Investasi itu apa sih, yang dianggap merugikan negara itu seperti apa sih? Jadi hal-hal seperti itu yang seharusnya bisa mendapatkan perhatian dari aparat penegak hukum.
BANYAK investor meninggalkan pasar modal Indonesia akibat proses penegakan hukum kasus Jiwasraya-Asabri. Kondisi ini diperburuk dengan aksi Kejaksaan Agung yang serampangan menyita dan lelang aset bahkan tak terkait perkara. “Indonesia itu surga bagi investasi untuk kawasan Asia, menurut undang-undang. Tapi begitu menyangkut penegakan hukum, surga itu terancam berantakan dan luluh lantah karena buruknya penegakan hukum,” kata ekonom senior, Ichsanuddin Noorsy.
Bank Dunia yang menyebut adanya problematika terhadap kepastian hukum yang disebut lack of certainty. Hal serupa diutarakan Moodys Poor. Rezim Joko Widodo-Ma’ruf Amin sudah memberi ‘karpet merah’ kepada investor, tapi tidak menghasilkan aura yang positif terhadap penegakan hukum. Itulah penyebab sejumlah sekuritas asing kabur. “Walaupun Indonesia bersedia diinvasi, bersedia di intervensi, dan bersedia diindoktrinasi oleh kekuatan modal asing, dengan penegakan hukumnya jelek, mereka nggak mau. Kita masuk ke dalam posisi dihindari investor,” kata Noorsy.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penegakan hukum di investasi, di pasar modal, kata Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada. Terutama terkait dengan cara penanganan atau cara aparat hukum dalam menangani atau menyelesaikan proses hukum. “Misalkan, kasus salah investasi di BPJS atau Jiwasraya-Asabri itu kan harus dilihat dari oknum siapa yang salah dalam melakukan SOP atau investasi. Bukan investasinya yang salah,” ujarnya.
Menurut Reza, hal itu sudah menjadi kesalahan dalam menganalisis proses hukum yang terjadi. “Investasi itu apa sih, yang dianggap merugikan negara itu seperti apa sih? Jadi hal-hal seperti itu yang seharusnya bisa mendapatkan perhatian dari aparat penegak hukum. Agar ada kejelasan dari investor yang bertanya-tanya bagaimana cara aparat kita memproses hukum terkait dengan penanganan kasus yang ada. Bagaimana penyelesaiannya, ini juga menjadi perhatian mereka,” ujarnya.
Terkait dengan penanganan hukum memang harus melihat banyak aspek. Sebab, yang namanya investasi itu dinamis. “Cuma bagaimana dalam penegakan hukum itu yang harus kita lihat lagi. Misalkan berinvestasi di saham Astra. Secara hitung-hitungan sudah masuk perusahaan yang memiliki tata kelola yang bagus. Kita beli di harga 7.000, ternyata begitu tutup buku harganya 6.500, nah masak investasinya sudah sesuai dianggap merugikan negara?” katanya.
Lalu, apakah salah berinvestasi di Astra, enggak juga kan. Jadi, harus dilihat dari berbagai aspek. Kecuali kalau misalkan masuk ke saham-saham yang memang di luar SOP, itu menyalahi aturan. Kalau seperti kasus yang tadi, sudah mengikuti sesuai SOP dan ketentuan yang ada, tapi ternyata investasinya turun, nah itu harus dilihat lagi kesalahannya di mana—apakah salah kelola ataus kesalahan lainnya.
Senada, Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menyebut “Meski beberapa aturan menjamin aspek penegakan hukum untuk investor, yang perlu menjadi perhatian ialah masalah turunnya peringkat indeks korupsi Indonesia. Ini jadi semacam lampu kuning, karena jika pemberantasan korupsi dianggap melemah, itu dapat mengindikasikan potensi penyelewangan kekuasaan. Dalam beberapa ukuran persepsi korupsi di Indonesia, ada salah salah satu ukuran penilaian penurunan demokrasi yang dikontribusikan pada varieties of democracy. Yakni menggambarkan korupsi politik masih terjadi secara mendalam dalam sistem politik di Indonesia. “Sekali lagi hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi investor nantinya,” kata Yusuf Rendy Manilet.