Gagal nyedot dana masyarakat/mahasiswa lewat kenaikan UKT hingga 500%, segera dimunculkan alternatif Tapera. Tanpa kecuali, gaji buruh dan pekerja tiap tanggal 10 dikenakan potongan 3%.
IDE Mendikbudristek memberlakukan uang kuliah tunggal (UKT) dengan tarif meroket tersandung gelombang penolakan. Tiba-tiba saja biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) melambung hingga 500%. Contoh di Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), sebelumnya Rp2,5 juta jadi Rp14 juta,” kata Maulana Ihsan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX DPR RI.
Persoalan berpangkal dari Permendikbudristek No. 2/2024. Regulasi ini mengakibatkan nilai Biaya Kuliah Tunggal (BKT), Uang Kuliah Tunggal (UKT), dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) naik gila-gilaan. Dunia maya berisik parah. Atas gelombang penolakan tersebut, pemerintah membatalkan kenaikan UKT.
Ogah kehilangan muka, secepat kilat diperkenalkan jurus baru. Namanya program tabungan perumahan rakyat (Tapera). Buruh ataupun pekerja dengan gaji di atas upah minimum dikenai potongan 3% dari gajinya—2,5% ditanggung pekerja dan 0,5% oleh perusahaan. Tapera niscaya memperpanjang daftar potongan gaji para buruh dan pekerja. Ajaibnya, PP 21/2024 juga mengatur pemberian gaji fantastis untuk Komisioner Tapera (Rp43,34 juta) dan Ketua Komite Tapera yang jabatannya ex efficio dari unsur menteri sebesar Rp32,5 juta.
Kebijakan Simpanan Tapera ini berlaku wajib bagi PNS, TNI, Polri, pekerja BUMN, BUMN, swasta, hingga pekerja mandiri. Tapera merupakan pengalihan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil/Bapertarum-PNS. Bapertarum dibentuk berdasarkan Keppres No. 14/1993 yang ditetapkan Presiden Soeharto, 15 Februari 1993. Per 24 Maret 2018, Bapertarum-PNS dibubarkan dan beralih menjadi BP Tapera. Kepesertaannya diperluas hingga ke para pekerja swasta, mandiri, dan informal.
Saat ini gaji pegawai sudah dipotong beragam iuran dan pajak. Mulai dari Pajak Penghasilan (PPh 21), jika berpenghasilan di atas Rp60 juta/tahun atau Rp5 juta/bulan; BPJS Kesehatan sebesar 5% dari gaji/upah, dimana 1% dibayar pekerja; BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua, besar iurannya 5,7%, yang 2%-nya dibayar pekerja; BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun, dari iuran 3%, karyawan menanggung 1%; BPJS Ketenagakerjaan JKK dan Jaminan Kematian, besarannya sesuai tingkat risiko.; Potongan Asuransi, termasuk asuransi kesehatan, jaminan pensiun, jaminan hari tua, serta asuransi kecelakaan kerja dan jaminan kematian; hingga Potongan Lain-lain, berupa potongan kehadiran, jika tidak masuk kerja tanpa keterangan jelas, telat hadir, atau cepat pulang; besarannya bervariasi di tiap-tiap perusahaan.
Tanpa berandai-andai, upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3%, maka iurannya adalah Rp105.000 per bulan atau Rp1.260.000 per tahun. Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul hanya Rp12.600.000 hingga Rp25.200.000. Jadi, mustahil dengan angka pungutan 3% bisa membantu buruh membeli rumah dengan harga segitu dua dasawarsa kemudian.
Padahal, ketersediaan rumah sejatinya merupakan tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat. Bukan malah buruh disuruh bayar 2,5% dan pengusaha 0,5%. Program Tapera terkesan dipaksakan. Sangat potensial menjadi ladang korupsi baru sebagaimana terjadi di Asabri dan Taspen. Selain menolak Tapera, Partai Buruh dan KSPI bahkan sedang mempersiapkan aksi besar-besaran untuk menanggapi isu Tapera, Omnibus Law UU Cipta Kerja, dan program KRIS dalam Jaminan Kesehatan yang membebani rakyat.●(Zian)