Jerman tidak hanya punya kesebelasan tangguh yang dijuluki Panser, tetapi juga koperasi yang punya kinerja sekuat baja bernama Edeka. Koperasi ini berpusat di Hamburg dan memiliki usaha pasar swalayan besar di negeri itu. Di antara tiga besar pasar swalayan di Jerman di mana konsumen secara teratur membeli makanan dan produk untuk penggunaan sehari-hari, maka akan ditemukan nama Edeka.
Sepintas seperti sebuah industri ritel raksasa, tetapi dia sebetulnya sebuah koperasi. Pada 2017 Edeka menguasai pangsa pasar sebesar 20,3 persen dengan sekitar 4.100 gerai mulai dari minimarket hingga hypermarket, termasuk juga beberapa koperasi serba usaha independen. Pada 2018 Edeka memiliki lebih dari 11,3 ribu toko. Pendapatan Edeka tumbuh dengan mantap selama dekade terakhir. Pada 2016, pendapatannya menyentuh angka 49,6 miliar euro, kemudian pada 2017 mencapai 51,9 miliar euro meningkat lagi menjadi 53,6 miliar euro pada 2018.
Kontribusi Edeka pada perekonomian Jerman begitu menonjol pada 2018. Koperasi ini mampu mendirikan 77 perusahaan baru untuk memperkuat pasar Edeka. Terobosan ini menjadi sinyal sebuah gerakan koperasi yang layak di masa depan. Edeka menyerap 376.000 ribu tenaga kerja sebagai karyawan, termasuk 18.000 peserta pelatihan.
Jaringan Edeka tetap menjadi salah satu perusahaan dan pelatih terkemuka di Jerman. Pada 2018 saja, Edeka dan jaringannya yang disebut Netto Marken-Discount telah menciptakan 6.700 pekerjaan baru.
“Kami para wirausaha Edeka mampu menginspirasi pelanggan setia kami dan memenangkan pelanggan baru. Pasar kami terus tumbuh dan semakin diperluas,” ujar Markus Mosa, CEO Edeka.
Markus mengatakan, pada 2018 Edeka memperluas total ruang ritelnya menjadi sekitar 11,3 juta meter persegi dan membuka 263 toko baru di semua format. Banyak lokasi lain telah diperluas dan
dimodernisasi. Perluasan ini juga akan dilakukan untuk 338 toko yang diambil alih oleh Kaiser’s Tengelmann pada 2017.
“Terobosan yang dilakukan Edeka tidak saja mengandalkan produk-produk bermerek klasik, merek Edeka tetapi juga melakukan diferensiasi yang beragam, seperti sektor toko obat, harga menarik di departemen buah dan sayuran,” ungkap Markus.
IKUT TREN ZAMAN
Edeka memperhatikan perubahan-perubahan yang ada dalam masyarakat modern, seperti adanya kesadaran tinggi akan kesehatan. Edeka menawarkan program untuk mempromosikan pentingnya diet sadar dengan mengurangi kadar gula, lemak, dan garamnya selama bertahuntahun di seluruh program mereknya sendiri. Tujuannya adalah untuk mencapai pengurangan garam dan gula hingga 25 persen pada 2021 pada rentang produk yang sangat relevan seperti makanan ringan, permen atau minuman ringan.
Edeka juga digandeng WWF (lembaga perlindungan satwa) dan ini memperkuat citra koperasi ini sebagai ramah lingkungan. Titik fokus misalnya pada peningkatan kondisi pertumbuhan buah dan sayuran, perlindungan sumber daya air tawar dan pelestarian keanekaragaman hayati. Masih terkait dengan lingkungan hidup, pada tahun ini Edeka merencanakan membuka pasar produk organiknya sendiri. Produk ini dijual di toko-toko besar Edeka dan toko yang terpisah di bawah merek “Naturkind”. Jurnal industri Lebensmittel Zeitung beberapa waktu lalu mengungkapkan koperasi ini akan memperluas mereknya sendiri “Edeka Bio” dengan hingga 440 item musiman.
CEO Markus Mosa memastikan Naturkind yang pertama dibuka pada akhir musim panas di Hamburg. Dia menyebut Dua atau tiga toko akan didirikan mendatang, “Pada awalnya kami lambat, tetapi ketika kami mulai bergulir, sulit untuk berhenti,” ujar Markus.
Petanian organik pantang menggunajan pestisida sintetis kimia dan menggunakan pupuk alami demi kesehatan manusia. Hewan harus diberi lebih banyak ruang di kandang. Namun sejauh ini, hanya 5,5 persen dari pasar makanan di Jerman adalah organik. Jika pengecer makanan terbesar ini memperluas basis pasokan organiknya, ini bisa meningkatkan penjualan organik secara keseluruhan.
