hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

“DreadOut” Inovasi Film dari  Anak Bangsa di Era Industri 4.0

Salah satu adegan dalam DreadOut-Foto: Istiemwa.

JAKARTA—–Memasuki tahun baru 2019, layar bioskop  Indonesia dimeriahkan dengan kehadiran film DreadOut. Film yang  diproduksi goodhouse.id dan disutradarai, sekaligus diproduseri  oleh Kimo Stamboel mengangkat cerita dari game horor karya Developer Indonesia, Digital Happines yang telah sukses secara internasional.

Film yang diangkat dari game bukan hal yang baru, karena kerap dilakukan sineas Hollywood. Namun bagi sineas Indonesia DreadOut dari adalah terobosan dan inovasi anak bangsa, sekaligus juga member tanda pada semua pelaku industri kreatif di Indonesia-sebetulnya juga seluruh pelaku ekonomi, termasuk  UKM-bahwa Revolusi Industri 4.0 yang kerap digendangkan oleh Presiden Jokowi memang tidak terelakan.

Kimo Stamboel mengungkapkan brand dari game ini sangat kuat. Ide awal cerita yang disepakati bersaa teman-teman dari  Digital Happiness adalah prekuel dari gamenya. Tapi  kualitas  keseruan  dan kengerian dalam film harus sama persis gamenya.

“Kalau mereka yang memainkan game ini banyak mendapatkan jump scare. Maka ketika menonton film ini  jump scare akan dilihat dan dirasakan,”  ujar Kimo kepada awak media dalam press conference di Jakarta, Rabu (2/12019).

Ceritanya juga berkisar tentang anak-anak dari generasi milenial.  Sejumlah remaja yang masih duduk di bangku SMA  Jessica (Marsha Aruan), Beni (Muhammad Riza Irsyadillah), Dian (Suzana Sameh), Alex (Ciccio Manassero) dan Erik (Jefri Nichol) seperti halnya generasi milenial masa kini ingin eksis dengan mereka  aktivitas aktivitas mereka  untuk ditayangkan di media sosial dan mendapatkan tanggapan dari generasi milenial lain.

Salah satu niat mereka ialah tayang langsung di sebuah apartemen yang terbengkalai tempat sebuah kerjadian penculikan dan pembunuhan beberapa tahun yang silam di sebuah unitMereka menggandeng Linda (Caitlin Halderman), seorang remaja yang  harus kerja di minimarket untuk biaya hidup dan  sekolahnya. Pasalnya Linda yang kenal dengan penjaga apartemen angker.

Sang penjaga mengizinkan kalau mereka “live” di dalam apartemen, tetapi tidak boleh ke dalam unit yang diberi garis polisi.  Pantangan itu justru dilanggar.  Mereka menemukan  perkamen  (naskah tua), yang ternyata berisi mantera untuk membuka portal ke dimensi lain, alam gaib. Portal itu terbuka ketika Linda membaca tesk berbahasa Sansekerta

Petaka itu dimulai, keenam remaja itu masuk ke alam gaib dan berhadapan dengan hantu  berkebaya merah serta puluhan pocong dengan sabit.  Nyawa keenam remaja itu  terancam. Lolos atau tidaknya mereka dari alam gaib itu adalah inti dari cerita film ini.

Kimo Stamboel-Foto: Irvan Sjafari.

Nuansa budaya Sunda Kuno latar belakang si Hantu menjadi setting  yang menarik dan cukup kuat. Teknik CGI, sinematografi, serta twist ditawarkan oleh film ini. Memang masih di  bawah Hollywood. Namun Kimo dan timnya sudah membuktikan Indonesia bisa (Irvan Sjafari).

pasang iklan di sini