JAKARTA—Konon, sebulan sebelum Malam Mapaccing (malam pengantin) menurut tradisi Bugis, calon pengantin perempuan dari kalangan bangsawan melakukan luluran. Tujuannya agar calon pengantin memancarkan aura kecantikannya. Luluran itu disebut menggunakan bedda bolong (bedak hitam).
Luluran menurut tradisi yang diturunkan nenek moyang Suku Bugis menggunakan 5 – 7 jenis rempah-rempah. Tapi Luluran cara Bugis ini yang ditawarkan Adhe Tenri Sau dengan produknya bedda Bolong Indo Emeng sudah melakukan inovasi dengan menjadikan rempah-rempahnya 30 jenis herbal alami dengan bahan dasar beras merah.
Satu produk yang mempunyai enam fungsi, selain fungsi kosmetika, sebagai, lulur,masker, sabun mandi, deadoran, dan hand body, produk ini juga menjadi obat Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K).
“Misalnya saja, bila terkena air panas diberikan luluran ini segera, maka kulit tidak akan sampai melepuh,” ujar Tenri kepada Peluang, Sabtu lalu di sela-sela acara Smesco Award 2018.
Sarjana Ekonomi dari STIE TRI DARMA NUSANTARA di Makassar ini merintis usahanya pada 2014 di rumah produksinya berada di Daerah Paria Kecamatan. Majauleng, Kabupaten.Wajo, tetapi hanya bertahan selama 3 bulan dan berhenti lebih setahun karena proses produksi menggunakan kayu bakar, sementara saat itu masih sibuk keluar daerah.
Tenri baru mulai fokus 1 November 2016. Dia sendiri meracik bahan-bahan alami menjadi lulur untuk digunakan pada seluruh tubuh. Tanpa modal dan dengan kondisi yang sangat membutuhkan uang, ia melihat potensi dan pangsa pasar produk ini yang menjanjikan.
“Saat itu saya sangat membutuhkan uang. Setelah keliling mencari pinjaman namun tidak ada yang meminjamkan, saya kembali berserah diri kepada Allah Ta’ala. Ternyata usaha ini mukzizat bagi saya,” kenang dia.
“Saat itu saya sangat membutuhkan uang. Setelah keliling mencari pinjaman namun tidak ada yang meminjamkan, saya kembali berserah diri kepada Allah Ta’ala. Ternyata usaha ini mukzizat bagi saya,” kenang dia.
Ilustrasi-Dokumentasi Pribadi.Sambutan pasar ternyata mengembirakan. Pada bulan pertama setelah menggunakan brand “Bedda Bolong INDO EMMENG ” nama dari ibu kandung, ia mampu meraih omzet Rp10 juta. Usahanya berkembang dan mampu memproduksi sekitar 1000 botol per bulan. Satu botol dibandroll sebesar Rp 65 ribu.
Kini usahanya sudah sampai di seluruh Indonesia bahkan ke luar negeri, diantaranya Gorotontalo, Manado, Jawa, Lampung, Jambi, Sumatra, NTT, Papua, dan Batam serta Malaysia dan Jepang. Omzet tertingginya mencapai Rp25 juta per bulan.
Tenri Sau-Foto: Dokumentasi Pribadi.“Misi saya bukan hanya bisnis, tetapi melestarikan tradisi Bugis agar tidak punah,” tutup peraih penghargaan kategori Wirausaha Orientasi Ekspor dalam ajang Smesco Award 2018 ini (Irvan Sjafari).