagai pertumbuhan positif, baik dari sisi peningkatan anggota, konsolidasi program maupun kinerja manajemen. Namun, jika menyasar pada roadmap Inkopdit satu abad, atau periode 50 tahun ke dua, agaknya masih banyak yang harus dibenahi. Menurut Djoko Susilo, perjalanan 50 tahun pertama telah dilalui secara sukses, walaupun belum bisa dinyatakan sebagai wujud ideal sebagaimana diharapkan saat awal mula Credit Union (CU) dilahirkan di Indonesia. Ini bisa ditunjukkan dengan masih lemahnya fungsi-fungsi strategis di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Ambil contoh, fungsi integrasi nasional GKKI yang belum terealisasi secara utuh dan kuat, Belum lagi dengan persoalan partisipasi kaum muda dalam berkiprah di GKKI, baik pada tingkat primer, puskopdit maupun Inkopdit.
Tantangan di 50 tahun kedua tentu saja sangat berbeda, tidak hanya zaman yang berbeda, tetapi juga kian masifnya perkembangan teknologi dan digitalisasi.
Lalu, figur pimpinan seperti apa yang diharapkan mampu menjawab tantangan terkini tersebut?
“Kita butuh pemimpin yang inklusif, berpikiran terbuka,” cetus Justinus P Tamba waktu dihubungi Majalah Peluang beberapa waktu lalu. Menurutnya, selain memenuhi persyaratan legalitas dan administrasi. Inklusivitas pengurus Inkopdit sangat urgen dimana ia mampu membangun relasi kuat dengan kalangan eksternal. “Selain memahami regulasi perkoperasian yang berlaku, Ketua Inkopdit ke depan punya jaringan dan lobbi yang kuat terhadap stakeholder koperasi di legislatif dan eksekutif, serta mampu melakukan bargaining di pemerintahan, “ucap
Ketua Puskopdit Sumatera Timur Eksis Skd ini.
Pendapat senada dilontarkan Benidektus T Edy Purwantoro, pengurus baru kudu mumpuni menghadapi berbagai isu-isu sosial dan politik yang berpotensi menimbulkan konflik.
Ketua II Puskopdit DKI Jakarta ini menilai, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, merupakan elan vital yang harus dipunyai pengurus baru agar mampu menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak. Karenanya, dia sarankan memperhebat transformasi digital guna menjadikan Inkopdit sebagai Apex CU Indonesia sekaligus sebagai upaya melakukan rebranding CU.
Kendati Inkopdit kini semakin besar, sambung Edy, namun masih diperlukan tata kelola untuk mewujudkan institusi yang kuat dan mandiri dengan mengedepankan manajemen risiko. Juga penting dilakukan peningkatan kapasitas sumber daya dan strategi cerdas dan inovatif menciptakan ekosistem keuangan inklusif dan berkelanjutan melalui model spin out.
Pendapat lain dilontarkan oleh Yengki Ricad Sado. Menurutnya, PR besar Inkopdit adalah menyelaraskan berbagai program usaha Inkopdit dengan kondisi perkembangan zaman. Misalnya, apa saja kiat-kiat diperlukan agar Inkopdit diminati oleh generasi Z, kalangan muda yang lahir antara 1997-2012. Maka tak pelak lagi concernya adalah pada penguatan digitlisasi. “Digitalisasi koperasi memang sudah dimulai dengan adanya sistem online pada simpan pinjam, namun belum cukup. Harus ada program yang berdaya saing seperti halnya di perbankan dengan kemudahan dan fitur-fitur menarik,” kata Yengki yang kini anggota Pengawas KSP Kopdit Pintu Air Maumere NTT. Inkopdit diharapkan dapat mendesain flatform digital yang bisa membuat para anggotanya nyaman melakukan transaksi online, yang kualitasnya tidak kalah dengan perbankan. “Kopdit kini tumbuh semakin besar, namun juga masih banyak yang tata kelolanya amburadul. Saya berharap pengurus baru Inkopdit menawarkan konsep peleburan usaha dimana kopdit yang kecil bergabung dengan yang besar, sehingga anggota bisa mendapatkan pelayanan yang lebih baik.Selain itu gerakan ini juga akan mendapatkan posisi tawar yang makin besar,” tukas Yengki.
Pertimbangan Kompetensi dan Akhlak
Pada bagian lain komentarnya, Justinus Tamba menekankan perlunya dilakukan uji kelayakan dan kepatutan bagi pengurus dan pengawas koperasi, sebagaimana ditetapkan dalam Petunjuk Pelaksanaan Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi UKM No 33 tahun 2021.
“Menyiapkan calon pemimpin terbaik ini penting bagi GKKI yang kini sudah beranggotakan lebih dari 3,5 juta jiwa, 37 Koperasi Sekunder dan 600-an koperasi primer tersebat di seluruh penjuru NKRI,” kata Tamba seraya menambahkan, hendaknya anggota GKKI tidak lengah untuk menyiapkan pemimpin berikutnya yang lebih baik di semua tingkatan.
“Pemilihannya harus memenuhi unsur obyektivitas, tidak nepotisme (cenderung memilih anggota
keluarga), tidak kolusi (cenderung memilih teman), tidak money politic (cenderung menjual jabatan), tetapi berdasarkan merit system, memilih dengan pertimbangan kompetensi dan akhlak.