Edeka juga menyadari perlunya manggandeng milenial untuk kelangsungan koperasinya. Menurut Markus dalam hal bisnis digitalnya, Edeka melibatkan mahasiswa. Di antaranya mendorong proyek Food Tech Campus, yang merupakan ruang kerja bersama untuk para pemula di industri makanan. “Pengecer juga mengoperasikan layanan pengiriman Bringmeister dari kampus,” ujar Markus.
Dari Tantangan ke Tantangan
Edeka mempunyai sejarah yang cukup panjang, Cikal bakal koperasi ini berdiri pada Oktober 1907 dengan modal hanya 800 mark, pada saat koperasi merupakan ide baru. Fritz Borrmann dan Karl Biller adalah manajer pertamanya. Edeka mendapat dukungan dari Asosiasi Koperasi Ritel Jerman,
segera bergabung dengan koperasi lain di seluruh negeri. Pada sebuah pertemuan pada Mei 1908, sebuah undang-undang disampaikan kepada 80 perwakilan dari 23 organisasi. Undang-undang ini sekaligus menandakan Edeka lahir secara resmi.
Sejak tahun pertama, Edeka sukses secara finansial. Pada 1910 ia mampu mendirikan divisi periklanan. Edeka awalnya tidak memiliki merek sendiri, tetapi pada 1911 ia membeli beberapa merek terkenal. Tetapi pada tahun itu juga Edeka menghadapi tantangan pertamanya, peritel dari
industri besar.
Pengecer besar menekan pemasok untuk tidak menjual barang Edeka dengan diskon. Alasannya Edeka terlalu kecil untuk menerima diskon yang diberikan pengecer besar. Akibatnya, 44 perusahaan pemasok memboikot Edeka. Namun Edeka tetap bisa bertahan. Bahkan koperasi ini mampu mendirikan Genossenschaftsbank Edeka (Edeka Co-op Bank) didirikan untuk memberikan pinjaman kepada pengecer kecil Edeka.
Edeka membalikan keadaan sebelum Perang Dunia I meletus, justru ekonomi Jerman mengalami kekacauan. Pemerintah membatasi perdagangan bebas, dan pemerintah kota dan kabupaten diperintahkan untuk menyita barang jika perlu. Orang-orang bergegas ke toko-toko dan membeli makanan sebanyak mungkin.
Dengan struktur desentralisasi lokal Edeka menangani krisis dengan cara yang stabil dan dapat
diandalkan. Organisasi ini mendapatkan reputasi yang kuat di kalangan konsumen. Edeka mampu mendirikan sejumlah toko. Beberapa Pemerintah Daerah di Jerman meminta kerja sama Edeka untuk menyatukan semua pengecer kecil menjadi satu koperasi.
Pada 1918, Edeka memperoleh pengakuan hukum sebagai koperasi. Dengan demikian sebagai
pedagang yang membeli barang dalam jumlah besar berhak atas diskon. Dengan status hukum ini, tidak ada pertanyaan lagi tentang tempat resminya di ekonomi Jerman. Edeka terbukti mampu menghadapi ego industri ritel besar, Setelah Perang Dunia I, Edeka menghadapi krisis ekonomi, seperti banyak perusahaan lain, juga mulai mengeluarkan uangnya sendiri dalam upaya lain untuk memerangi inflasi. Pengecer Edeka diwajibkan untuk menerima uang Edeka yang dapat mereka gunakan untuk membeli persediaan dari organisasi pusat. Langkah ini membuat orang mudah berbelanja di Edeka.
Dalam upaya berkelanjutannya untuk mengatasi inflasi, pada 1925 Edeka membatasi pinjamannya
tidak lebih dari 5.000 Reichsmarks per toko, dan 7.500 Reichsmarks. Pada 1926, pemerintah Jerman mengeluarkan peraturan baru mensyaratkan bahwa semua transaksi keuangan dilakukan secara tunai. Ini merupakan keuntungan bagi Edeka, karena pembayaran langsung, dalam bentuk tunai, mengurangi risiko keuangannya.
Edeka mengirim manajer terlatih ke toko anggota yang bermasalah. Selama Depresi Hebat, pelanggan mempercayai Edeka karena pengalaman mereka selama dan setelah Perang Dunia I, ketika peran khusus Edeka sebagai koperasi memastikan pasar yang stabil dan andal.
Setelah Adolf Hitler berkuasa pada 1933 memberikan tantangan lain bagi Edeka. Seluruh perekonomian direstrukturisasi dan pemerintah berusaha mengatur lembaga untuk mengatur semua bagian ekonomi. Upaya ini tidak sepenuhnya berhasil dengan Edeka karena organisasinya yang terdesentralisasi.
