
Peluang News, Jakarta – BI atau Bank Indonesia melakukan 3 langkah untuk menahan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Langkah tersebut disampaikan Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia Edi Susianto, kepada wartawan, di Padang, Sumbar.
Pertama, menjaga keseimbangan supply-demand valas di market, dengan tetap berada di pasar melalui triple intervention khususnya di pasar spot dan di transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
“Kedua, mendorong capital inflow dengan meningkatkan daya tarik aset Rupiah (antara lain dengan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)), dan menurunkan hedging cost,” kata Edi.
Ketiga, berkoordinasi dan berkomunikasi dengan stakeholder terkait seperti Pemerintah, perbankan, Pertamina dan lainnya.
“Dengan langkah-langkah tersebut, dipastikan selain peran dari BI juga pelaku pasar termasuk para eksportir untuk turut berpartisipasi dalam menjaga keseimbangan supply-demand valas di market,” kata Edi.
Dalam kesempatan terpisah, Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) menyatakan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang menembus Rp16 ribu, tidak selamanya negatif tetapi juga memberikan sisi positif terhadap ekonomi.
“Pelemahan rupiah atau penguatan dolar tidak semuanya berdampak buruk terhadap ekonomi Indonesia termasuk Sumbar,” kata Kepala BI Perwakilan Sumbar Endang Kurnia Saputra, di Padang dikutip dari LKBN Antara, Jumat (19/4/2024).
Endang menjelaskan bagi eksportir penguatan nilai mata uang Amerika Serikat tersebut justru menguntungkan. Sebab, di dalam negeri eksportir akan menggunakan rupiah sebagai ongkos produksi.
Sementara, di luar negeri para eksportir bertransaksi dengan menggunakan dolar. Artinya, jika dikonversi ke rupiah maka eksportir akan mendapatkan selisih yang tergolong besar dari sebelumnya.
“Jadi eksportir kita mendapatkan keuntungan karena nilai tukar tadi,” jelas Endang Kurnia Saputra.
Khusus di Provinsi Sumbar Endang memperkirakan pertumbuhan ekonomi sektor ekspor akan pulih pada 2024 terutama kelapa sawit. Oleh karena itu, penguatan nilai tukar dolar masih membawa dampak positif terhadap iklim ekspor Ranah Minang.
“Artinya, pendapatan dari para eksportir akan bertumbuh,” ujar eks Deputi Kepala Perwakilan BI DKI Jakarta itu.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar Sugeng Arianto mengatakan nilai ekspor dari Ranah Minang pada Februari 2024 tercatat sebesar 159,43 juta dolar, atau sekitar Rp2,5 triliun. Angka itu naik 19,16 persen dibandingkan ekspor Januari 2024.
Barang yang paling banyak diekspor pada Februari 2024 adalah golongan lemak dan minyak hewan/nabati yakni sebesar 123,42 juta dolar atau sekitar Rp1,9 triliun. Kemudian disusul golongan bahan-bahan nabati Rp177 miliar.
“Ekspor ke India memberikan peranan sebesar 30,96 persen terhadap total ekspor asal Sumatera Barat pada Januari–Februari 2024,” ujar Sugeng. (Aji)