hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Binjai, Kota Rambutan Tempat Persinggahan Pedagang

Hasilnya rambutan.Jumlahnya cukup besar. Perkebunan rambutan Kab Langkat 425 hektare dengan kapasitas produksi 2.400 ton/tahun. Rambutan Binjai salah satu jenis rambutan populer di Indonesia.

SEMASA awal berdirinya, lokasi Kota Binjai merupakan tempat berkumpul para pedagang dari dataran tinggi Tanah Kara dan Langkat. Mereka saling tukar barang (barter) di sana. Karena daerah asal mereka jaraknya berjauhan, dan mereka menempuhnya dengan berjalan kaki, para pedagang tersebut harus bermalam di Binjai. Sebelum kemudian melanjutkan perjalanan kembali keesokan harinya untuk pulang. Karena itulah wilayah tersebut dinamai Binjai.

Untuk pembukaan kampung tersebut, beberapa tetua masyarakat setempat digelar sebuah upacara adat di bawah pohon Binjai. Upacara adat tersebut dilakukan di bawah sebatang pohon Binjai (Mangifera caesia) yang besar dan rindang di tepian Sungai Bingai. Di sekitar pohon Binjai, warga mulai mendirikan beberapa rumah untuk tempat tinggal. Seiring berjalannya waktu, rumah-rumah di daerah tersebut semakin banyak dan areanya semakin luas. Kawasan itu berkembang menjadi bandar yang sangat ramai.

Daerah tersebut berkembang menjadi sebuah kota atau pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal tongkang yang datang dari daerah Stabat, Tanjung Pura, bahkan dari arah Selat Malaka. Bukti kuat zaman dulu menunjukkan Binjai merupakan sebuah permukiman yang terletak di jalur yang digunakan oleh “Perlanja Sira”, pedagang dari Karo yang datang untuk barter dengan pedagang garam di Langkat.

Versi lain menyatakan, asal mula kata Binjai merupakan kata baku dari istilah Binjei yang merupakan dari kata “ben” dan “i-jei” yang dalam bahasa Karo artinya “bermalam di sini”. Pengertian ini dipercaya oleh masyarakat asli Kota Binjai. Khususnya etnis Karo merupakan cikal bakal kota Binjai pada masa kini. Hal ini mengacu pada fakta sejarah bahwa, pada masa lampau, kota Binjai merupakan perkampungan yang lokasinya di perbatasan.

“Jalur ini digunakan oleh Perlanja Sira yang dalam istilah Karo merupakan pedagang yang membawa barang dagangan dari dataran tinggi Karo untuk selanjutnya menukarnya (barter) dengan pedagang garam di daerah pesisir Langkat,” kata sejarawan Zaenuddin.

Biasanya para pedagang ini hanya bepergian dengan berjalan kaki menembus hutan belantara menyusuri jalur tepi sungai, sehingga sulit untuk ditempuh dalam satu hari perjalanan pulang pergi. Karena itu mereka perlu menginap di tempat yang lokasinya di pertengahan. “Seiring berjalannya waktu, kawasan tersebut menjadi sebuah perkampungan yang ramai dan mereka namai dengan Kuta Benjei. Itulah asal muasal dari nama kota yang sekarang disebut Binjai,” ujarnya.

Binjai dikenal sebagai kota yang berlokasi di antara dua sungai penting, yakni Sungai Mencirim di sisi timur dan Sungai Bingai di sisi barat. Daerah ini terletak di antara wilayah dua kerajaan Melayu, yakni Kesultanan Deli dan Kerajaan Langkat. Dari Medan, jaraknya sekitar 22 kilometer. Sebelum berstatus kotamadya, Binjai merupakan ibu kota Kabupaten Langkat, tapi kemudian dipindahkan ke Stabat. Binjai merupakan salah satu daerah dalam proyek pembangunan Mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan Deli Serdang. Antara Binjai dan Medan membantang jalan raya Lintas Sumatera yang juga menghubungkan Medan dengan Banda Aceh.

Dalam perkembangannya, berbagai permasalahan kota muncul seiring dengan pesatnya kepadatan penduduk yang terus bertambah. Hal itu membuat kota harus siap menghadapi sejumlah permasalahan akibat laju populasi. Sebagaimana juga dialami berbagai kota, Binjai pun tak luput dari masalah kelangkaan sumber daya, kemacetan lalu lintas, permukiman kumuh, limbah, polusi, dan degradasi lingkungan.

Bukan hanya dari segi fisik, ketidakmampuan suatu kota untuk memperbaiki kondisi akan menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang akan memicu berbagai masalah sosial. Masalah-masalah sosial ini berkaitan dengan berbagai stakeholder, yang penyelesaiannya butuh peran serta berbagai pihak.

Pembangunan kota dengan konsep Smart City merupakan jawaban yang tepat. Konsep ini telah melalui tahap penyempurnaan dari konsep=konsep yang lebih awal—konsep Intelligent City, Ubiquitos City, Digital City, Wired City, Information City, dan Smart City. Pada umumnya, pembangunan kota-kota ini menuju Smart City diawali dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang biasanya bersifat parsial pada masalah-masalah prioritas.

Dalam setahun terakhir, masalah stunting di kalangann anak-anak relatif tertanggulangi. Hasil kerja keras Kab Langkat sudah menampakkan hasil penanggulangan masalah ini. “Selanjutnya kita perlu mempertahankan bukan dalam level angka persentase 18,6% saja. Kalau hari ini kita sudah lebih baik dari kemarin; besok harus lebih baik dari hari ini,” kata Plt Bupati Langkat H. Syah Afandin, SH

Anak-anak yang kekurangan gizi tidak bisa tidak bersumber dari faktor    rendahnya kemampuan ekonomi. “Kita harus fokus memberi solusi terhadap anak-anak ini. Saya tadi mendengar Langkat itu masih ranking 24 dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Ini PR yang besar untuk Kabupaten Langkat untuk mempertahankan agar angkanya jangan sampai naik lagi,” sebutnya

Binjai adalah kota penghasil rambutan yang cukup besar di Indonesia. Perkebunan rambutannya mencapai 425 hektare dengan kapasitas produksi 2.400 ton per tahun. Wilayah Binjai sebelah timur dan selatan merupakan daerah konsentrasi pertanian. Rambutan Binjai termasuk salah satu jenis rambutan populer di Indonesia. Rambutan jenis ini berambut cenderung halus, panjang, tetapi agak jarang-jarang. Kulit buahnya berwarna merah terang dengan daging yang tebal dan juga ngelotok dari bijinya.

Rambut dari rambutan binjai ini berwarna hijau di ujungnya membuat visualnya semakin indah. Bentuk rambutan Binjai agak lonjong dan buahnya cenderung besar. Cita rasa dari rambutan Binjai manis. Bibit rambutan asal Binjai ini juga telah disebarkan dan dibudidayakan di berbagai tempat di Indonesia seperti Blitar, Jawa Timur, dan menjadi komoditas unggulan daerah tersebut.

Popularitas rambutan Binjai berada satu level di bawah jenis rambutan yang disebut Rapiah. Selanjutnya berturut-turut dikenal sejumlah jenis rambutan kenamaan; yakni Lebak Bulus, si Nyonya, si Batuk Ganal, Antalogi, Narmada, Kapulasan, Garuda, Bahrang, si Bongkok, dan Cimacan. Setiap jenis dari ke-12 jenis rambutan ini memiliki kekhasan citarasanya masing-masing. Untuk menentukan mana yang lebih enak sangat subjektif. Masalahnya sangat tergantung selera orang per orang saja.●(Zian)

pasang iklan di sini