Pada masa pemerintahan Nazi, pengecer besar sekali lagi mencoba membujuk pemerintah untuk mencegah Edeka menikmati diskon dan keuntungan lain dari perusahaan besar. Edeka dihadapkan dengan peraturan yang ketat dan harga yang terkendali. Meskipun mengalami kerugian besar, Edeka terbukti sebagai perusahaan yang stabil. Pada saat ribuan perusahaan gagal, Edeka mampu bertahan dalam bisnis, dan kupon makanannya tetap berlaku hingga Februari 1945, ketika industri makanan Jerman runtuh.
Setelah perang usai, pembagian Jerman memutuskan hampir semua komunikasi antara zona timur dan barat. Situasi di Berlin sangat membingungkan, membuat Edeka mendirikan markas kedua di Hamburg. Dalam sebuah pertemuan Maret 1946 di Goettingen Edeka dipastikan terus berlanjut. Laporan tahunan pertama perusahaan, untuk tahun 1945, ditulis oleh kedua kantor pusat, di Berlin dan Hamburg.
Dari 524 koperasi yang ada sebelum Perang Dunia II, 201 di Jerman Barat dan 125 di Jerman Timur selamat dari perang. Namun, pada 1952, negara Jerman Timur mengakhiri semua koperasi Edeka di Jerman Timur ketika negara itu melarang perusahaan pemerintah untuk mengirim ke sektor swasta. Tetapi situasi di Barat membaik: pada 1950 kantor pusat menghitung 225 koperasi dengan total omzet DM 15 juta. Setiap koperasi mencakup rata-rata 124 pengecer
kecil.
Tahun 1950-an, tahun-tahun keajaiban ekonomi, adalah masa pertumbuhan luar biasa bagi semua sektor ekonomi. Selama masa ini, lebih dari 20 persen dari semua pengecer kecil adalah bagian dari Edeka, dan koperasi itu berkembang pesat, membangun gudang di Braunschweig untuk kaleng dan sayuran, di Cuxhaven untuk ikan, dan di Kempten untuk keju. Pada 1958 sebanyak 7.000 dari 40.500 toko Edeka menawarkan layanan mandiri.
Edeka melakukan modernisasi. Ketika Eropa mengambil langkah pertama menuju Pasar Bersama. Edeka bergabung dengan Union of Food Co-ops (UGAL) di Brussels. Dari dasar UGAL pada1963, Edeka membantu melobi untuk kepentingan koperasi di pasar Eropa.
Dalam upaya berkelanjutannya untuk menjual berbagai jenis barang, Edeka mulai menjual daging pada 1963. Dengan semakin banyak item yang dijual, membuat koperasi mampu bertahan hidup di desa-desa dan kota-kota kecil. Komunitas di lingkungan dapat membeli semua kebutuhan mereka.
makanan, seperti produk roti, buah-buahan, makanan beku, dan produk susu, dari toko Edeka. Pada 1968 Edeka untuk pertama kalinya mulai menjual barang-barang rumah tangga umum seperti pembuka kaleng dan pena.
Pada 1965 pusat komputer regional didirikan untuk menyederhanakan komunikasi di antara pengecer kecil dan kantor pusat Edeka. Inisiatif penting lainnya untuk bersaing dengan perusahaan lain adalah pendidikan.
Edeka mendirikan pusat pelatihan dan memulai program pendidikan internasional bekerja sama dengan pengecer Swiss dan Austria pada 1965. Dalam gejolak ekonomi yang mengikuti guncangan minyak pada 1973, pengecer kecil mengalami kesulitan di Jerman.
Opini publik berpaling dari Edeka dan dari koperasi pada umumnya, yang dianggap kuno. Edeka mulai lebih berkonsentrasi pada hubungan masyarakat, dan merekrut karyawan melalui lokakarya dan kerjasama dengan sekolah-sekolah lokal. Pada 1975 sebanyak 6.000 peserta pelatihan bekerja di toko-toko di seluruh Jerman. Tiga dari setiap empat toko Edeka direnovasi antara 1965 dan 1975.
Pada 1978, Edeka menandatangani perjanjian dengan department store Horten. Edeka menyewa ruang di 58 department store dan mendirikan toko makanan. Perjanjian tersebut muncul pada saat hampir tidak ada toko Edeka yang bertahan di daerah pusat kota yang berubah dengan cepat.
Pengaturan Edeka Horten membantu banyak pengecer untuk bertahan hidup, seperti menyewa satu bagian dari departemen. Perjalanan sejarah panjang dengan perubahan sosial ekonomi menjadikan Edeka tangguh seperti panser, melibas semua tantangan. (Irvan Sjafari)