JAKARTA—-Bioskop bisa menjadi usaha yang menjanjikan asal berada pada lokasi yang tepat, manajemen yang jeli mengamati pasar film, termasuk peak season hingga low season untuk mendatangkan penonton film ke bioskop.
Demikian diungkapkan Ketua Gabungan Perusahaan Bioskop Indonesia (GBPSI) Djonny Syafruddin kepada Peluang, Jumat malam (7/8/2018). Bagi yang berminat jadi wirausaha bioskop bisa melirik kota atau kabupaten yang belum punya bioskop.
“Sebuah bioskop pada era sekarang membutuhkan paling sedikit tiga layar (teater), tetapi lebih baik empat layar. Hal itu untuk menjaga keberlangsungan film yang menjadi trending. Pasalnya kalau hanya satu layar bakal tertinggal mendapatkan film yang dicari orang. Bisa-bisa film baru dinaikan, di bioskop lain sudah diturunkan. Jadi tertinggal,” terang Djonny.
Menurut dia cost tertinggi untuk usaha bioskop adalah pada peralatan proyektor yang mahal dan sensitif. Setelah itu penataan gedung, termasuk kursi yang empuk dan ruangan yang wangi, ber-AC serta dinding yang dapat meredam suara.
Total biaya untuk mendirikan bioskop bisa mencapai Rp10 miliar. Itu sebabnya sebuah bioskop independen, bisa dimiliki lebih dari satu orang.
“Bila satu teater berkapasitas 200 kursi itu terisi 30% saja per hari, maka Break Event Point dapat diraih paling lama empat tahun. Tetapi bisa lebih cepat kalau penontonnya penuh terus. Tentunya ada penonton week-end lebih banyak dibandingkan hari biasa. Itu sebabnya pada hari tertentu sebuah bioskop menawarkan paket nonton hemat. Tiket berkisar Rp25-30 ribu atau lebih bergantung daya beli penduduk di daerah lokasi bioskop,” papar dia.
Sementara peak season untuk menonton bioskop jatuh pada libur lebaran, liburan Desember dan Ramadan adalah low season untuk pengusaha bioskop.
Selain itu tutur Djonny keberadaan mesin pembuatan popcorn dan minuman juga menambah penghasilan pengusaha bioskop. Dia mengingatkan bahwa mendirikan bioskop tidak perlu mencari lahan, karena harus membeli tanah. Tetapi bisa menyewa tempat di mal. Hal itu yang dilakukan jaringan bioskop 21.
Pemerintah sebetulnya membantu pengusaha yang ingin mendirikan bioskop. Di antara yang bisa dilakukan pemerintah ialah memfasilitasi perbankan untuk memberikan kredit bunga ringan kepada pengusaha bioskop.
Insentif lain yang diperlukan adalah keringanan tarif listrik dan perpajakan. Hingga saat ini pajak hiburan tontonan belum memiliki standar yang sama di setiap daerah, ada yang menerapkan 10%, 25%, hingga 30%.
Kebijakan ini dapat meningkatkan gairah sektor swasta terutama pengusaha daerah dalam mendirikan bioskop. Pemerintah daerah harus menyadari keberadaan bioskop juga menghidupkan usaha rumah makan, usaha parkir, hingga pekerjaan informal seperti tukang ojek Sebuah bioskop sendiri dengan empat layar bisa menampung sekitar 20 tenaga kerja.
“Pembagian keuntungan antara bioskop dan produser film biasanya 50:50. Bisa dimaklumi kalau sebuah film diturunkan apabila sampai beberapa hari jumlah penontonnya di bawah 30 persen. Sekalipun kalau saya belum di bawah sepuluh persen pun tidak diturunkan untuk film nasional, tapi kalau di bawah itu susah. Bukan tidak nasionalis, tetapi bioskop adalah bisnis,” ucap pemilik sejumlah bioskop independen dengan “brand” Dakota Cinema ini.
Dakota Cinema memiliki memiliki beberapa bioskop, seperti di Cilacap, Jawa Tengah, Sallo Mall Engkang, Wajo Sulawesi Selatan. Dia juga berencana membangun di Bandung dan di Kroya. Film-film yang diputar juga sama dengan bioskop jaringan lainnya, film-film anyar.
Berdasarkan data GPBSI, hingga 2017 terdapat 280 gedung bioskop dengan jumlah layar mencapai 1.359 layar. Sementara pemerintah mentargetkan 2000 layar di seluruh Indonesia.
Djonny mengingatkan pemerintah untuk tidak terlalu terbuka kepada jaringan bioskop asing. Djonny merekomendasikan pemerintah untuk mengarahkan pemain bioskop asing untuk membuka layar baru di ibu kota provinsi. Selain itu dukungan terhadap bioskop indenpenden juga memberikan kesempatan yang banyak bagi film Indonesia.
Bioskop di Kota Cinema Mal-Foto: Kota Cinema Mal.Salah satu bioskop indenpenden yang teranyar adalah Kota Cinema Mall (KCM) Jatiasih, Bekasi, yang diluncurkan akhir April 2018 lalu. Bioskop ini bisa menjadi alternatif bagi orang yang tinggal di pemukiman Jatiasih, yang mempertimbangkan ingin menonton film, tapi untuk ke bioskop di pusat kota terkena kemacetan hingga menghemat biaya (Irvan Sjafari)