hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Bukan Orang Baru di Koperasi

Di percaturan koperasi nasional, nama Syahnas Rasyid bukanlah orang baru. Sosok perempuan enerjik berdarah Bugis ini melangkahkan kakinya ke dunia koperasi sejak lebih dari 30 tahun lalu, tepatnya bersamaan dengan ketika ia tercatat sebagai CPNS di Departemen Kesehatan (Kemenkes) pada 1989. Setelah tiga tahun jadi PNS, pada 1993, ia diundang menghadiri RAT PKPRI DKI Jakarta dan ditunjuk menjadi pengurus dengan posisi sebagai bendahara.

Kehadirannya yang waktu itu satu-satunya perempuan dan masih muda pula, sungguh membanggakan bagi alumni Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia, Makassar ini. Kepercayaan berikutnya, ia ditunjuk menjadi salah satu pengurus di IKP-RI periode 2007-2012.

Di sekunder koperasi pegawai negeri tingkat nasional itu ia menjabat selama satu periode dan setelah itu kembali meniti karir di pekerjaan utamanya sebagai PNS. Pada 2013, Syahnas ditunjuk menjadi direktur di sebuah Rumah Sakit di Bogor. Seusai bertugas di kota hujan itu, Ia kembali dipanggil ke Jakarta juga untuk jabatan direksi di rumah sakit lainnya. Sempat lama tidak aktif di PKPRI DKI Jakarta hingga 2017 lalu ia kembali diminta menjadi pengawas. Dari rangkaian panjang perjalanan karirnya, Ibu dari tiga anak ini selalu mengaggap bahwa ia orang beruntung.

“Alhamdullilah saya tidak pernah berpikir ke mana-mana. Tetapi selalu ada orang memikirkan saya mengemban amanah. Ini membuat saya bersyukur, “tukas Syahnas.

Selain menimba ilmu koperasi dalam praktik di Koperasi Pegawai RS Jiwa Soeharto Heerdjan, dengan jabatan mulai dari Bendahara, Ketua Umum, hingga Ketua Pengawas, ia juga matang di organisasi koperasi saat berkiprah  selama tiga periode di Dewan Koperasi Indonesia Jakarta Barat, lalu Kepala Divisi Keuangan Dekopinwil Jakarta hingga kini Pengawas Dekopin Pusat. 

Selain banyak yang tidak menggelar RAT, kami menemukan 32 koprim bubar. Apa yang terjadi ?

Umumnya koprim berada di lingkungan kantor pemerintahan, baik kementerian maupun lembaga yang strukturnya sering berubah-ubah dan berganti. Bahkan di antara lembaga tersebut ada yang hilang dan diganti dengan nomenklatur lain. Misalnya, Departemen Penerangan menjadi Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Ini berdampak bagi koprim yang ada di dalamnya. Implikasinya seperti yang Anda sinyalir itu, ada koprim tidak aktif, beku dan bubar. Terhadap Koprim beku memang agak sulit dilacak karena  kantornya sudah tidak ada dan pengurusnya sudah pindah ke instansi lain.   

Mengapa tidak dikeluarkan saja dari daftar PKPRI agar kinerja organisasi membaik?

Dalam AD/ART disebutkan anggota tidak bisa dikeluarkan kecuali ada permintaan mengundurkan. Jadi, walaupun kinerjanya rendah tetap tidak bisa dikeluarkan. Koprim pasif jadi pekerjaan rumah kita untuk didatangkan kembali agar dapat kembali beroperasi.   

Sebagian besar anggota koprim malah berada di lingkungan sekolah, dengan rerata aset dan volume usaha semiliaran rupiah. Dilihat dari lingkup operasionalnya jelas sulit mencapai skala ekonomi sebagaimana yang disasar PKPRI, yaitu meningkatkan skala ekonomi koprim agar mampu berdaya saing. Apa yang menarik dari koperasi ini?

Saya bersyukur bahwa Anda akhirnya dapat mengungkap potret koperasi para guru tingkat SLTP dan SLTA ini. Setidaknya publik disadarkan bahwa pengenalan berkoperasi di lingkungan sekolah sudah sangat lama terabaikan, bahkan tidak banyak perguruan tinggi yang sudi menambah  mata kuliah perkoperasian sebagai bagian dari kurikulum pendidikannya. Koprim

di lingkungan sekolah hingga kini memang belum menyasar pada rekrutmen siswa sebagai anggota istimewa koperasi, keanggotaan masih di level para guru, yang merasa terbantu perekonomian mereka dengan cara berkoperasi.

Ke depan, target PKPRI tak hanya menyejahterakan para guru yang jadi anggota PKPRI, kami juga akan mengusulkan agar benih-benih berkoperasi ditumbuhkan kembali melalui para siswa di tingkat SD, SLTP, SLTA hingga perguruan tinggi.

Kini, ketika semua entitas bisnis memasuki era digitalisasi, bagaimana dengan PKPRI?

Pada periode lalu, ketika saya masih Ketua Pengawas di sini, saya sering katakan bahwa PKPRI tidak bisa menutup diri terhadap perkembangan teknologi. Digitalisasi adalah suatu keniscayaan, tidak bisa dihindarkan. Ikut perubahan zaman atau ditinggalkan. PKPRI memang masih belum sampai disitu, tetapi kita akan menuju ke situ. Saat ini sumber daya manusia kita sangat terbatas dan butuh  pelatihan yang terus menerus. (Irsyad Muchtar)  

pasang iklan di sini