hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Dari Wardah, Rp50 Miliar untuk Tangani Corona

Berawal dengan sumbangan Rp3 miliar, wujud komitmennya membantu rumah sakit di Sumatera Barat, ranah kelahirannya. Hingga kini, Nurhayati Subakat, entrepreneur pendiri kosmetik papan atas Wardah itu telah menghibahkan dana Rp50 miliar.

IDE bantuan kemanusiaan itu muncul sebagai inisiatif pribadi Nurhayati Subakat. Wanita yang identik dengan merek Wardah itu berkomitmen membantu pengadaan alat kesehatan dan APD (Alat Pelindung Diri) seperti masker, sanitizer, ventilator untuk sejumlah rumah sakit di Sumatera Barat. Drs. Nurhayati Subakat, Apt. (70) merealisasikannya dengan uang cashRp3 miliar

Donasi pengusaha kosmetik papan atas itu tak berhenti sampai di situ. Hingga saat ini, sejak virus corona (covid-19) merebak ke berbagai belahan bumi, entrepreneur kelahiran Padang Panjang itu sudah menggelontorkan dana tak kurang dari Rp50 miliar. Bantuan diberikan ke sejumlah rumah sakit di Indonesia. Usaha Nurhayati lalu memperoleh dukungan dari diaspora Minang New York, Diaspora Minang Melbourne Australia, pengusaha ekspor impor Minang Norwegia dan tokoh-tokoh Minang di Jakarta.

Nurhayati mulai merintis bisnis tahun 1985, di bawah bendera Pusaka Tradisi Ibu. Bersama suaminya, insinyur kimia, mereka membuat produk perawatan rambut. Pada 1995, dia ciptakan kosmetik halal dengan merek Wardah—dalam bahasa Arab, berarti mawar. Pada 2017, berdasarkan perusahaan riset e-commerce, IQ, PT Paragon Technology & Innovation memegang 30 persen produk kosmetik di Indonesia

Perusahaan yang didirikan sesuai latar belakang pendidikan farmasi, plus pengalaman lima tahun bekerja di salah satu merek kosmetik. “Saya pikir membuat kosmetik dan obat itu hampir sama. Saya mulai dengan berjualan dari salon ke salon. Ternyata saya enggak bisa jualan. Baru kemudian ada sales yang gabung dengan kami. Sedari kecil, legalitasnya langsung kami urus, didaftarkan juga ke BPOM [Badan Pengawas Obat dan Makanan],” tutur wanita kelahiran Padang Panjang itu.

Dia mulai dari produk perawatan rambut untuk salon-salon. Dalam waktu kurang dari setahun, semua salon di daerah Tangerang sudah jadi konsumen tetap. Di tahun 1995 kita mulai buat produk Wardah. Waktu itu belum ada produk halal. Hasilnya baru kelihatan kehadiran Wardah di 2013. Mungkin 2009 sudah mulai dikenal, bersamaan dengan boomingnya hijabers.

Brand pertama Puteri, disusul Wardah, lalu Make Over, dan Emina untuk remaja. “Sejak awal, kita selalu tekankan konsepnya buat barang bagus, harga bersaing, jadi konsep itu kita terapkan sampai sekarang,” ujar Nurhayati. Kini, Wardah punya pabrik seluas 20 hektare di Jatake (pabrik lokal terbesar di Indonesia,) dan karyawan 10.000 orang lebihse-Indonesia.

Tahun lalu, growth Wardah di atas 30%. Tahun sebelumnya juga demikian. “Kami selalu mengeluarkan produk baru, dalam satu tahun itu minimum 100 item produk baru dari semua brand. Di era digital tim juga sudah mengikuti dan penjualan kami di e-commerce, baik itu Wardah, Make Over, Emina, penjualan kami tertinggi.”

Pasar Malaysia mulai dibuka. Sebenarnya sejak lima tahun lalu, tapi terkendala regulasi, Wardah pun baru eksis dua tahun belakangan. “Di negara lain banyak yang sudah hand-carry. Di Belanda, Sydney, Turki sudah ada Wardah.” Dia sedang menjajaki Timur Tengah, Eropa dan Amerika, sejalan tumbuhnya komunitas Muslim.  Bagaimana kiat Wardah bertahan di puncak? “Kita konsep marketing mix, tim itu bisa membuat produknya bagus, harga bersaing, kemudian promosi bagus, distribusi bagus, sehingga produk ini bisa menjadi market leader seperti sekarang.”●

pasang iklan di sini