CIWIDEY—-Stroberi, buah kecil berwarna merah, rasanya manis dengan sedikit masam merupakan salah satu buah favorit di dunia. Aslinya buah ini tumbuh di negera-negara subtropis, namun kemudian bisa ditanam di negara tropis di ketinggian seribu hingga seribu lima ratus meter di atas permukaan laut, dengan suhu 17 hingga 20 derajat celcius.
Kawasan Ciwidey dan Lembang, Jawa Barat merupakan tempat budi daya stroberi. Menurut sejarah, budidaya stroberi masuk ke indonesia pertama kali pada pertengahan 1990-an, ke kawasan Ciwidey. Di dua kawasan ini tanaman stroberi tidak saja menjadi agribisnis, tetapi juga ekoturisme, di mana wisatawan bisa ikut menikmati memetik stroberi.
Dadang Taryana adalah salah satu pembudidaya stroberi di kawasan Ciwidey. Dia mulai usaha ini pada 2007 dengan modal sekitar Rp17 juta. Dia mengaku mendatangkan bibit stroberi dengan impor dari USA. Kemudian menanam di lahan seluas 5000 meter persegi dengan popolasi tanaman sekitar 10 ribu pohon.
Apabila lancar sebetulnya saat panen, Dadang mampu memproduksi 100 kilogram per hari. Dia mempekerjakan 5 orang di kebun dan 5 orang di bagian packing. Bisnisnya berkembang, Dadang tidak saja menjual stroberi segar maupun beku, tetapi juga bibit stroberi. Dia juga menjadi konsultan budi daya dan wisata agribisnis. Satu kilogram stroberi dijual Rp50 ribu.
“Kalau beruntung saya bisa memperoleh omzet Rp600 jutaan,” ucap Dadang, kepada Peluang, Rabu, 19 September 2018.
Namun menurut Dadang budi daya strobersi punya risiko tinggi. Ketika musim hujan panen, buah bisa menjadi busuk .Obat penangkal boros harus disemprot setiap hari hingga boros, hingga biayanya menjadi tinggi,
“Sementara pelanggan banyak complain, buah banyak yang busuk,” kata dia, seraya mengatakan mengharapkan bantuan pemerintah tidak mudah.
Padahal Dadang berkeinginan untuk ekspor, namun terkendala izin. Dia membenarkan stroberi adalah ikon agribisnis Jawa Barat, sangat sayang kalau tidak didukung. Dia memperkirakan di seluruh Jawa Barat terdapat seribu petani stroberi.
Pada pertengahan Juli lalu sebuah media nasional mengungkapkan produktivitas pertanian stroberi di Bandung Selatan, khususnya di wilayah Kecamatan Pasirjambu, Ciwidey dan Rancabali (Pacira) sejak satu tahun terakhir mengalami penurunan.
Ketua Kelompok Tani Barokah Tani Agro Desa Sugihmukti Kecamatan Pasirjambu, Riswan waktu itu mengatakan, produktivitas tanaman dan daya tahan terhadap cuaca dan hama menurun. Dulu produksi stroberi pada kebun miliknya mencapai satu ton per hari. Namun, kini hanya tersisa 300 kilogram atau menurun 75 persen.
Ladang stroberi milik Dadang Taryana-Foto; Dokumentasi Pribadi.“Di Pasirjambu dan Ciwidey setahun terakhir terus merosot produksinya. Mungkin tanah dan bibitnya sudah jenuh sehingga daya tahan tanamannya terus menurun,” katanya(van).